Apakah kalian pernah mendengar istilah cyberbullying? Cyberbullying merupakan kegiatan perundungan yang dilakukan secara online malalui platform media sosial.
Meskipun terjadi tidak secra langsung, ternyata cyberbullying juga mempunyai efek yang tidak kalah ekstrem dengan bullying bagi si korban. Seperti beberapa waktu lalu, terdengar kabar duka dari penyanyi sekaligus aktris dari Korea Selatan, Sulli, yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena mengalami depresi akibat mengalami cyberbullying.
Kita tidak bisa menilai bagaimana cyberbullying itu seberapa berpengaruh di hidup Sulli, dan kita tidak bisa pula mengatakan "ya itu resiko jadi artis" karena tidak ada satu orangpun yang berhak menghakimi perasaan seseorang, karena bisa saja saat kamu menghakimi orang tersebut ternyata kamu adalah salah satu pemicu korban melakukan tindakan yang menyakiti dirinya sendiri.
Nah, saat ini kita hidup di era digital yang sangat mengharuskan kita untuk bisa hidup dalam dua dunia, dunia nyata dan dunia maya. Oleh karena itu, kita harus pandai dalam menyeimbangkan antara keduanya. Itulah yang seharusnya kita lakukan sebagai manusia yang bijaksana dalam menyikapi era digital, namun apakah semua manusia yang menggunakan internet terutama media sosial bisa menjaga keseimbangannya?
Banyak orang yang terlena akan dunia maya, sehingga ia hanya menunjukan dirinya di dunia maya hingga lupa menunjukan dirinya di dunia nyata. Fenomena tersebut bercondong pada istilah yang disebut dengan cyberculture.Â
Dalam tulisan Sulistyaningsih (2014), Cyberculture adalah budaya yang dianut oleh komunitas online atau orang yang biasanya sering terhubung ke internet. Meski secara lamban, namun pasti kesadaran pascaruang ini akan membawa manusia bertransformasi menuju budaya pascaruang. Dimana dunia nyata ini bertransformasi kepada dunia maya. Dunia nyata semakin tergeserkan oleh dunia maya.
Dunia maya sebagai media untuk masyarakat beraktivitas tentunya membutuhkan perangkat tertentu untuk berkomunikasi, contohnya adalah media sosial. Media sosial sangat berguna untuk berkomunikasi dan juga media memiliki fitur-fitur yang sangat beragam.
Selain sangat membantu untuk berkomunikasi, media sosial tentunya memiliki efek negatif juga bagi para penggunanya. Saat ini sedang marak terjadinya pembunuhan karakter yang tidak memiliki dasar terhadap individu atau kelompok di masyarakat, duplikasi identitas, cyberbullying, dan lain sebagainya oleh oknum yang tidak beralasan dan tidak bertanggung jawab. Hal itu menjadi topik permasalahan yang perlu diwaspadai agar pengguna media sosial dapat mengantisipasi terjadinya hal-hal tersebut.
Lembaga donasi anti-bullying, Ditch The Label telah menetapkan media sosial Instagram sebagai media sosial yang paling sering digunakan untuk melakukan perundungan online atau yang sering kita sebut sebagai cyberbullying.
Berdasarkan survei yang dilakukan pada 10.020 remaja asal Inggris dengan rentang usia 12 hingga 20 tahun, sebanyak 42 persen di antaranta mengaku pernah menjadi korban cyberbullying di Instagram.
Di bawah Instagram ada Facebook dan Snapchat yang menyusul dengan presentase masing-masing sebesar 37 persen dan 31 persen. Sementara itu, Whatsapp (12 persen), YouTube (10 persen), dan Twitter (9 persen), menjadi 3 platform media sosial dengan kasus cyberbullying terendah.
Istilah cyberbullying  dimaksudkan untuk mengacu pada unggahan yang mengandung unsur perundungan, termasuk komentar negatif dan menyebarkan postingan ataupun profil dengan maksud dan tujuan mengolok-olok seseorang.
Selama ini memang kasus cyberbullying ini seakan menjadi pokok permasalahan yang sering terjadi setiap tahunnya. Bahkan hingga tahun 2021, masih sangat banyak ditemui kasus cyberbullying khususnya di kalangan remaja. Sebanyak 60 persen remaja mengaku pernah menjadi korban dari tindakan bullying dan 87 persen remaja lainnya mengaku pernah menhalami perundungan secara online atau cyberbullying melalui media sosial instagram.
Terlebih dengan kondisi seperti sekarang yang mana pandemi covid-19 belum berakhir, maka sebagian besar aktivitas dilakukan secara online. Kegiatan yang dilakukan secara online yang tentunya hanya dilakukan didepan layar monitor tentunya akan sangat membosankan jika dilakukan selama berjam-jam. Maka dari itu banyak orang yang melakukan aktivitas lain utnuk menghalau kebosanan, berseluncur di media sosial misalnya.
Karena itu, tidak menutup kemungkinan para pengguna media sosial untuk mengikuti kabar terbaru yang tersebar di media sosial. Kabar yang ada di media sosial tentunya bisa saja di akses semua orang yang memiliki koneksi internet dan sosial media.
Lembaga riset Pew Research Center mencatat 95 persen remaja dilaporkan dapat mengakses internet setiap harinya, sementara 85 persen diantaranya memiliki akses bebas untuk menggunakan media sosial.
Nah dari kasus diatas, apa yang menjadi penyebab dan dampak dari cyberbullying?
Kasus cyberbullying yang mayoritas terjadi di platform Instagram sejatinya disebabkan oleh banyak faktor. Dari banyaknya hal yang menyebabkan hal itu terjadi, salah satu faktor yang paling umum terjadi adalah mengenai penampilan, faktor ini memiliki presentase sebanyak 61 persen.
Adapun faktor-faktor lainnya mencakup prestasi akademic (25 persen), ras (17 persen), masalah gender (15 persen), status finansial (15 persen), agama (11 persen), dan 20 persen lainnya disebabkan oleh alasan-alasan tertentu, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Broadbad Search, Minggu (28/3/2021).
Walaupun mayoritas kasus cyberbullying pada umumnya terjadi pada remaja, tetapi dampak negatif yang dihasilkan dari cyberbullying bisa terus berlanjut hingga korban beranjak dewasa.
Contoh dari dampak negatif dari cyberbullying adalah menarik diri dari lingkungan sosial, perasaan dikucilkan oleh lingkungan sekitar, kesehatan fisik terganggu, dan yang paling utama yaitu mental akan sangat terganggu. Bullying yang dilakukan secara terus-menerus melalui jejaring sosial oleh orang dikenal maupun tidak dikenal akan mendatangkan stress. Ujuang-ujungnya perasaan memendam depresi, rasa cemas,dan kehilangan kepercayaan diri mendatangkan ganguuan post traumatic stress disorder (PTSD).
Jadi jangan pernah untuk menjudge apapun dari orang lain selama seseorang tersebut tidak meminta pendapat dari kita, karena kita tidak tau dampak kedepannya untuk orang tersebut. Tetap gunakan media sosial dengan baik dan bijaksana ya netter!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI