Perhatikan kalimat yang digarisbawahi. Manji menggunakan kalimat itu sebagai landasan argumennya. Menurut Manji, kisah kaum Luth yang dimurkai Allah itu termasuk ayat mutasyabihat, sehingga bisa ditafsirkan dengan berbagai cara, tapi hanya Allah yang tahu mana penafsiran yang paling benar. Karena itu, sesama manusia tidak boleh menghakimi penafsiran orang lain.
Manji menafsirkan ayat-ayat tentang kaum nabi Luth sebagai berikut:
Cerita Sodom dan Gomorah—kisah Nabi Luth dalam Islam—tergolong tersirat (ambigu). Kau merasa yakin kalau surat ini mengenai homoseksual, tapi sebetulnya bisa saja mengangkat perkosaan pria “lurus” oleh pria “lurus” lainnya sebagai penggambaran atas kekuasaan dan kontrol. Tuhan menghukum kaum Nabi Luth karena memotong jalur perdagangan, menumpuk kekayaan, dan berlaku tidak hormat terhadap orang luar. Perkosaan antara pria bisa jadi merupakan dosa disengaja (the sin of choice) untuk menimbulkan ketakutan di kalangan pengembara. Aku tidak tahu apakah aku benar. Namun demikian, menurut Al-Quran, kau pun tidak bisa yakin apakah kau benar. Nah, kalau kau masih terobsesi untuk mengutuk homoseksual, bukankah kau justru yang mempunyai agenda gay? Dan sementara kau begitu, kau tidak menjawab pertanyaan awalku: “Ada apa dengan hatimu yang sesat?”
Perlu dicatat saya bukan ahli agama. Jadi, kalau Manji boleh pakai logikanya sendiri dalam memahami Quran, saya juga akan pakai logika. Begini, Manji menafsirkan kisah kaum Nabi Luth dengan sesuka hatinya, lalu berkata, “Aku tidak tahu apakah aku benar. Namun demikian menurut Al Quran, setiap manusia memang tidak bisa mencapai kebenaran karena –berdasarkan QS 3:7—hanya Allah yang tahu mana yang paling benar.”
Jawaban saya begini:
- Kalau hanya Allah yang tahu mana yang paling benar, lalu apa gunanya Al Quran ya? Bukankah di ayat lain disebutkan bahwa Al Quran itu penjelas (bayyinah) dan petunjuk bagi manusia (hudal-linnas). Aneh sekali bila ada petunjuk, tapi nggak jelas, dan akhirnya kita disuruh mikir sendiri, dan sama sekali tidak ada kata akhir yang bisa diambil. Kita tidak bisa mencari jawaban dari pertanyaan, “Yang benar yang mana sih?”, karena yang tahu hanya Allah. Logis gak tuh?
- Saya membandingkan penerjemahan ayat 3:7 itu dalam bahasa Indonesia, dengan bahasa Persia (catat: ayat Quran-nya sama persis, tapi redaksi terjemahannya agak beda dikit, lihat kalimat yang digarisbawahi). Begini:
Terjemahan Indonesia: Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami".
Terjemahan Persia (dan saya terjemahkan ke Indonesia): Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya. Mereka (orang yang mendalam ilmunya) berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.”