Dinasti Safawi di Persia, Dinasti Mughal di India, Dinasti Utsmani di Turki: Sejarah Berdiri dan Berkembangnya, Sistem Pemerintahannya, Kemajuan yang dihasilkan, Penyebab Kemunduran dan Kehancurannya
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Peradaban Islam dan Nusantara Dosen Pengampu Bahrul Munib ,S.H.i,.M.Pd.I
Disusun Oleh: Dinasthia Putri Firdhausi  (222101010009)
 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURURAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER (MARET 2023)
KATA PENGANTAR
Puji hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan bimbingannya, penulis menyelesaikan proyek berjudul "Dinasti Safawi di Persia, Dinasti Mughal di India, dan Dinasti Utsmani di Turki: Sejarah Pendirian dan Perkembangannya, Sistem Pemerintahannya, Kemajuannya, dan Penyebabnya " . Kemerosotan dan Kehancuran", selaku dosen pribadi Bapak Bahrul Munib, SHi, M.Pd.I.
Disertasi ini disusun sebagai tugas mata kuliah Peradaban Islam dan Nusantara. Selain itu, artikel ini bertujuan untuk menambah wawasan sejarah Dinasti Safawi di Persia, Mughal di India, dan Ottoman di Turki bagi para pembaca dan penulis. Penyusun sadar bahwa pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka, saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan artikel ini sangat diharapkan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan Pembahasan 1
 BAB 2 PEMBAHASAN 2
Dinasti Syafawi di Persia 2
Sejarah Berdiri dan Perkembangan 2
Sistem Pemerintahan 6
Kemajuan yang dihasilkan 10
Penyabab Kemunduran dan Kehancuran 12
Dinasti Mughal di India 14
Sejarah Berdiri dan Perkembangan 14
Sistem Pemerintahan 15
Kemajuan yang dihasilkan 19
Penyabab Kemunduran dan Kehancuran 21
- Dinasti Utsmani di Turki 22
Sejarah Berdiri dan Perkembangan 22
Sistem Pemerintahan 24
Kemajuan yang dihasilkan 27
Penyabab Kemunduran dan Kehancuran 38
BAB 3 PENUTUP 30
Kesimpulan 30
DAFTAR PUSTAKA 32
BAB I
A. PENDAHULUAN
- Latar Belakang
- Setelah berakhirnya era Rashidun Hurafal, sejarah peradaban Islam diwarnai dengan berdirinya dinasti-dinasti Islam yang berperan dalam penyebaran Islam. Namun, cahaya Islam menjadi redup setelah Dinasti Abbasiyah tumbang akibat serangan tentara Mongol. Peperangan dan perebutan kekuasaan dalam Islam terjadi di mana-mana. Bahkan buku-buku sains Islam pun dimusnahkan.
- Situasi politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan setelah mengalami perkembangan tiga kerajaan besar: Kerajaan Ottoman di Turki, Kerajaan Safawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana awal mulanya Berdiri dan Berkembangnya Dinasti Safawi di Persia, Dinasti Mughal di India, Dinasti Utsmani di Turki?
Bagaimana Sistem Pemerintahan Dinasti Safawi di Persia, Dinasti Mughal di India, Dinasti Utsmani di Turki ?
Bagaimana Kemajuan yang Dihasilkan Dinasti Safawi di Persia, Dinasti Mughal di India, Dinasti Utsmani di Turki?
Apa Penyebab Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Safawi di Persia, Dinasti Mughal di India, Dinasti Utsmani di Turki?Â
C. Tujuan Pembahasan
Untuk mengetahui dan memahami Sejarah Berdiri dan Berkembang, Sistem Pemerintahan, kemajuan yang dihasilkannya, penyebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Safawi di Persia, Dinasti Mughal di India, Dinasti Utsmani di Turki.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Â Dinasti Syafawi di Persia (Sejarah Berdiri dan Perkembangan)
Pada abad ke-9 M, Kesultanan Utsmaniyah menguasai dunia Islam. Salah satu masalah yang dihadapi pemerintah saat ini adalah gerakan sufi. Mereka aktif bekerja untuk membentuk kekuatan politik baru. Inilah peristiwa terpenting tasawuf terkait keluarga Syekh Shafiddin Al Dabili di penghujung abad ke-9 penanggalan Islam saat pemerintah cuek dengan kebangkitan dan perlawanan Safa Vitarika yang membantu para pengikutnya merebut kekuasaan kewalahan. Ini juga yang menyebabkan konfliknya dan konflik sporadis dengan suku-suku pada masa itu.
Kata Shafawi berasal dari kata "shafi", suatu gelar bagi nenek moyang Sultan Shafawi yaitu Shafi al-Din Ishaq al-Ardabili, pendiri dan pemimpin thariqah Shafawiyah.
Dinasti Safawi (juga dikenal sebagai Safavid) didirikan oleh Shah Ismail I pada awal abad ke-16 di wilayah Azerbaijan, yang saat itu merupakan bagian dari Kekaisaran Timur Mongol. Dinasti ini memerintah Iran dari tahun 1501 hingga 1722.
Shah Ismail I adalah seorang pemimpin sufi dari suku Qizilbash yang memimpin sebuah gerakan untuk mempersatukan suku-suku di wilayah Azerbaijan dan membebaskan mereka dari kekuasaan Timur Mongol. Ia juga menyebarluaskan ajaran Syiah dan menjadikannya agama resmi di Iran.
Setelah berhasil mengalahkan kekuatan Timur Mongol di Iran, Shah Ismail I mengambil gelar "Shahanshah" atau "Raja dari para Raja" dan memulai kampanye militer untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ia berhasil menaklukkan sebagian besar wilayah Iran, Irak, dan Kaukasus.
                                      Â
Pada mulanya di Persia, tepatnya di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan, terdapat gerakan tarika yang disebut al-Shafawiyyah (yaitu orang-orang yang berspesialisasi dalam pengembangan spiritual dan pengarahan agama). Thariqah ini didirikan hampir bersamaan dengan berdirinya Kesultanan Utsmaniyah. Wilayah ini sebagian besar dihuni oleh orang Kurdi dan Asia Amerika. Nama Shafawi didasarkan pada pendiri tarekat, Syekh Syafi al-Din Ishaq al-Ardabili (650-735 H./1252-1334 M.). Ia adalah kakek kelima dari Syekh Ismail Safawi, pendiri dinasti Safawi. Dari nama Syafi al-Din diambil nama silsilahnya sebagai al-Shafawi. Dari silsilah, menurut Ottoman, Syafiddin adalah keturunan Musa Kazim, Imam ketujuh dari Imam Syiah kedua belas..
Dinasti Safawi berhasil menciptakan kekuatan militer yang kuat dengan pasukan Qizilbash sebagai pasukan utama mereka. Selama masa pemerintahannya, Dinasti Safawi melakukan ekspansi wilayah dan memperluas kekuasaannya ke wilayah-wilayah di sekitar Kaukasus, Asia Tengah, dan Irak. Shah Ismail I juga menciptakan kebijakan toleransi agama yang memungkinkan minoritas Sunni dan Kristen hidup berdampingan dengan umat Syiah di wilayah Safawi.
Dinasti Safawi menjadi sebuah kekuatan besar di wilayah Timur Tengah pada abad ke-16. Kekuatan militer mereka berhasil mengalahkan tentara Ottoman dan menyebarkan pengaruh Syiah ke seluruh wilayah Iran dan bahkan ke beberapa wilayah di luar Iran. Selain itu, Dinasti Safawi berhasil mengembangkan seni dan sastra, termasuk seni kaligrafi dan miniatur, serta sastra Persia dan Syiah.
Alhasil, keturunannya tetap meyakini kebenaran silsilah tersebut hingga menjadi dasar pendefinisian tarekat dan dinasti Syafawi, di mana pemikiran Syiah mengikuti jalan Syafiuddin Ishaq. Berbeda dengan dua dinasti Islam besar  lainnya, Utsmani dan Mughal, dinasti Shafawi mendeklarasikan Syiah sebagai sekolah negeri. Oleh karena itu, tidak salah jika memandang dinasti ini  sebagai tonggak pembentukan negara Iran saat ini. Nama guru Syafi al-
Din adalah Taj al-Din Ibrahim Zahid (AD 1216-1301), umumnya dikenal sebagai Zahid. Karena prestasi dan tekadnya dalam kehidupan sufi, Syafiuddin menjadi menantu gurunya. Shafei al-Din mendirikan Tarekat Safawi setelah menggantikan guru dan ayah mertuanya yang meninggal pada tahun 1301. Pengikut perintah mematuhi ajaran agama.
Pada awalnya, jemaah Syafawi berusaha memerangi orang-orang kafir yang kemudian mereka sebut bid'ah. Thariqah ini didirikan secara khusus setelah transformasi bentuk tarekat dari kajian tasawuf murni lokal menjadi gerakan keagamaan dengan pengaruh luas di Iran, Suriah, dan Anatolia. Di luar Ardabil, Syafiuddin menunjuk seorang wakil untuk memimpin murid-muridnya. Wakil ini diberi gelar "Khalifah".
Tariqah Shafawi memperluas gerakan dengan menambahkan aktivitas politik ke aktivitas keagamaan. Perluasan operasi itu tidak berjalan mulus, namun mendapat tentangan dari otoritas politik, yang justru menimbulkan konflik antara Junaid dengan penguasa Qara Qoyunlu (Domba Hitam), salah satu suku Turki yang menguasai wilayah tersebut.
Keterlibatan thariqh Syafawi dalam kancah politik menyebabkan orde tersebut menentang Turki Usmani sebagai kekuatan dominan saat itu. Beberapa bentrokan terjadi dan peristiwa ini menandai jalan organisasi Shafawi menuju kekuasaan besar sebagai pemerintahan dinasti. Awal konflik antara Junaid (Shafawi) dan Qara Qoyunlu (kambing hitam). Dalam konflik itu, Junaid dikalahkan dan dibuang ke suatu tempat. Di tempat baru ini, Junaid mencari perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, yaitu Aqqoyunlu (domba putih), juga suku Turki. Dia tinggal di istana Uzun Hasan, yang memerintah sebagian besar Iran saat itu.
Selama di pengasingan, Junaid tak tinggal diam. Junaid mampu menghimpun kekuatan dan membentuk aliansi politik dengan Uzun Hasan. Junaid berusaha menaklukkan Ardabil pada tahun 1459 tetapi gagal. Kemudian, pada tahun 1460 M, Junaid berusaha merebut kota Circassia, namun pasukannya dihentikan oleh pasukan Sylvan. Junaid tewas dalam pertempuran.
Kepemimpinan gerakan Safawi diberikan kepada putra Junaid, Haidar, namun Haidar masih muda dan di bawah asuhan Uzun Hassan. Oleh karena itu, kepemimpinan baru dapat secara resmi diserahkan kepadanya. Hubungan Haidar dengan Uzun Hassan semakin dalam ketika Haydar menikah dengan salah satu putri Uzun Hassan. Ismail lahir dari pernikahan ini dan kemudian menjadi pendiri dinasti Safawi Iran.
Kematian Haidar di Pertempuran Aqqoyunlu tidak mengakhiri pemberontakan Shafawi melawan penguasa saat itu. Sebagai putra Alia Haidar, prajuritnya membalas pembunuhan ayahnya, terutama terhadap Aqqoyunlu. Namun, Ya'kub, pemimpin Aqqoyunlu, bersama saudara laki-lakinya Ibrahim dan Ismail serta ibunya menyergap dan memenjarakan Ali bin Abi Thalib di Fars selama empat setengah tahun (1489-1493 M). Putra mahkota Aqqoyunlu, Rustam, kemudian membebaskannya dengan syarat dia membantunya melawan sepupunya. Setelah sepupu Rustam kalah, Ali bersaudara kembali ke Ardabil. Namun, tidak butuh waktu lama bagi Rustam untuk mengubah wajahnya dan menyerang Saudara Ali, dan Ali tewas dalam pertempuran.
Kepemimpinan Shahavi kemudian diteruskan ke Ismail, yang saat itu berusia tujuh tahun. Selama lima tahun, Ismail dan tentaranya berada di Gilan, mempersiapkan pasukan dan berhubungan dengan para pengikutnya di Azerbaijan, Suriah, dan Anatolia.
Pasukan lulus disebut Qizilbash (baret merah). Pada tahun 1501 M, di bawah pimpinan Ismael, pasukan Qizirbashi menyerang dan mengalahkan Akuyunlu di Shahrur dekat Nakhchivan. Tentara ini terus menaklukkan Tabriz, ibu kota Jalan Akuoyun, dan berhasil merebutnya. Di kota inilah Ismail menyatakan dirinya sebagai Sultan pertama dari Dinasti Safawi.
Diukutip dari buku Albert Hourani ketika Dinasti Shafawiyyah muncul berkuasa di Iran dan Dinasti 'Utsmniyyah memasukkan sebagian besar negeri berbahasa Arab ke dalam imperium mereka. Untuk beberapa waktu, kedua imperium tersebut berperang guna memperebutkan kendali atas Irak.
Namun, perpecahan politik tidak serta merta dapat disebut sebagai perpecahan antara bangsa Arab dan Persia, karena dari abad ke-11 M dan seterusnya kebanyakan kelompok penguasa di kedua wilayah bukanlah asli Arab atau Persia, tetapi ketu- runan Turki, sedangkan bahasa atau tradisi politik diwariskan mulai melemah atau sama sekali memudar. Proses sosial yang agak mirip tampak dalam wilayah-wilayah ini, dan bahasa yang sama serta budaya yang terungkap di dalamnya memberikan kelas-kelas terdidik perkotaan kemudahan dalam berhubungan satu sama lain.[1]
Sistem Pemerintahan Kerajaan Dinasti safawi di persia
Dinasti Safawi atau Safawiyah adalah dinasti Iran yang didirikan pada abad ke-16 oleh Shah Ismail I dan berlangsung hingga abad ke-18. Dinasti ini terkenal karena mempromosikan agama Syiah dan memperluas wilayah kekuasaannya hingga meliputi Iran, Irak, Azerbaijan, dan sebagian wilayah Asia Tengah.
Sistem pemerintahan Dinasti Safawi adalah monarki absolut di mana kekuasaan tertinggi berada pada raja atau shah. Namun, kekuasaan shah tidak tanpa batas karena ia harus mengikuti aturan dan prinsip yang ditetapkan oleh agama Syiah dan hukum yang berlaku di Iran pada waktu itu.
Dalam sistem pemerintahan Safawi, raja dianggap sebagai pemimpin tertinggi dalam hal politik, militer, dan agama. Ia juga dianggap sebagai representasi dari Allah di bumi dan memiliki tanggung jawab untuk melindungi agama dan umatnya.
Dalam bidang militer, Dinasti Safawi memiliki pasukan elit yang disebut Qizilbash. Pasukan ini terdiri dari suku-suku Turki yang mendukung Dinasti Safawi dan merupakan kekuatan utama dalam melindungi negara dan memperluas wilayah kekuasaan.
Secara keseluruhan, sistem pemerintahan Dinasti Safawi adalah sistem monarki absolut yang didasarkan pada agama Syiah. Raja memiliki kekuasaan tertinggi dalam urusan politik, militer, dan agama, tetapi ia juga harus mengikuti aturan dan prinsip yang ditetapkan oleh agama dan hukum yang berlaku di Iran pada waktu itu. Berikut adalah daftar raja-raja yang memerintah dalam Dinasti Safawi:
- Shah Ismail I (1501-1524)
- Shah Tahmasp I (1524-1576)
- Shah Ismail II (1576-1578)
- Shah Mohammad Khodabanda (1578-1587)
- Shah Abbas I (1587-1629)
- Shah Safi (1629-1642)
- Shah Abbas II (1642-1666)
- Shah Suleiman I (1666-1694)
- Sultan Husayn (1694-1722)
- Tahmasp II (1722-1732)
- Abbas III (1732-1736)
- Shah Tahmasp III (1750-1764)
- Shah Ismail III (1750-1764)
Dinasti Safawi memiliki beberapa raja yang berhasil memperluas wilayah kekuasaan dan memperkuat ekonomi dan militer negara, namun juga terdapat raja yang lemah dan korup. Meskipun demikian, Dinasti Safawi dianggap sebagai masa keemasan dalam sejarah Iran karena banyak memberikan kontribusi dalam bidang seni, kebudayaan, dan agama.
Secara keseluruhan, meskipun terdapat raja-raja yang berhasil memperkuat kekuasaan Dinasti Safawi dan memperbaiki keadaan negara, namun ada juga raja yang lemah dan tidak mampu mempertahankan kekuasaan mereka. Kekuasaan Dinasti Safawi berakhir pada tahun 1736 ketika Nader Shah merebut kekuasaan dan mendirikan Dinasti Afshariyah.
Pemerintahan Abbas I adalah puncak dari dinasti Shafawi. Secara politik, Abbas I mengatasi berbagai krisis internal yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang ditaklukkan dinasti lain pada masa pemerintahan sultan-sultan sebelumnya. Kemegahan ini tercermin dari stabilitas dan kemakmurannya yang tercermin dari kemegahan ibu kota negara  dan bazar besar serta keindahan arsitekturnya. Bidang seni, Isfahan, berkembang dan studi filsafat mendapat pijakan kembali di negara-negara Islam. Pemerintahan dipulihkan sebagaimana mestinya.[1]
Kemajuan yang dihasilkan kerajaan safawi di Persia
Perkembangan Dinasti Safawi tercapai atas kaum Safawi, hal tersebut bukan hanya dalam aspek politik dan agama saja, tetapi juga kemajuan dari aspek lainnya, melupiti:
1. Aspek Ekonomi
- Abbas I mengarahkan produksi sutra dan memasarkannya ke Ishfar melalui pedagang, menjadikan mereka perantara antara Syah dan pelanggan asing.
- Selain perdagangan, Kerajaan Safawiyah juga mengalami kemajuan di bidang komunikasi, khususnya di wilayah Bulan Sabit Subur.
- Dinasti Safawi meningkatkan perdagangan dengan negara-negara Eropa dan Asia. Iran menjadi pusat perdagangan yang penting selama periode ini, dan ini membawa kemakmuran bagi rakyat Iran.
2. Aspek ilmu pengetahuan
Sesuai dengan sejarah islam yang ada, bangsa Persia terkenal dengan peradaban yang aspek ilmu pengetahuannya mengalami kemajuan. Sebagai bukti adanya para Ahli ilmu yang hidup ketika masa tersebut, antara lain:
- Baha al-Dien al Anuh (Pengetahuan Umum tentang ilmu).
- Sadr al-dien al-Syria (filsuf).
- Â Muhammad Baqir bin Muhammad Damad (Seorang filsuf, sejarawan, dan sifat dasar kepercayaan serta melakukan pengamatan tentang kehidupan lebah).
- Muhammad Baqir bin Muhammad Damad dan Sadr al-Din al-Syirazi mencapai rumusan paham yang menyatukan antara sofisme agnostik dengan filsafat yang dapat menjelaskan ajaran Syiah Itsna Asharih.
3. Aspek Seni
- Peningkatan seni dan arsitektur: Dinasti Safawi memperkenalkan seni dan arsitektur baru yang dipengaruhi oleh seni Turki, Mongol, dan Arab. Beberapa bangunan penting yang dibangun selama masa pemerintahan Safawi termasuk Masjid Shah di Isfahan, kompleks Imam Reza di Mashhad, dan Istana Ali Qapu.
- Syah Tahmasp juga dikenal sebagai seniman besar yang memproduksi gaun, permadani dan beberapa karya seni logam dan keramik, antara lain.
- Pengembangan seni bela diri: Seni bela diri Iran, seperti seni bela diri Kung Fu, mendapatkan perhatian khusus di bawah pemerintahan Safawi. Selama periode ini, seni bela diri Iran berkembang menjadi seni bela diri yang terkenal di seluruh dunia.
4. Aspek fisik atau pembangunan
- Keberhasilan pembangunan ibu kota Isfahan baru merupakan tempat perkotaan yang terpenting terhadap berkembanganya politik dan ekonomi di Iran juga termasuk tanda valdistas Syafawiah.
- Mulainya era 1603 pembangunan masjid kerajaan dibagian timur dan diselesaikan pada era1618.
-  Mulainya era 1611 pembangunan Masjid Kerajaan di bagian selatan dan  diselesaikan pada era 1629.
- Istana dan Ali Qapu, gedung administrasi pusat, dibangun di sisi barat .[1]
Penyebab kemunduran Kerajaan Dinasti Safawi di Persia
Ada beberapa sebab kemunduran dan keruntuhan dinasti (kerajaan) Safawi, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Lama berkonflik dengan Kesultanan Utsmaniyah, pendirian Kerajaan Safawi yang berpikiran Syiah menjadi ancaman bagi Kesultanan Utsmaniyah.
- Beberapa pemimpin Kerajaan Safawi menderita kerusakan moral. Ini juga mempercepat proses kematian kerajaan.
- Kelompok Ghulam atau budak didirikan oleh Abbas I tak memiliki antusiasme yang membara. Permasalahan internal berupa perampasan kewenangan sering terjadi disuatu lingkungan kerabat kerajaan.
- kelemahan sultan Hal ini disebabkan tidak adanya sistem perencanaan kader bagi calon penerus kekuasaan, karena dikhawatirkan akan menjadi bumerang, meninggalkan raja sebagai penanggung jawab kader dan mengambil alih kepemimpinan sebelum waktunya. Alasan lain kelemahan mereka adalah kesenangan mereka dalam kemewahan dan kemabukan.
- Perekonomian lemah. Alasan lainnya adalah karena para sultan sangat rakus untuk memperoleh artileri Eropa sehingga mereka membebaskan para pedagang Eropa dari bea impor dan ekspor atas barang-barang Eropa dan Safawi. Akibatnya, penerimaan negara berkurang. Selain itu, penggunaan uang negara untuk mendukung kehidupan boros keluarga kerajaan juga sangat mengurangi perbendaharaan sehingga gaji tentara tidak bisa dibayar.
Runtuhnya Dinasti Safawi juga disebabkan oleh beberapa perubahan luar biasa dalam hubungan antara negara dan gereja. Awalnya, Safawiyah adalah sebuah gerakan. Namun, ketika Safawiyah berkuasa, dia malah menindas bentuk milenial Islam Sufi sekaligus mendukung pembentukan pamong praja. Safawi menjadikan Syiah sebagai agama resmi Iran sambil memusnahkan pengikut Sufi mereka, seperti yang mereka lakukan terhadap ulama Sunni.
Krisis abad ke-18 mengakhiri sejarah Iran pra-modern. Bahkan, di hampir semua wilayah Muslim, periode pramodern diakhiri dengan intervensi Eropa, penaklukan, dan pembentukan beberapa rezim kolonial. Dengan demikian, integrasi ekonomi dan pengaruh politik negara-negara Eropa menguat sebelum runtuhnya kerajaan Safawi dan liberalisasi ulama.[1]
B. Â Dinasti Mughal di India (Sejarah Berdiri dan Perkembangan)
Kekaisaran Mughal adalah kelanjutan dari Kesultanan Delhi ketika menandai puncak dari perjuangan panjang untuk membentuk Kekaisaran Islam India berdasarkan sintesis warisan Persia dan  India.
Kerajaan Mughal (Mughal-pen) didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur (1526-1530 M). Dilihat dari silsilah, Babur adalah cucu dari garis ayah Timur Lenk, dan dari garis ibu adalah keturunan Jenghis Khan. Ayahnya adalah Omar Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi wilayah Fergana dari orang tuanya ketika dia berusia 11 tahun.
Babur adalah seorang pangeran dari daerah Ferghana di wilayah yang sekarang termasuk Uzbekistan. Ia merupakan keturunan dari Genghis Khan dan Tamerlane yang merupakan pemimpin besar dari bangsa Mongol. Pada tahun 1504, Babur berhasil merebut tahta kerajaan Kabul di wilayah Afghanistan dan mulai memperluas pengaruhnya ke wilayah India.
Pada tahun 1526, Babur menaklukkan Delhi dan memulai periode pemerintahan Mughal di India. Selama masa pemerintahannya, Babur berhasil menaklukkan banyak wilayah di India utara dan tengah, meskipun ia sendiri mengalami beberapa kekalahan dalam pertempuran melawan pasukan Rajput. Namun, setelah kematiannya pada tahun 1530, putranya, Humayun, mewarisi tahta dan mengalami kekalahan dalam beberapa pertempuran melawan pasukan Afghan.
Babur memerintah Punjab dengan Lahore sebagai ibukotanya. Setelah itu, dia memimpin pasukannya ke Delhi. Pada tanggal 21 April 1526, pertempuran dahsyat terjadi di Panipat. Ibrahim Lodi dan ribuan prajuritnya tewas dalam pertempuran itu. Babur dengan penuh kemenangan memasuki Derry, tempat dia mendirikan pemerintahannya. Maka berdirilah Kerajaan Mughal di India yang merupakan warisan kebesaran Timur, bukan darah India.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya Kerajaan Mughal adalah:
- Ambisi dan karakter Babur sebagai pewaris kekuasaan ras Mongol.
-  Tanggapan terhadap krisis  saat ini di India.[1]
Sistem Pemerintahan Kerajaan Mughal Di India
Sistem pemerintahan dinasti Mughal didasarkan pada kekuasaan mutlak kaisar atau raja. Kaisar Mughal adalah pemimpin tertinggi negara dan memerintah atas dasar kekuasaan turun temurun. Sistem pemerintahan ini juga didasarkan pada prinsip kerajaan Islam yang mengatur tata kelola pemerintahan.
Pemerintahan Mughal dijalankan oleh para amir dan menteri yang ditempatkan di bawah pengawasan langsung kaisar. Amir dan menteri ini bertanggung jawab atas berbagai aspek pemerintahan seperti keuangan, administrasi, militer, dan kebijakan luar negeri.
Kemajuan yang dihasilkan Kerajaan Mughal di India
a. Aspek Politik dan Administrasi Pemerintahan
- Pemerintahan kabupaten dipimpin oleh seorang Sipah Salar (Kepala), sedangkan kecamatan dipimpin oleh seorang Faujdar (Komandan). Posisi sipil juga diberi pangkat militer. Padahal, para perwira ini harus menjalani pelatihan militer. Akbar menerapkan kebijakan toleransi umum (sulakhul). Di bawah kebijakan ini, semua orang India dianggap sama. Mereka tidak terpengaruh oleh perbedaan ras dan agama. Kebijakan ini dipandang sebagai model toleransi yang dipraktikkan oleh para penguasa Muslim.
- Wilayah kekaisaran juga dibagi menjadi provinsi dan distrik, dikelola oleh pejabat pemerintah pusat untuk melindungi pendapatan pajak dan mencegah penyalahgunaan petani.
b. Aspek Ekonomi
- Kekaisaran Mughal memiliki ekonomi yang kuat dan makmur pada masa pemerintahannya. Mereka mengembangkan sistem irigasi, membangun jalan raya dan memperkenalkan sistem pajak yang lebih efektif. Mereka juga berdagang dengan negara-negara di Timur Tengah, Asia Tengah, dan Eropa. Pengembangan sistem kredit untuk pertanian. Ada sistem pemerintah daerah tujuannya dipakai sebagai hasil satuan pertanian dan menjaga petani.
- Perdagangan serta pengolahan industri pertanian mulai berkembang. Pada masa Akbar, konsesi perdagangan diberikan kepada  British East India Company (EIC) The British East India Company, yang telah berdagang di India sejak tahun 1600-an. Mereka mengekspor kapas dan busa sutra India, kain sutra mentah, sendawa, nila dan rempah-rempah, serta mengimpor perak. dan  logam lainnya dalam jumlah  besar.
c. Aspek Agama
- Perkembangan Islam di Kerajaan Mughal mencapai tahap yang menarik pada masa Akbar yang menyebarkan agama baru, konsep Dingirahhi. Karena kecenderungan ini, Akbar dikritik oleh berbagai kelompok Muslim. Umar Asasuddin Sokah, peneliti dan guru besar di Sekolah Tinggi Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, menyamakan konsep Din-i-llah dengan Pancasila di Indonesia. Hasil penelitiannya menyimpulkan: "Din-i-llahi adalah (ideologi/dasar pemerintahan Akbar) dan Pancasila adalah milik bangsa Indonesia. Perbedaan kasta di India berdampak positif bagi perkembangan Islam karena di Benggala, masyarakat langsung memeluk Islam, terutama kasta rendah yang merasa diabaikan dan dikutuk oleh orang-orang Hindu Arya yang angkuh.Pengaruh bahasa Parsi sangat kuat, dari penggunaan bahasa Persia sebagai bahasa resmi Mughal dan bahasa khotbah dapat dilihat perpaduannya budaya Persia dengan budaya India dan Islam menyebabkan kemakmuran budaya Islam India. Dari dinasti Mughal.
- Perkembangan sekte keislaman di India. Pra kerajaaan Mughal, keisliman India adalah  Sunni yang setia. Namun para penguasa Mughal memberikan ruang bagi Syiah untuk memperluas pengaruhnya. Beberapa badan keagamaan juga dibentuk selama periode ini, berdasarkan koneksi dengan sekolah hukum, suap sufi, koneksi dengan syekh, ulama dan orang suci individu. Mereka terdiri dari warga Sunni dan Syiah.
d. Aspek Seni dan Budaya
- Seni dan Sastra: Kekaisaran Mughal menjadi pusat kebudayaan dan seni pada masa itu, dan seni dan sastra berkembang pesat selama periode ini. Beberapa karya sastra terkenal, seperti Ramayana dan Mahabharata, dicetak ulang dalam bahasa Persia dan Urdu. Selain itu, karya seni seperti lukisan miniatur, kaligrafi, dan seni arsitektur berkembang pesat dan menjadi khas Mughal.
- Munculnya beberapa karya sastra tinggi seperti Padmavati mengandung pesan tentang kebajikan manusia yang ditulis oleh pujangga Muhammad Jayazi. Abu Fadhl menulis Akbar Nameh dan Aini Akbar yang berisi sejarah Mughal dan para pemimpinnya.
- Kekaisaran Mughal unggul dalam arsitektur. Taj Mahal di Agra adalah puncak mahakarya arsitektur saat itu, diikuti oleh Istana Fatepur Sikri Akbar dan Masjid Agung Delhi di Lahore. Di Old Delhi, bekas pusat Kerajaan Mughal, terdapat Qutb Minar (1199), Masjid Islam Jamikwatu (1197), Makam Iltumish (1235) dan Benteng Al d'Al Ouzar. (1305), Masjid Khirki (1375), Makam Nasrudin Humayun, raja Mughal kedua (1530-1555). Kota Hyderabad memiliki empat menara Benteng Char Minar (1591). Di kota Jaunpur berdiri Masjid Jami Atala (1405). Kreasi taman Mughal secara harmonis memadukan gaya Asia Tengah, Persia, Timur Tengah, dan lokal.[1]
Penyebab Kemuduran dan Kehancuran Dinasti Mughal di India
faktor-faktor yang menyebabkan keruntuhan dinasti tersebut adalah stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer Mughal sehingga tidak mampu menyaingi keunggulan militer Inggris, kelemahan kompetensi kepemimpinan para penguasa setelah periode kepemimpinan Aurangzib, kemerosotan moral serta pemborosan keuangan di kalangan istana sehingga menimbulkan gejolak di tengah masyarakat, konflik internal perebutan kekuasaan, penyerangan dari bangsa lain, dan penerapan syariat Islam oleh Aurangzib secara keras yang mengakibatkan pemberontakan dari umat non-Islam.[1]
C. Â Dinasti Utmani di Turki (Sejarah Berdiri dan Perkembangan)
Kekaisaran Ottoman di Turki adalah salah satu dari tiga kerajaan besar Islam Abad Pertengahan, bersama dengan Safawi dan Mughal. Dewan ini berlokasi di Istanbul, Turki. Kerajaan tersebut muncul dari suku nomaden yang menetap di kawasan Asia Tengah. Mereka termasuk suku Kayi, salah satu suku di Turki barat yang terancam gelombang kekerasan dari invasi Mongol.
Pendiri Kesultanan Utsmaniyah di Turki adalah orang Turki dari suku Oghuz yang tinggal di Mongolia dan Tiongkok utara. Dalam waktu sekitar 3 abad mereka bermigrasi ke Turkestan, kemudian ke Persia dan Irak, masuk Islam sekitar abad ke-9 atau ke-10 M, dan menetap di Asia Tengah. Pada abad ke-13 M, di bawah tekanan berbagai serangan bangsa Mongol, bangsa Turki yang dipimpin oleh Atogol melarikan diri ke dinasti untuk mengabdi kepada penguasa yang dipimpin oleh Sultan Aludin II saat itu. melawan Bizantium. Upaya itu berhasil. Jadi Seljuk menang.
Atas jasa baik tersebut, Sultan Alauddin II menghadiahkannya sebidang tanah di perbatasan Nahi di Asia Kecil, setelah itu Turki terus mengembangkan wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kotanya.
Di era 1289 M, Artogol sudah mati. Penguasanya dilanjutkan oleh keturunan Utsman (bernama Sultan Ottoman bin Sauji bin Artogol bin Sulaimansyah bin Kia Alp). Ditetapkan bahwa putra Artogol adalah pendiri Kekaisaran Ottoman. Dia memerintah dari tahun 1290 hingga 1326 M.  Seperti ayahnya, Utsman berjasa besar bagi Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya menaklukkan benteng Bizantium pada tahun  1300 Masehi. Kekaisaran Seljuk diserbu oleh bangsa Mongol  dan Sultan Alauddin II  sudah terbinasakan.
Belakangan, Kekaisaran Seljuk terpecah menjadi beberapa kerajaan yang lebih kecil. Ottoman juga mendeklarasikan kemerdekaan dan memiliki kekuasaan penuh atas wilayah yang didudukinya. Sejak itu, Kekaisaran Ottoman didirikan. Penguasa pertama adalah Ottoman (sering disebut Osman I). Kekaisaran Ottoman adalah salah satu dari tiga kerajaan yang mempromosikan perkembangan Islam. [1]
Sistem Pemerintahan Dinasti Utsmani di Turki
Sistem pemerintahan Dinasti Utsmani pada awalnya didasarkan pada pemerintahan yang dipimpin oleh seorang sultan atau kaisar. Namun, sistem pemerintahan ini mengalami banyak perubahan selama berabad-abad kekuasaannya. Berikut adalah beberapa aspek penting dari sistem pemerintahan Dinasti Utsmani:
- Sultan: Sultan adalah kepala negara dan penguasa mutlak dalam sistem pemerintahan Utsmani. Kekuasaan sultan sangat luas dan mencakup hampir semua aspek pemerintahan, termasuk kebijakan luar negeri, keamanan, dan ekonomi. Setiap sultan memiliki kekuasaan absolut dan dianggap sebagai representasi langsung dari kekuasaan Tuhan.
- Dewan: Di bawah sultan, ada sebuah dewan yang disebut Dewan Agung atau Divan. Dewan ini bertanggung jawab untuk memberikan nasihat kepada sultan dalam berbagai kebijakan pemerintahan, termasuk masalah militer, keuangan, dan hukum. Dewan Agung terdiri dari pejabat senior dari berbagai departemen pemerintah, seperti Bendahara, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan lain-lain.
- Sipahi: Sipahi adalah pasukan elit Utsmani yang bertanggung jawab untuk menjaga keamanan dalam negeri. Mereka juga bertanggung jawab untuk memberikan kontribusi dalam hal pemungutan pajak dan pengumpulan sumber daya lainnya.
- Millet System: Millet System adalah sistem yang diadopsi oleh Dinasti Utsmani untuk mengatur berbagai agama yang berbeda dalam wilayah mereka. Sistem ini memberikan otonomi kepada masyarakat non-Muslim, termasuk Kristen dan Yahudi, untuk mengatur diri mereka sendiri dalam urusan agama dan keuangan mereka.
- Kebijakan Toleransi: Kebijakan toleransi adalah ciri khas dari sistem pemerintahan Utsmani. Mereka memperlakukan semua warga negara mereka dengan adil dan menghormati berbagai agama dan budaya yang ada dalam wilayah mereka. Hal ini menjadi faktor penting dalam mempertahankan stabilitas politik dan keamanan dalam wilayah kekuasaan Utsmani.
- Pemerintahan Utsmaniyah dibagi menjadi lima periode dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Periode I (1299-1402). Pertumbuhan dan Perkembangan Kekaisaran Ottoman.
- Periode II (1403-1566). Pada masa ini terjadi peralihan akibat perebutan kekuasaan antara anak Bayazid I dan jatuhnya Konstantinopel ke tangan kaum muslimin.
- Periode III (1566-1703). Bertahan tanpa membuat kemajuan apa pun dalam memperluas area.
- Periode IV (1703-1839). Alami kemunduran di ruang yang semakin sempit.
- Periode V (1839-1924). Dalam politik, pemerintahan dan kebudayaan terdapat pembaharuan  dengan  gerakan (1) Tanzimat, (2) Utsmani Muda, (3) Turki Muda, (4) Panturian, (5) Pan-Islamisme, (6) Nasionalisme Turki. .
Untuk memahami pemerintahan Ottoman, seseorang harus mengenal para pemimpinnya. Kesultanan Utsmaniyah tentu memiliki beberapa pemimpin karena pemerintahan Utsmaniyah cukup lama. Ketua dewan adalah:
* Usman I (1300-1326). Bacaan setelah kematian Saljuk Rumi.
* Orham (1326-13591). Ibukota dipindahkan ke Bursa dan daerah itu berkembang.
* Murad I (1359-1389). Mengubah ibu kota menjadi Bursa  Erdine dan menaklukkan Makedonia.
* Bayatsid I (1389-1403). Memerintah Anatolia barat dan menerima gelar sultan al mutawak.
* Muhammad I (1402-1421). Ada banyak perang saudara karena perebutan kekuasaan dan pindah ke fase lain.
* Murad II (1421-1451). untuk menstabilkan politik dalam negeri.
* Muhammad II (1451-1481). Menaklukkan Konstantinopel, mengubah Aya Sofia menjadi masjid dan memindahkan ibu kota dari Erdine ke Konstantinopel pada tahun 1453. Ia juga Al Fatih
* Bayazid II (1481-1512). Dikenal sebagai orang yang lemah.
* Salim I (1512-1520). Taklukkan Mesir dari pemerintahan Mamluk atau pisahkan fokus ekspansi  timur.Â
* Salomo I (1520-1566). Penciptaan dasar hukum membuatnya mendapat julukan "Agung" (to Qanuni/The Magnificent), yang dikenal sebagai khalifah yang paling lama memerintah. Dalam  ekspansi, dia lebih fokus pada lingkungan Ottoman.
* Salim II (1566-1574). Musim ketiga telah dimulai dan periode  ini dikenal dengan banyaknya  istana yang terkait dengan Putra Mahkota.
* Murad III (1574-1595). Penaklukan Georgia.
* Muhammad III. (1595-1603). Terkenal karena kekejamannya.
* Ahmad I (1603-1617).Â
* Mustafa I (1617-1618). Terjadi kekacauan di negara tersebut.
* Usman II (1618-1622).
* Mustafa I (1622-1623).
* Murad IV (1623-1640).Â
* Abraham (1640-1648).
* Muhammad IV (1648-1687).
* Salomo II (1687-1691)
* Ahmad Il (1691-1695).
* Mustafa II (1695-1703). Kehilangan Hongaria atas wilayah Utsmaniyah. * Ahmad III (1703-1730). Masuk periode ke-4 Mahmud I (1730-1754)
* Usman III (1754-1757).* Mustafa III (1757-1773). Rebut kembali pesisir Asia Kecil.
* Abdulhamid I (1773-1789). Penutupan kontrak kinerja dengan Russian Chatrine ll.
* Salem III (1789-1807).
* Mustafa IV (1807-1808).
* Mahmud II (1808-1839). Reformasi pasukan Janissari.
 * Abdul Majid (1839-1861). Masuk periode K-5 dan masuk Piagam Guihanes.
* Abdul Aziz (1861-1876).
* Abdulhamid II (1876-1909).
* Muhammad V (1909-1918).
* Muhammad VI. (1918-1923).
Kemajuan yang dihasilkan Kerjaan Dinasti Utamani di Turki
Kesultanan Utsmaniyah tidak banyak berperan dalam sains, tetapi berhasil dalam bidang militer, arsitektur, dan agama. Di bidang militer, hal ini dibuktikan dengan kehadiran Praetorian Guard, pendukung utama kekuasaan Ottoman, dan keberadaan angkatan laut yang mampu menguasai laut seperti Laut Hitam dan Laut Merah. Secara arsitektural, Masjid Aya Sofia dan Masjid Raya Suratan Mehmet Fatih merupakan bukti keindahan arsitektur Ottoman, dengan gayanya masing-masing. Adanya tarekat Bektasyiyah yang banyak didukung rakyat biasa, tarekat Maulawiyah yang didirikan oleh Jalaludin Ar Rumi dan didukung luas oleh elit Utsmaniyah, dan tarekat Naqsabandiyah yang didirikan oleh Muhammad bin Muhammad Bahauddin Naqsabandi merupakan bukti kuat adanya semangat keagamaan Utsmaniyah.
Penyebab Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Utmani di Turki
Tiga faktor penyebab jatuhnya Kesultanan Utsmaniyah;
- Lemahnya para sultan dan sistem birokrasi. Sistem birokrasi pemerintahan di Kesultanan Utsmaniyah bergantung pada  kemampuan sultan yang merupakan faktor yang sangat rentan ketika kesultanan runtuh. Pergantian kekuasaan dengan personal dan kepemimpinan yang lemah membuat manajemen sulit diatur.
- Menurunnya kondisi sosial ekonomi. Belakangan, perubahan ekonomi yang memburuk mempersulit kerajaan untuk mengatasi pertumbuhan perdagangan ekonomi internasional. Eropa pada saat itu adalah ekonomi yang mementingkan diri sendiri yang menciptakan situasi ini.
- Munculnya kekuatan Eropa. Situasi politik di benua Eropa menjadi faktor yang mempercepat runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah. Sementara Kekaisaran Turki tertarik untuk memperbaiki keadaan negara dan situasi ekonomi rakyatnya, pada abad ke-16 orang Eropa memobilisasi kekuatan militer, ekonomi, dan teknologi serta mengeksploitasi kelemahan Turki Ottoman.[1]
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dinasti Shafawi Kata Safawi berasal dari kata "shafi", nama leluhur Sultan Shafawi, Shafi al-Din Ishaq al-Ardabili, pendiri dan pemimpin ordo Shafawi.
Sistem pemerintahan dikembangkan oleh Ismail I (1501-1524), Tahmasp I (1524-1576), Ismail II (156-1577), M. Khudabanda (1577-1787), Abbas I (1588-1628), Safi Mirza ( 1628-1642), Abbas II (1642-1667), Sulaiman (1667-1694), Husein (1694-1722), Tahmasp II (1722-1732), Abbas III (1732-1736).
Keruntuhan Jatuhnya pemerintah pusat terjadi setelah kematian Abbas I. Setelah kematian Abbas I, tidak ada  yang memiliki visi atau keterampilan yang sama. Saat itu, pasukan  Safawiyah diabaikan dan dibagi menjadi beberapa resimen kecil. kamu lemah Kemudian, pada akhir abad ke-17, angkatan bersenjata Safawi tidak lagi menjadi "mesin militer" yang berguna.
Dinasti Mughal di India Kesultanan Mughal merupakan kelanjutan dari Kesultanan Delhi karena menandai puncak perjuangan panjang untuk membentuk kerajaan Islam India berdasarkan sintesis warisan  Persia dan  India. Kesultanan Mughal (Mughal-pen)  didirikan oleh Zahiruddin Muhammad Babur (1526-1530 M).
Pemerintahan Dinasti Moghul dikuasai oleh Zahirudin Babur (1529-1530), Humayun (1530-1556), Shah Akbar  (1556-1605), Jahangir (1605-1627), Shah Jehan (1627-1658), Auerang (1627-1658), Auerang (1657)-170, Bahadur Syah (1707-1712), Jihadur Syah (1712-1713), Farruk Siyah (1713-1719), Mohamedo (1719-1740), Ahmad Syah (1748-1754), Almgir II (1754-1759), Alam II (1759-1806), Akbar II (1806-1837), Bahadur Schah II (1837-1858).
Keruntuhannya disebebakan karena stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer Mughal sehingga tidak mampu menyaingi keunggulan militer Inggris, kelemahan kompetensi kepemimpinan para penguasa setelah periode kepemimpinan Aurangzib, kemerosotan moral serta pemborosan keuangan di kalangan istana sehingga menimbulkan gejolak di tengah masyarakat, konflik internal perebutan kekuasaan, penyerangan dari bangsa lain, dan penerapan syariat Islam oleh Aurangzib secara keras yang mengakibatkan pemberontakan dari umat non-Islam.
Kesultanan Utsmaniyah di Turki Pendiri Kesultanan Utsmaniyah adalah orang Turki dari suku Oghuz yang mendiami bagian utara Mongolia dan Cina, Masuk Islam sekitar abad ke-9 atau ke-10 M dan menetap di Asia Tengah. Pada abad ke-13 M, di bawah tekanan invasi Mongol berulang kali, Atogor memerintah Turki.
Sistem politik Dinasti Utsmaniyah di Turki dapat dikatakan sebagai sistem politik yang sangat rumit, yang dapat dilihat dari kondisi dan budaya yang berlaku, mulai dari sistem administrasi hingga tatanan sosial secara keseluruhan. Di Asia Tengah tujuannya adalah pada pola perang yang dilancarkan, tujuannya adalah pengaruh Persia. Dalam menerapkan monarki absolut, objek pengaruh Romawi Timur  diterapkan pada pengertian pemerintahan.
Runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah disebabkan oleh melemahnya para sultan dan sistem birokrasi, serta memburuknya kondisi sosial ekonomi. Perubahan yang terjadi pada melemahnya perekonomian, munculnya kekuatan-kekuatan Eropa. Kondisi politik di benua Eropa menjadi faktor yang mempercepat  runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah.
DAFTAR PUSTAKA
Hourani Albert, Sejarah Bangsa-bangsa Muslim, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2004.Â
Syaefudin Machfud, Dinamika Peradaban Islam Prespektif Historis, Yogyakarta: CV Pustaka Ilmu Group Yogyakarta, 2013.
Syamsudini, Sejarah Peradaban Islam, Jember: Darussholahpress, 2012.Â
Aizid Rizem, Sejarah Peradaban Islam Terlengkap Periode Klasik, Pertengahan, dan Modern, Yogyakarta: DIVA Press, 2015.
Rofiq Ahmad Choirul, Cara Mudah Memahami Sejarah Islam, Yogyakarta: IRCiSoD, 2019.
Abubakar Istianah, Sejarah Peradaban Islam untuk Perguruan Tinggi Islam dan Umum, Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Uliyah Taqwatul, Kepemimpinan Kerjaan Turki Utsmani: Kemajuan dan Kemundurannya, Jurnal An-Nur: Kajian Pendidikan dan Ilmu Keislaman, 2021.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI