Kamu memang bukan peri yang menghampiriku dengan sayap
tapi mendekat dengan kepedulian pada diriku
Aku manusia pincang harapan.
Kamu meraba rasa sakit ini untuk dipahami atas apa yang aku alami.
Air matamu turun lebih dulu daripada aku yang justru membekukan tangis.
Kata-kata seakan telipat pada bibirku saat di hadapanmu, dan aku begitu kelu.
Dirimu selembut tetes gerimis saat turun mengaliri kemaraunya jiwa ini.
Bunga-bunga itu akan merunduk karena kamu memiliki kecantikan dari dalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!