Mohon tunggu...
Dinar Rahaju Pudjiastuty
Dinar Rahaju Pudjiastuty Mohon Tunggu... Lainnya - menulis fiksi dan non fiksi

Beberapa karya fiksi berbentuk cerita pendek bisa dilihat di berbagai koran. Menerjemahkan. Menulis non fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Harisa

31 Oktober 2023   07:44 Diperbarui: 31 Oktober 2023   07:45 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak terlalu perduli dengan spesies maka wabah PanSpecio ini menjangkiti seluruh makhluk. Semua negara menerapkan darurat militer. Terisolasi dengan pemenuhan kebutuhan yang minimum saja. Gejalanya sama, makhluk yang terinfeksi tampak tak menunjukkan sakit, tetapi tiba-tiba kemudian mati tercekik. Tetiba saja jalan nafasnya kejang dan tak ada obat, terapi, atau bantuan alat medis yang cukup cepat untuk menangani. Sepertiga penghuni planet itu sudah musnah. Walau para pemuka agama menolak, tetapi membakar mayat yang terinfeksi kini menjadi pilihan tepat untuk benar-benar menjamin tak ada lagi penularan. Di samping itu, para pemuka agama pun sudah tak terlalu banyak di planet ini. Nyaris habis terkena wabah ini ketika mereka bercerita bahwa ini adalah murka tuhan.

Ayala sudah beberapa kali menjatuhkan bom panas di tempat dengan konsentrasi wabah tertinggi. Dengan harapan mengurangi penularan. Hanya mengurangi tapi jasad  renik itu belum mau punah. Sampai beberapa jam yang lalu Harisa, anaknya menelepon.

"Ayah, kita harus cepat." Suara Harisa terdengar lain. Seperti bukan suara Harisa. Ayala baru sadar, karena kesibukannya dan juga kesibukan Harisa di pusat penelitian, sudah hampir tiga bulan mereka tak saling berkabar.

Cepat yang diinginkan Harisa adalah kecepatan di luar batas manusia. Cepat sebelum siklon Fatima datang. Siklon Fatima adalah siklon sejuta tahun sekali. Siklon itu bukanlah badai meluluhlantakan bangunan, melainkan badai halus yang menyapu seluruh planet. Lembah, ngarai, jurang, gunung menjulang, laut yang luas, semua akan tersapu siklon Fatima. Tak banyak kerusakan yang ditimbulkan siklon ini. Hanya sedikit gemerisik gangguan sinyal satelit, mungkin makhluk yang lupa mengenakan pelindung mata dan wajah akan mengalami kelilipan dan kulit kering. Hanya itu. Tak seorang pun di planet mengingat siklon ini padahal kitab-kitab menuliskannya, lembaga arkeologis mencatatnya, lembaga prakiraan cuaca memiliki catatan lengkap tanda siklon itu. Semua melupakan kejadian di luar wabah.

Semua seolah terfokus pada kata wabah. Wabah. Wabah. Mati.

Di komplek penelitian tempat Harisa bekerja, tim Harisa sudah berhasil membuat nanopartikel yang diharapkan bisa memerangi jasad renik itu. Tinggal memikirkan bagaimana menyebarkannya secara cepat ke seluruh planet. Cepat secepat-cepatnya mengingat sumber daya penunjang kehidupan manusia di tiap negara sudah habis. Hampir semua negara sudah bangkrut.

"Jatuhkan bom pada pukul sekian sekian di koordinat ini, ayah," begitu kata Harisa di telepon. Ia sudah memperkirakan bahwa kalau bom dijatuhkan, nanopartikel itu akan mengambang di udara bersama dengan udara yang terhempas bom, selanjutkanya mereka akan menunggang siklon Fatima mengelilingi planet, bertarung dengan jasad renik itu.

Di laboratorium, nanopartikel itu mampu melumpuhkan jasad renik hanya dalam hitungan jam. Orang atau makhluk yang kontak dengan nanopartikel itu tidak akan merasakan efek apapun. Begitu cerita Harisa.

"Itu kompleks penelitianmu. Aku akan menyuruh Letnan Diaz mengevakuasi tim mu terlebih dahulu sebelum aku menjatuhkan bom."

"Tak perlu, ayah," kata Harisa. "Kami semua di sini sudah terinfeksi."

Ayala sudah pernah mengalami perang tapi belum pernah ia harus memilih seperti ini, yang ia lakukan tanpa keraguan: "Kalau begitu, suntikkan nanopartikel itu pada dirimu dan timmu dulu. Peduli setan dengan dunia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun