Mohon tunggu...
Dinar Rahaju Pudjiastuty
Dinar Rahaju Pudjiastuty Mohon Tunggu... Lainnya - menulis fiksi dan non fiksi

Beberapa karya fiksi berbentuk cerita pendek bisa dilihat di berbagai koran. Menerjemahkan. Menulis non fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Harisa

31 Oktober 2023   07:44 Diperbarui: 31 Oktober 2023   07:45 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Adakah para penghuni surga bermimpi? Ketika semua gelisah hilang dan semua keinginan tercapai, mimpi yang katanya kegelisahan dan keinginan yang terpendam, masihkah mimpi menjadi bunga tidur para penghuni surga? Jika ya, maka Tuhan belum menjamin semua keinginan penghuni surga terpenuhi. Jika para penghuni surga tak bermimpi, maka tempat itu bukan surga, karena bahkan mimpi yang gratis itu saja, surga tak punya.

Kolonel Ayala melompat turun dari helikopter yang belum menjejak bumi. Memberi tabik pada yang menyambutnya, langkah lebarnya membawa Ayala masuk ke gedung itu. Tidak langsung masuk ke bagian utama, melainkan ia memasuki kubah suci hama yang mana pakaian dan diri Ayala akan dibasuh oleh sinar ultraviolet. Ayala menanggalkan seluruh bajunya dan mengenakan kacamata pelindung. Terdengar desir halus yang menunjukkan bahwa pensucihamaan di kubah itu sedang berlangsung. Satu lapis terluar kulit mati meluruh. Bagian jaringan yang sudah mati, ia tak perlu khawatir akan membawa jasad renik itu bersamanya.  Tapi kenangan, kenangan tak akan luluh hanya karena sinar ultraviolet. Jasad renik, atau apapun, selama itu adalah materi yang nampak di alat bantu penglihatan, adalah makhluk lemah dibandingkan kenangan.

Menuju ruang komando, Ayala seolah merasa perlu membetulkan kerah bajunya yang sudah rapih. Ada yang berbeda ketika ia menapaki lorong menuju ruang komando. Tabik yang diberikan kepadanya dari para perwira bukanlah tabik karena disiplin, lebih melainkan karena perasaan senang dan sedih yang tertahan sikap dan baju seragam.

Membuka pintu ruang komando, Ayala melihat semua awak ruang komando berdiri menghadap dirinya. Memberi tabik. Dan satu sosok yang menghadang dirinya menyalami Ayala dengan genggaman yang kuat.

"Bersih," bisik sosok itu. "Semua sudah bersih," ulang Jendral H sambil melepaskan masker. Ayala melihat monitor yang terpampang di dinding, semua titik jaga melaporkan hal yang sama. Tanda hijau bahwa daerah itu sudah bersih.

Mata Ayala berair. Ia melepas masker. Ia melepas tanda identitas pemegang komando dan menyimpannya di salah satu meja di dekatnya.

"Ijin untuk mengakhiri operasi ini Jendral," bisiknya. Tabiknya berbalas tabik yang khusyu dari seluruh yang ada di ruangan itu.

Untuk sejenak, tampaknya bahkan tak ada suara di permukaan planet ini. Bahkan Ayala tak mendengar suara sepatunya, suara kicauan elektronik, suara apapun, sampai ia tiba di ruangannya dan duduk. Seharusnya ia menangis, seharusnya ia bisa menangis, tapi tak ada air yang keluar dari matanya. Ayala melepas satu kancing atas bajunya dan bersandar.

"Harisa," bisiknya.

Anak itu sudah besar. Tiga gelar akademis tertinggi di universitas terbaik membuntuti nama anak itu. Tiga kali pula Ayala harus menyiapkan sepatah kata sebagai orang tua wisudawan terbaik. Dan kemudian ia bekerja di pusat penelitian dunia.

Menunggang angin, nanopartikel yang kini bernama partikel Harisa kini sedang menyapu planet. Menyudahi wabah ini. Lima tahun sudah jasad renik yang terkubur di kedalaman bumi ini terbangkitkan ketika salah satu mesin bor penambang minyak memecah meteor purba di perut planet, ketika mesin itu terangkat, maka jasad renik itu kontak dengan udara dan kembali bangkit. Jasad itu berada dalam keadaan mati suri entah berapa milyar tahun dan kini mereka bangkit, menganggap semua yang memiliki nafas adalah inangnya, manusia, ternak, hewan liar, hewan peliharaan, hewan terbang, melata, berenang, berkaki tak berkaki, bagi jasad renik itu semua sama, mereka hanyalah inang, wahana tempat jasad renik itu menumpang. Perkara sang inang bisa lanjut hidup atau mati, jasad renik itu tak terlalu peduli. Mereka bisa melompat ke inang yang lain dengan mudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun