Kalau di logika kita, 10 – 1 = 9
Tapi kalau logika Allah, 10 – 1 = 19. Kita punya duit 10 disedekahkan 1, maka 1 akan kembali menjadi 10. Maka total duit kita menjadi 19.
Jadi misalnya kita punya duit hanya 10.000, tapi saya ingin membeli barang atau hajad yang senilai 50.000. Maka kita perlu sedekah 5000. Karena 5000 x 10 = 50.000 plus sisa uang kita 5000 = 55.000.
Itu matematika sedekah yang saya dapet ilmunya dari Ust. Yusuf Mansyur.
Lalu saya lihat nih gaji saya 850.000. Kebutuhan hidup saya rata-rata harusnya 1.500.000. Berarti kira-kira masih kurang 800.000 an. Berarti duit yang kudu saya sedekahkan adalah 80.000.
Berat tidak menyedekahkan nilai segitu dengan gaji segitu? Jelas berat men. Awalnya.
Tapi ada sebuah video yang saya lihat dari Ustd Felix Siauw.
Beliau berkata bahwa kebiasaan itu ibarat seperti ketika kita menginjakkan kaki kita tanpa alas kaki di hamparan lapangan yang penuh dengan rumput. Pada awalnya, kaki kita akan merasa sakit karena rumputnya masih tajam-tajam. Tapi setelah beberapa kali kita melewati rumput itu, lama-lama rasa sakit itu berkurang karena rumput yang lama-lama semakin merunduk, dan akhirnya menjadi biasa saja untuk dilewati.
Dan yang paling perlu ditekankan adalah, jangan ada alasan apapun yang membuat kita mundur ketika akan melakukan suatu kebaikan. Ketika akan sedekah, kok mendadak logika kita bicara, “kok banyak banget, tapi kan lagi butuh beli itu, gimana nanti mau beli itu?” Nah! Kata-kata semacam itulah salah satu bentuk dari lemahnya manusia. Sekali lagi, selain untuk itung-itungan pelajaran, jangan percaya dengan logika.
Maka agar tidak semakin pusing dengan banyak lagi alasan yang datang untuk menunda, sedekah saya yang pertama adalah senilai Rp 100.000 glondong yang langsung saya masukan di kotak amal masjid Istiqlal.
Pada saat itu mindset saya hanya kepingin ngetes. Apakah yang dikatakan pak ustad-ustad tadi tentang koar-koarnya khasiat sedekah itu benar atau tidak.