"Mmm, nama Mbak siapa?"
"D. Panggil saja D. Di. Deena. Mmm, boleh ditambah dengan embel-embel cantik, manis, jelita, geulis..." jawabku sok cool.
"Eh," perempuan itu menatapku takjub lagi. "Saya kupu-kupu. Butterfly."
Ups, hampir saja air kemasan di genggamanku terlepas mendengar namanya. "Itu nama asli?"
"Bukan. Itu panggilan sayang dari mantanku yang masih terhitung kerabat. Dia juga nanti mau bareng dengan kita. Semoga keburu, ya. Nanti, kukenalkan kepada Mbak. Dia tampan tapi kalah tampan dibandingkan dengan kekasihku. Bedanya, dia lebih perhatian dan sayang kepadaku dibandingkan dengan kekasihku yang sekarang. Oleh karena itu, aku nyaman berdekatan dengannya walaupun dia mengatakan untuk jaga jarak denganku. Â Nama asliku? Ah, tak usah tahu. Seperti kata pujangga terkenal, apalah arti sebuah nama. Indah tetap indah namanya walaupun belum mandi." ucap perempuan itu tertawa renyah.
"Mbak D, tadi bukannya ada KRL Commuterline ke Tanah Abang, ya?"
"Iya, tapi aku ketinggalan dan rasanya sesak, gtu. Kayak judul film "Pacar Ketinggalan Kereta"." ucapku kalem. Tepatnya, sok cool.
"Iya. Kalau di Stasiun Manggarai enak, Mbak. Kereta ke Tanah Abang banyak tapi kalau di Stasiun Kalibata tidak terlalu banyak. Kebanyakannya kereta ke Bogor." Perempuan berjilbab biru ala hijaber di sebelahku mengeluarkan sebuah dompet. Nampaknya, dompet itu hanya berisi aneka foto. "Mbak, mau lihat foto-foto pria tampan, 'gak?"
Aku mengangguk.
Satu per satu, perempuan itu membuka beberapa foto pria tampan dan 'tampan'. Ajegile. What?! Ngapain ada foto Lilo di sana? What the hell?! Hadeuh... Aku tersenyum sendiri.
"Eh, mengapa Mbak tersenyum sendiri?"