Â
Minggu pertama pada bulan Januari 2016...
"D," panggil Al manis.
Kuangkat wajahku. "Yes?"
"Apakah kau tahu bagaimana perasaanku saat ini?"
"Dunno."
"Perasaanku seperti Genie in a bottle!"
"Eh," aku menatap Al bingung.
"Iya, aku ingin bersamamu tapi tidak bisa. Mmm, sulit. Mungkin, belum bisa. Kau licin bagaikan belut."
Aku nyengir. "Lah, sekarang kau bersamaku, Al. Beuh, licin bagaikan belut. Iiihhh, ya udah, nanti kutaruh belut di dalam botol."
"Wah, sebelum belut masuk ke botol, aku akan segera keluar dari sana lalu hush.... Keluar dan menemuimu lalu mengabulkan permintaanmu."
Aku tergelak geli.
Al menatapku bahagia. Entah, bahagia kenapa....
Kami kembali terdiam. Sibuk dengan pikirannya masing-masing. Senja semakin menampakkan giginya.
Aku dan Al duduk berhadapan menatap jalan raya dari balik kaca sebuah restoran khas Jawa Barat. Alunan musik lembut menemani kami. Mendadak aku lapar. Segera, kupesan beberapa hidangan yang diaminkan oleh Al. Menu kami sama.
***
Tamu istimewa yang kami tunggu tak kunjung datang.
"D, Widya tak bisa datang karena kesibukannya di kantor. Dia minta maaf dan menyampaikan salam untukmu." ucap Al di sela kunyahannya.
Aku mengangguk dan memberikan dua jempol untuknya.
Telepon genggamku bergetar. Perlahan, kubaca pesan di dalamnya. "Sama, Lilo tak dapat hadir. Dia masih sibuk dengan kegiatannya."
Al menatapku nanar. "Kegiatan apa? Lembur di kantor?"
Kusudahi makanku. Sepiring nasi timbel lengkap ludes dalam hitungan beberapa menit lalu disusul dengan segelas teh tawar hangat mengaliri tenggorokanku.
Aku tersenyum. "Ya, sibuk. Hari ini, dia menemani temannya berobat."
"Temannya? Siapa? Kupu-kupu?"
Aku mengangguk. "Sakit. Dia sakit, temannya itu."
"Mengapa kau biarkan, D?"
Aku menatap Al lurus. "Karena temannya itu lebih membutuhkan Lilo dibandingkan denganku, setidaknya untuk saat ini. Aku harus memahami dan mempercayainya. Paham dan percaya bahwa Lilo takkan berkhianat dan kembali dengannya. Lagipula, untuk saat ini, kehadiranku mungkin lebih layak di sini. 'Temannya' itu masih tanggung jawab Lilo, ya, setidaknya masih adiknya. Begitu. Status mereka itu Abang-Adik, Kakak-Adik, dimana Lilo adalah abangnya dan dia adalah adiknya. Hal yang wajar, bukan, jika seorang Abang melindungi adiknya, apalagi ini adik perempuan."
Al menatapku tak percaya. "Kau..."
"Apa?" tanyaku sebal.
"Dia itu 'teman' bukan adik, apalagi 'adik perempuan'."
"Ya, adik. Adik sepupu." kataku sembari tersenyum manis.
"Arrgghhh, D...."
Aku menatap Al bingung dan kesal. "Kenapa?!"
Jika sudah begini, aku merasa sebagai Genie in a bottle.... Genie yang sulit keluar dari botol karena terperangkap masa lalu.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H