Mohon tunggu...
Dina Purnama Sari
Dina Purnama Sari Mohon Tunggu... Dosen -

There is something about Dina... The lovely one...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kala Rasa Itu Hilang

22 Maret 2015   16:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:17 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada suatu hari....

Al menatapku dengan sejuta makna. Aku melengos untuk menghindari tatapannya itu.

"Romantis, ya, D, kita berpayungan berdua." Ucap Al sok lembut.

Aku terdiam.

"Kau memang perempuan solehah."

"Aku belum solehah karena perempuan solehah itu, ya, tidak pacaran sedangkan aku pacaran dengan Lilo."

Al tersenyum. "Sadis. Nada suaramu sadis. Apakah Lilo yang mengubahmu menjadi sadis?"

"No, kaulah yang mengubahku menjadi sadis."

Aku segera memisahkan diri dari Al ketika tiba di sebuah mall.

Sejenak, Al melipat payung merahku kemudian memasukan ke plastik putih dan menyerahkannya kepadaku. "Thanks, D. Hari ini indah sekali karena kita bisa berpayungan berdua di bawah guyungan air hujan."

Aku tersenyum sekilas.

"Thanks, D, atas oleh-oleh teh upet dan gula batunya. Kau baik sekali kepadaku dan Widya."

Aku tersenyum tipis. "Sama-sama, Al. Mmm, jika bukan karena Widya yang mengidam teh upet dan gula batu, mungkin aku enggan menemanimu ke rumah sakit itu.So, kuharap, besok Widya kembali sehat dan beraktivitas."

"Iya, aamiin, D. Once again, terima kasih. Kehamilan Widya kali ini sama seperti sebelumnya, mabuk berat."

Aku tersenyum lalu menatap Al prihatin. "Kali ini, kau harus menjaganya dengan baik, Al. Jangan kehilangan Widya dan juga bayi yang dikandungnya. Aku senang kalian rujuk kembali."

Al tersenyum manis. "Kau memang baik, D. Maafkan..."

Aku menepis tangan Al yang hendak merengkuhku. "It's okay, Al. Aku paham. Semua rasa itu sudah hilang. Saat ini, aku mati rasa denganmu."

Al menatapku nanar. "D, Widya akan dijemput oleh keluarganya. Untuk administrasi, aku sudah mempercayakan kepada salah seorang anggota keluarganya. Segala biaya akan kutanggung. Mmm, bisakah kita nobar, nonton bareng, untuk terakhir kalinya? Hanya berdua saja, please..."

"Film apa? Kok terakhir kalinya? Duh, jangan bilang begitu...."

"Mmm, Cinderella? Spongebob? Paddle Pop"

"Eh?" aku menatap Al heran. "Itu bukannya film untuk...."

"Untuk dewasa seperti kita juga bisa, D."

Aku menampik tawaran Al dengan sopan. "Aku sudah menonton film Cinderella dan untuk kedua film lainnya kayaknya aku tidak bersemangat."

"Menonton dengan siapa, D?" tanya Al dengan nada cemburu.

Aku tersenyum. "Lilo dan dia sepertinya kurang nyaman dengan film tersebut."

"Bagaimana dengan film lain?"

"Mmm, no-lah. Kita bukan muhrim."

Al menatapku sebal. "Lah, kau dan Lilo belum muhrim?!"

Aku tertawa lepas. "Tak perlu ditanyakanlah tentang hal itu..." Kataku bergegas masuk ke mall. "Ayo, kita segera beli keperluan yang diminta Widya dan setelah itu kembali ke rumah sakit."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun