"Dulu, pernah ada istilah telepon asmara.... Nah, mungkin, kira-kira hal itulah yang kami lakukan.... Kami berbicara banyak hal dengan disertai bantuan alat, mmm, alat sederhana, ya sebut saja alat yang memudahkan proses persetubuhan antara lelaki dan perempuan.... Apakah perlu kusebutkan bendanya, D?"
Aku menepuk jidat lagi. "Ya ampun," Aku geleng-geleng kepala. Refleks, kuucapkan,"Astagfirullah."
"Bendanya itu...."
"Stop! Tak usah kau sebutkan apa saja benda-benda tersebut. Lanjutkan kisahmu saja." Kataku memotong penjelasan Nilam dengan cepat.
"Sebetulnya, dia sudah lama menginginkan hal itu.... Bersetubuh denganku.... Dia bilang kalau aku bodoh dan perempuan yang tak punya logika berpikir, kecuali satu hal, yaitu membahas mengenai sex education. Hal itulah yang membuat dia betah berbincang lama denganku via telepon. Dia tak nyaman dengan hal-hal lain kepada diriku, kecuali hal itu."
"Oke, aku paham. Lalu?"
"Mmm, lalu, aku pun memutuskan untuk mencobanya.... Mencoba untuk melakukan hal itu, bersetubuh dengannya di udara via telepon."
"Rasanya bagaimana?" tanyaku sembari menuangkan air putih ke dalam gelas.
"Ya, begitulah. Ada sensasi tertentu yang kurasakan. Selama satu jam kami melakukan hal itu...."
Kutehuk air hingga tandas. Lalu, kukerucutkan bibir.
"Jangan salah sangka dulu, D. Aku masih perawan hingga saat ini. Sumpah. Lagipula, itu hanya bohongan, bersetubuh di udara...." Nilam menerawang.