Aduk sana-sini. Abrakadabra! Hula! Sebentar lagi, adonan pudingku matang.
"Hallo, assalamuaikum." jawabku cepat kala kulihat lampu ponselku menyala. Tanda bahwa ada telepon masuk.
"Waalaikumsalam. Lagi apa,D?"
Kunaikan alis. "Mengaduk adonan puding yang sebentar lagi matang.
"Wah, senangnya. Seandainya puding itu buatku." ucapnya menerawang.
Aku nyengir hangat. "Sure, tentu saja boleh. Datang saja besok ke rumahku dan puding ini menjadi milikmu."
"Betul, D?"
"Iya, tentu saja boleh. Mosok, saya melarangmu untuk datang menikmati puding. Selain itu, besok lebaran. Idul Fitri, tak salahnya bersilaturahmi, bukan," ucapku ringan. "Mmm, ajak Widya juga, ya, Al." pintaku manis.
Al menarik nafas berat. "Dia pulang kampung, D."
Aku tertegun. Kumatikan kompor. "Bentar, Al. Kupakai handsfree dulu, jangan dimatikan, ya." Al menurut.
Satu menit kemudian. "Ok, Al lanjut. Oh, kukira Widya sudah tak dianggap di dalam keluarganya karena sudah tidak satu prinsip lagi dengan kedua orangtuanya."