*Disclaimer : tulisan ini hanyalah opini dari sudut pandang penulis saja tidak bermaksud untuk menghakimi karena bagi penulis setiap manusia berhak menentukan pilihan hidup masing-masing termasuk memilih untuk menikah beda agama dan penulis sangat menghargai pilihan  itu. *
Akhir-akhir ini sosial media saya dipenuhi dengan berita dan kisah dari pasangan sejoli yang menikah namun beda agama. Sebagai sesama manusia tetunya kita tidak bisa menghakimi yang menjadi pilihan mereka. Tentunya sebelum mengambil keputusan tersebut mereka sudah melewati fase jatuh cinta yang luar biasa.
Jatuh Cinta adalah hak semua insan manusia. Semua orang berhak merasakannnya. Walau terdengar sederhana proses jatuh cinta sebenarnya agak sedikit kompleks melewati berbagai tahapan-tahapan yang melibatkan berbagai macam pihak.
Tahap pertama adalah tahap terpikat, Pada tahap pertama ini, hal-hal yang membuat kita  terpikat akan mengaktifkan bagian otak kita yang bernama reseptor opiod.Â
Reaksi otak ini serupa dengan reaksi yang muncul saat tubuh menerima obat pereda nyeri yaitu morfin. Bagian opioid bertanggung jawab untuk mengendalikan perasaan suka atau tidak suka akan suatu hal.
Setelah terpikat kita akan merasakan kasmaran, dalam tahapan ini bayang-bayangnya terus menghantui bahkan membuat kita tidak bisa tidur.
Jika teringat dia akan senyum-senyum sendiri,  hal ini dikarenakan tubuh memicu  produksi hormon dopamin, adrenalin, dan norepinefrin.
Tahap selanjutnya adalah memasuki fase candu. Pada tahap ini seolah dunia hanya milik berdua saja. Kita rela melakukan apapun demi kebahagiannya. Bagi kita dia adalah sosok istimewa tanpa cela.
Setelah melewati fase candu maka sampai ke tahap cinta itu buta. Pada tahap inilah rasa bisa membutakan logika.Â
Nasehat akan bebal bila di terapkan dengan orang yang sudah jatuh cinta. Larangan Tuhanpun mungkin saja di abaikan bila sudah masuk ke fase ini salah satunya larangan menjalin kasih dengan orang yang beda keyakinan.
Fase terakhir dari jatuh cinta adalah membuat kimtmen dan mempertahankannya.
Sepengetahuan saya beberapa agama melarang umatnya untuk menikah beda agama. Hal ini sudah jelas tertera dalam kitab masing-masing agama.
Pelarangan ini tentunya atas dasar yang sangat mendasar yakni agar tujuan hidup dengan pasangan sejalan.
Agama adalah salah satu dasar dan pedoman dalam menjalani hidup, bila dasarnya saja sudah berbeda bagaimana kita meraih tujuan yang sama?.
Menjalin rumah tangga bukan perkara bahagia bersama saja namun akan banyak tantangan dan rintangan, untuk menghadapi itu semua kita perlu dasar yang kuat agar tetap waras. Dasar itu adalah iman, iman terhadap Tuhan.
 Tuhannlah yang menguatkan mental kita menghadapi dunia. Agar bisa berjalam bersama kita perlu keyakinan yang sama.
Menikah dengan sesama agama adalah sebuah perintah Tuhan yang harus umatnya jalani. Hal ini adalah tindakan rasa cinta kita kepada Tuhan dengan kepatuhan sebagai buktinya.
Dalam hidup kita memang harus bertoleransi, tapi esensi dasar toleransi adalah "menghormati" bukan mencampur adukan. Kepatuhan terhadap larangan Tuhan adalah bukti cinta kita yang nyata.
 Hidup bersama dengan pasangan yang beda "keyakinan" dengan kita menurut saya bukan bentuk toleransi tapi adalah upaya kita memenangkan rasa egois kita dengan mengatas namakan toleransi. Hal ini hanya pembenaran dari sebuah kesalahan.
Tapi sekali lagi, hidup adalah pilihan namun libatkanlah Tuhan dalam memilih.
"Jangan Jadikan Cinta Sebagai Pembenaran Pelanggaran Kita Terhadap Hukum Tuhan"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H