Mohon tunggu...
Nadiyya Dinar Ambarwati
Nadiyya Dinar Ambarwati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hallo, sedikit memberi tahu bahwasannya akun ini akan terfokus pada hal-hal yang berbau review, baik itu buku, film, hingga masa lalu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memeluk Hangat Sebuah Perbedaan

11 April 2023   16:12 Diperbarui: 11 April 2023   16:19 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memeluk Hangat Sebuah Perbedaan

 

 Pertama kalinya di bulan Juli 2022 lalu, saya bersama beberapa mahasiswa dan komunitas dari saudara disabilitas mengikuti program Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) untuk mengunjungi sebuah rumah ibadah salah satu agama resmi di Indonesia, yakni Konghuchu. 

Tepat berlokasi di Bio Hok Tek Tjeng Sin, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Tujuan kami berkunjung ialah untuk menjalin persahabatan dengan teman-teman lintas agama, juga untuk memahami betul bagaimana ritual keagamaan dari salah satu agama yang ada di Indonesia ini. 

Di sana, kami disambut hangat oleh pribumi dan kemudian dikenalkan mengenai sejarah keagamaan beserta ritual-ritual keagamaannya secara berurutan. Ketika hendak beribadah, mereka sembahyang di altar Tian (Tuhan YME), lalu dilanjut dengan meminta izin kepada leluhur melalui Tian Te untuk masuk ke dalam Klenteng, lalu mereka berdo'a di altar Hian Thian Siang Te (Penguasa Langit Utara, pemimpin tertinggi para Dewa dan Dewa Langit). 

Selanjutnya mereka pun menggunakan Hio (dupa) yang berbentuk lurus tipis, agar berbagai do'anya bisa sampai kepada Sang Tian (Tuhan YME) dengan hati yang lurus. Menurut keyakinan mereka, ketika berdoa dengan menggunakan hio tersebut dapat memberikan jawaban atas keresahan atau keraguan yang sedang dialami oleh manusia.

Adapun Dupa atau biasa yang disebut dengan Hio tersebut memiliki arti "harum". Kegunaan dari Hio tersebut ialah untuk menenangkan pikirannya, baik pada saat bermeditasi ataupun pada saat hendak berkonsentrasi. Hio juga berguna untuk mengusir hawa-hawa jahat yang berada di sekitar manusia dan berfungsi sebagai alat untuk mengukur waktu (biasanya ini sering digunakan pada zaman dahulu). 

Karena agama adalah sebuah kepercayaan terhadap wujud spiritual, maka jika dikaitkan terhadap fungsi Ilmu Psikologi Agama, tentu Hio tersebut dapat melahirkan pengaruh agama terhadap sikap dan perbuatan seseorang yang dapat membuktikan cara seseorang berpikir, bereaksi, dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan masuk ke dalam konstribusi kepribadiannya.

Selanjutnya, kami dikenalkan dengan Tian, atau yang mereka sebut dengan Tuhan. Tian merupakan subjek Yang Maha Ada, Maha Sempurna, Sang Pencipta Alam Semesta dan Sang Pemilik Keagungan. Adapun Nabi dalam agama Konghucu disebut dengan Nabi Kong Zi. 

Guru Agama atau Pendeta dari Klenteng tersebut pun menjelaskan bahwa Tian digambarkan sebagai roh yang berkuasa atas segala sifat Yin dan Yang. Sedangkan Nabi Kong Zi adalah seseorang yang dipercaya dalam mengembangkan wahyu-wahyu yang diturunkan kepada para Nabi sebelumnya. Karena, ia dianggap sebagai orang pertama yang menerima kelebihan spiritual dan pandai dalam menekuni ajaran-ajaran kuno Konghucu.

Setelah semua penjelasan mengenai sejarah, ritual keagamaan, hingga makna filosofis dari benda-benda yang disimpan di dalam Klenteng itu tersampaikan, kami semua diajak ke dalam sebuah ruangan penerimaan tamu khusus yang berada di lantai dua Klenteng tersebut. Setiap kami diminta untuk memperkenalkan diri yang mencakup nama, asal daerah, dan asal instansi. 

Kebanyakan dari kami adalah berlatar belakang mahasiswa dan komunitas yang sedang melakukan penelitian. Namun, berbeda dengan saya dan dua orang teman lainnya yang sama-sama hanya sekadar ingin tahu dan mengenal lebih dekat dari aspek-aspek keagamaan yang ada dalam agama Konghucu.

Berhubung kami merupakan seorang mahasiswa jurusan Studi Agama Agama, yang di mana teori pembelajarannya ialah berkenaan dengan sejarah dan perkembangan agama-agama dunia, terutama agama yang berada di Indonesia. 

Maka, hal inilah yang menumbuhkan minat kami untuk bisa berkenalan langsung dengan rumah-rumah ibadah sekaligus tokoh-tokoh penganutnya. Dan ternyata, setelah berkenalan panjang lebar, Guru Agama atau Pendeta Konghucu dari Klenteng tersebut memberitahukan bahwa dirinya juga merupakan jebolan dari Magister jurusan Studi Agama Agama. Hal ini membuat kami lebih terpikat dan akrab ketika berbincang bersamanya.

Setelah itu, pimpinan dari ICRP pun memberikan sambutannya dan mengulas cerita-cerita berkenaan dengan sejarah agama Konghucu yang berhasil diresmikan oleh pemerintah Indonesia. Ternyata, peresmian ini tidak terlepas dari salah satu tokoh besar Indonesia, yang merupakan Presiden Republik Indonesia (RI) ke empat, yakni yang akrab disapa Gus Dur. 

Atas kebijakan yang ditetapkannya, agama Konghucu mampu berdiri tegak dan layak mendapatkan segala fasilitas sebagaimana mestinya. Karena, banyak dari mereka yang sudah menjadi penduduk tetap Indonesia. Di samping itu, diceritakan bahwa Gus Dur selalu menjadi sosok yang terhormat, bahkan jasanya dilibatkan dalam perayaan-perayaan keagamaan Konghucu.

Kemudian, dari pihak Konghucu pun menghidangkan makanan berupa katering. Setelah berbincang-bincang kami dipersilakan untuk makan. Dan di sesi terakhir, pihak ICRP memberikan cinderamata kepada pihak Konghucu sebagai bentuk terima kasih dan tanda awal mula dalam menjalin hubungan persahabatan. Tak lupa, sebelum pulang kami semua foto bersama di depan tempat yang mereka sebut dengan Altar Tian Te.

Dari kegiatan yang singkat ini, membuat saya lebih sadar dengan kemajemukan negara di Indonesia ini, terutama dengan keragaman agama yang ada. Sikap yang mampu kita tumbuhkan ialah dengan saling menghargai perbedaan itu. Karena apabila tidak, mungkin hanyalah rentetan kehancuran dan perseturuan yang dimiliki Indonesia ini.  

Jangan sampai kita menilai orang lain seenaknya tanpa pernah berkomunikasi langsung bersamanya. Dalam menghadapi segala perbedaan dan latar belakang yang ada ini, tugas kita ialah bagaimana caranya menumbuhkan sikap harmoni dalam menjalin hubungan dengan mereka.

Referensi : https://haloedukasi.com/tata-cara-berdoa-agama-konghucu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun