Keselamatan keamanan penerbangan sangat penting untuk kita perhatikan. Belum berapa lama saya mendengar seorang kawan yang akan berangkat ke Lisbon dalam rangka tugas menjadi staf lokal di KBRI, dibatalkan tiket keberangkatannya karena alasan teknis. Untungnya ini tidak ada kaitannya dengan kerusakan pesawat atau masalah di luar kendali maskapai (sering disebut force majeure), melainkan kelalaian dari pihak agen itu sendiri.
Ada lagi cerita kawan saya lainnya yang penerbangannya dibatalkan, lagi-lagi oleh maskapai yang sama. Alasannya waktu itu, kalau saya dengar dari penjelasannya sih, karena memang force majeure, karena mendadak ada terpaan sekawanan burung yang masuk ke mesin baling-baling pesawat. Daripada membahayakan penumpang karena pesawat jadi tidak bisa beroperasi dengan maksimal, mendingan memang dibatalkan saja, tho? Mumpung masih di darat.
Untungnya lagi, (layaknya orang Jawa yang menganggap di antara hal paling buruk sekalipun pasti ada sedikit untungnya :p), kelalaian seperti ini terjadi pada pesawat komersil asing yang sayangnya akhir-akhir ini reputasinya memang sedang menurun.
Namun sebaliknya, maskapai-maskapai milik Republik Indonesia tercinta tampaknya semakin meroket namanya terutama dari segi kualitas dan mutu. Setidaknya, menurut Bapak Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan RI, DR. Ir. Agus Santoso, M.Sc., saat ini Indonesia menduduki peringkat ke-55 dari 191 negara Asia Pasifik anggota International Civil Aviation Organization (disingkat ICAO) yang telah diaudit, dan keselamatan penerbangan menduduki peringkat ke-2 di antara negara-negara anggota ASEAN setelah Singapura.
Penilaian atas keselamatan keamanan penerbangan yang dilakukan ICAO ini meliputi delapan elemen, yaitu legislasi (LEG), organisasi (ORG), lisensi personil (PEL), kelayakan udara (AIR), operasional (OPS), navigasi udara (ANS), investigasi maskapai (AIG0, dan aerodrome (AGA).
Nilai tertinggi diperoleh Indonesia untuk elemen air worthiness atau kelayakan udara, yaitu sebesar 91%. Fakta ini tentunya dapat meningkatkan kepercayaan dunia terhadap Indonesia, khususnya dari segi dunia penerbangan.
Oleh karena itu, sebagai salah satu komitmen dari Nawacita yang dicanangkan Presiden Jokowi, pemerintah menggelontorkan dana APBN hingga hampir 2 trilyun rupiah untuk pengembangan infrastruktur transportasi udara di Papua.
Dengan meningkatkan faktor keselamatan penerbangan, maka transportasi udara yang dinilai memiliki waktu tempuh lebih cepat dan fleksibel akan lebih diandalkan oleh masyarakat.
Selain dari segi pembangunan infrastruktur transportasi udara, Kementerian Perhubungan juga melakukan Kampanye Keselamatan dan Keamanan Penerbangan. Misalnya saja pada tahun 2017 dilakukan kunjungan edukasi yang diikuti sekitar 50 siswa SD ke Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno Hatta.
Saat ini saja baru 11 maskapai punya Indonesia yang diperbolehkan untuk kembali mengudara. Dan, jujur saja kepercayaan saya terhadap maskapai Indonesia baru saya berikan kepada Garuda Indonesia dan Citilink. Meskipun akhir-akhir ini saya kerap mendapat kabar bahwa Garuda kadang suka delay juga, tapi saya tetap optimis Garuda akan tetap menjaga reputasinya sebagai maskapai terbaik punya Indonesia, apalagi ia sudah termasuk dalam jejeran maskapai kelompok Sky Team Alliance, setara dengan KLM, Saudia, Air France, Korean Air, China Airlines.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H