Mohon tunggu...
Dina Mardiana
Dina Mardiana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan penerjemah, saat ini tinggal di Prancis untuk bekerja

Suka menulis dan nonton film, main piano dan biola

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Long Weekend di Cirebon: Geliat Wisata Kota Pesisir (bagian 3 - Habis)

30 September 2016   11:28 Diperbarui: 30 September 2016   11:39 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pementasan Tari Topeng di dalam toko Batik Trusmi. (foto: dok.pri)

Raut muka teman saya sudah berlipat-lipat dengan alis mengernyit. “Bilang dong, Pak, kalau jauh! Jangan diam saja!”

“Iya, Bu, ke Trusmi jauh!!” kata si abang becak lagi, wajahnya sungguh-sungguh. “Ke Pecinan saja ya, Bu?”

“Ya sudah, ke Pecinan kalau gitu!” erang teman saya, sebal.

Si supir lalu memutar becaknya, dengan posisi kami masih berada di dalam. Sementara itu, udara terasa luar biasa panas menyengat, dengan sorot matahari yang semakin terik. Jam tangan saya menunjuk ke angka satu.

Gedung Bank Mandiri di Cirebon yang merupakan bangunan tua peninggalan Belanda. Sepertinya abang becak yang mengantar kami sudah mengitari setengah kota Cirebon, termasuk gedung ini :D. (foto: dok.pri)
Gedung Bank Mandiri di Cirebon yang merupakan bangunan tua peninggalan Belanda. Sepertinya abang becak yang mengantar kami sudah mengitari setengah kota Cirebon, termasuk gedung ini :D. (foto: dok.pri)
Kami kira, ketegangan antara saya, teman saya dan si supir becak tidak berlangsung lama. Tak lama setelah becak kembali melalui gapura Selamat Datang ke arah pusat kota, melewati lagi Swiss Belhotel, Santika Hotel, dan beberapa hotel bintang empat lainnya, si abang becak kembali berulah. Entah yang cara mengayuhnya lebih kasar lah, membuat kami sempat terlonjak, entah dengan menabrakkan becak ke satu-dua motor yang lewat (walaupun hanya kena bannya), membuat teman saya semakin sebal bercampur kuatir. Untung saja para pengemudi motor itu tidak ada yang melabrak kami atau si abang becak! Beruntunglah kami bukan di Jakarta! Bahkan, becak kami sempat dihampiri seorang laki-laki berpenampilan preman, berkulit gosong dengan tattoo di lengan, serta rambut yang warna-warni! Huuh, si abang becak bukannya malah menghindarkan kami dari cowok itu, melainkan diam saja! Untung kami tidak dirampok atau dijambret. Untung penampilan kami nggak mentereng! Untung, untung, dan untung yang lainnya…

Mendekati masjid, teman saya pun meminta persetujuan saya untuk menyudahi jalan-jalan menggunakan becak. “Din, kita turun di masjid ini aja sebentar! Cari becak yang lain!”

“Pak, sampai sini aja ya, Pak!” teriak teman saya dari dalam tumpangan.

“Sampai sini aja, Bu?” tanya si abang becak, tetiba nadanya berubah riang.

“Iya, turun sini aja!”

“Terus habis ini kita naik apa, Mbak?” bisik saya. “Mosok becak lagi? Nanti sama saja dong, bertingkah lagi. Ini masih jauh lohkita kalau mau balik ke hotel. Taksi juga nggakada.” Perkiraan saya perjalanan kembali ke hotel akan memakan waktu sama lamanya dengan perjalanan dari hotel ke keraton.

“Udah, pokoknya turun dulu!” balas teman saya ikut berbisik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun