Berhubung yang masak hanya satu orang, yaitu Mbah Asriyah sendiri, dan pagi itu lumayan banyak juga yang memesan, jadi dengan sabar kami menanti giliran kue serabi pesanan kami dibuatkan.
Perjalanan ke Keraton Kasepuhan
Betapa naifnya kami memang, dan sebaiknya Anda tidak perlu meniru. Saya memang pernah beberapa kali mampir Cirebon, seperti yang sudah saya ceritakan di awal.Tapi itu dulu, ketika saya masih kecil. Yang ada dalam ingatan saya, Cirebon termasuk kota besar. Mungkin sebesar Pekalongan, atau agak lebih besar lagi. Seperti halnya di Pekalongan sarana transportasi yang sangat lazim digunakan adalah becak, dan kebetulan di Cirebon ini juga ada becak, maka kami memutuskan untuk naik becak menuju Keraton Kasepuhan.
Saya memang tidak pandai memperkirakan jarak dalam hitungan kilometer, namun firasat saya kami sudah ‘berjalan’ sangat jauh dengan becak ini ke arah selatan. Teman saya selalu berulang-ulang mengatakan, “Cirebon kota kecil,” tapi firasat saya mengatakan sebaliknya (kalau ditempuh dengan becak, ha ha…). Kami melewati bangunan-bangunan tua yang nantinya baru saya ketahui adalah gedung British American Tobacco. Lalu, setelah sekitar dua puluh menitan, sampailah becak di satu kawasan dengan sebuah taman luas yang dihiasi pohon-pohon beringin yang rindang sekali, menciptakan kesan angker. Pemandangan ini mengingatkan saya akan suasana keraton Jogja yang di hadapannya juga terdapat sebuah taman luas dengan dua buah pohon beringin yang konon sangat keramat. Saya berkesimpulan pastilah kami sudah dekat dengan Keraton Kasepuhan, karena biasanya ya kalau keraton-keraton di Indonesia letaknya pasti dekat dengan kawasan semacam ini.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H