Sayangnya, setelah pementasan selesai, tidak ada satu pun penonton yang berani unjuk diri untuk ikut menari bersama dalam sesi jamming. Padahal, setahu saya penari hip-hop itu bukan tipe penari yang pemalu. Tidak seperti pementasan mereka di Surabaya dua hari berikutnya, yaitu tanggal 18 Mei 2016 di Sheraton, jamming session mereka dipenuhi para penari hip-hop lokal arek-arek Suroboyo yang ikut memperagakan kebolehan di atas panggung.
Jadi, siapa bilang tari hip-hop itu tarian jalanan yang tidak bermakna? Ia bisa menjadi berkelas dan dipentaskan di atas panggung ketika dibalut dalam sebuah cerita, bahkan mendobrak aturan-aturan tari konvensional pada umumnya menjadi sesuatu yang positif jika didukung oleh berbagai pihak pemangku kepentingan dan kekuasaan. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H