Mohon tunggu...
Mochamad Syafei Mustafa
Mochamad Syafei Mustafa Mohon Tunggu... Administrasi - administrator

nothing is impossible

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hari Antikorupsi, Kilas Balik Kondisi Birokrasi terhadap Kasus Korupsi E-KTP

11 Desember 2019   09:15 Diperbarui: 11 Desember 2019   09:29 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian, pemerintah juga membentuk lembaga yang berfungsi untuk memonitoring keuangan negara seperti BPK serta membentuk KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga independen yang didirikan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2002 yang diresmikan oleh UU No. 30 tahun 2002 (Setiadi, 2018). Tercatat jumlah penyelidikan terhadap tindak pidana korupsi dari 2004 sampai tahun 2019 terdapat 1.218 kasus tindak pidana korupsi (kpk.go.id, 2019).

Data ini berarti bahwa ironisnya Indonesia sebagai salah satu negara yang berlandaskan pada Pancasila yang menekankan pada nilai-nilai kejujuran dihadapi dengan begitu banyaknya kasus korupsi yang sebagai besar terjadi pada tubuh pemerintahan sendiri, seperti salah satu kasus tindak pidana korupsi terbesar di Indonesia yaitu kasus tindak pidana korupsi e-KTP oleh ketua DPR Setya Novanto yang terbukti mengintervensi proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP yang berakibat negara yang harus menanggung kerugian sebesar 2,3 Triliun Rupiah (liputan6.com, 2019).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, korupsi didefinisikan sebagai salah satu tindakan memperkaya diri sendiri ataupun korporasi dengan menghasilkan kerugian bagi Negara (KPK, n.d.).Tindak pidana korupsi tidak hanya dapat dilakukan oleh perseorangan saja, tetapi juga korporasi. Seiring berjalannya waktu, korupsi bukan lagi menjadi sebuah kata yang asing di telinga rakyat Indonesia.

Banyak dari sendi pemerintahan Indonesia yang tak luput dari adanya jerat kasus korupsi sehingga meninggalkan kerugian dengan nominal tak lagi terhitung jumlahnya bagi negara. Dari kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, kasus korupsi pengadaan e-KTP menjadi salah satu kasus korupsi yang mendapat perhatian publik ditahun 2011 dan 2012. Dimana kerugian Negara akibat kasus tersebut mencapai Rp 2,3triliun dari total anggaran proyek pengadaan e-KTP yang sebesar Rp 5,9 triliun.

Perjalanan kasus korupsi pengadaan e-KTP bermula dari adanya rencana pemerintah dalam menerapkan satu nomor kependudukan Indonesia melalui pengadaan KTP elektronik (e-KTP). Pembuatan e-KTP ditujukan untuk lebih mengintegrasi data kependudukan serta meminimalisir terjadinya KTP ganda. Namun, rencana pengadaan tersebut tidak berjalan dengan lancar. Target Kementerian Dalam Negeri, yang menetapkan bahwa pengadaan e-KTP akan tersebar secara merata di seluruh Indonesia pada tahun 2012 berjalan mandek.

Kejanggalan-kejanggalan yang ada didalam pelaksanaanya tercium oleh berbagai pihak, diantaranya Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Government Watch, Kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihak-pihak tersebut telah menaruh kecurigaan terjadinya korupsi dengan penyelewengan dana dalam proyek e-KTP. Dengan itu, dilakukan penyelidikan dalam rangka mengusut kasus korupsi yang terjadi dalam pengadaan e-KTP.

Dalam sidang perdana kasus korupsi pengadaan e-KTP pada tanggal 9 Maret 2017 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Indonesia, Jaksa Penuntut Umum (JPU) - Irene Putri, membeberkan adanya kerjasama berbagai pihak dalam melakukan penyelewengan anggaran e-KTP (Sanjaya, 2018). Pihak-pihak tersebut terdiri dari anggota DPR, Kementerian terkait, serta pihak-pihak swasta. Indikasi permasalahan kasus korupsi pengadaan e-KTP diduga sudah bermula sebelum adanya proses lelang tender pengadaan e-KTP. Pihak-pihak dalam pemerintahan yang terkait dengan perencanaan proyek e-KTP telah menyusun struktur yang 

sistematis guna memperlancar dalam praktek penggelembungan dana anggaran yang disediakan. Lelang tender proyek e-KTP yang telah direkayasa memenangkan Konsorsium Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), PT Sucofindo (persero), PT Len Industri, PT Quadra Solution, PT Sandipala Arthaputra, serta PT Paulus Tanos, yang mempunyai perannya masing-masing (Rochmi, 2016).

Berbagai penyelidikan terus dilakukan guna membongkar kasus korupsi pengadaan e-KTP yang melibatkan banyak pihak dengan mencari informasi kucuran dana anggaran proyek e-KTP dari para saksi dan juga pihak tersangka sendiri. Sampai saat ini, KPK telah menetapkan sebanyak 14 orang tersangka yang terkait dengan kasus korupsi pengadaan e-KTP, yang terdiri dari pihak Kementerian Dalam Negeri, DPR, serta direktur umum ataupun pengusaha yang termasuk dalam tender pengadaan e-KTP (Belarminus, 2018).

KPK masih akan terus menelusuri kasus korupsi pengadaan e-KTP yang telah membawa kerugian yang cukup besar bagi Negara serta menetapkan pihak-pihak yang akan bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Kasus e-ktp yang terus menjadi perbincangan hangat padahal kasusnya mencuat sejak 2010 hingga kini. Kasus e-ktp telah memasuki babak baru, setelah cukup lama kasusnya tidak ada perkembangan karena terdakwa setya novanto kerap kali mangkirdengan alasan sakit, serta para saksi yang kurang kordinatif atau tidak menghadiri sidang, pengembangan kasus ini sangat dinanti elemen masyarakat sipil karena jumlah korupsi yang fantastis yang diperkirakan merugikan Negara sebesar 2,3 triliun rupiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun