Dalam perayaan Seren Taun misalnya, masyarakat bahu-membahu dan bekerja sama dalam menyukseskan acara. Tanpa memandang perbedaan agama, masyarakat larut dengan perayaan pesta panen yang telah dilaksanakan berpuluh tahun lalu. Bentuk kebersamaan yang lainnya adalah masyarakat dengan suka rela menolong tetangganya yang sedang mengadakan hajat tertentu.Â
Semua itu dilakukan tanpa pamrih demi menegakkan rasa persaudaraan mereka sesama masyarakat Cigugur meski mereka saling berbeda keyakinan. Bentuk toleransi juga terlihat dari tiap gang terdapat gapura yang bertuliskan tentang persatuan dan kesatuan.
Referensi
Aminah, K. I. (2020). Kebesaran Agama dalam Negara (Studi atas Pandangan Emile Durkheim). Journal of Islamic Studies and Humanities, Vol. 5, No. 2, 154-167.
Azzuhri, M. (2012). KONSEP MULTIKULTURALISME DAN PLURALISME DALAM PENDIDIKAN AGAMA. FORUM TARBIYAH Vol. 10, No. 1, 14-29.
Hermawan, A. J. (2013). Interaksi Simbolik Masyarakat Adat Cigugur Kuningan (Studi Etnografi dalam Tradisi Seren Taun). Vol 1, No 2 (2013).
Indrawardana, I. (2014). BERKETUHANAN DALAM PERSPEKTIF KEPERCAYAAN SUNDA WIWITAN. MELINTAS, 105-118.
Marpuah. (2019). TOLERANSI DAN INTERAKSI SOSIAL ANTAR PEMELUK. Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 18, 261-281.
Qodim, H. (2017). Strategi Bertahan Agama Djawa Sunda. KALAM, Volume 11, Nomor 2, Desember 2017, 11, 329-364.
Rahkman Ardi, D. H. (2021). Religious schema and tolerance towards alienated groups in Indonesia. 1-8.
Rostiyati, A. (2019). TOLERANSI KERAGAMAN PADA MASYARAKAT CIGUGUR KUNINGAN. Patanjala Vol. 11 No. 1 Maret 2019, 65-80.