Mohon tunggu...
Dina Finiel Habeahan
Dina Finiel Habeahan Mohon Tunggu... Guru - be do the best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

BE A BROTHER FOR ALL

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Orientasi Perut Lebih Besar daripada Orientasi Otak

19 Maret 2021   22:08 Diperbarui: 19 Maret 2021   22:24 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah Satu minggu menjalani semester enam,mulai terasa apa yang menjadi tuntutan tugas akhir. Setiap dosen dengan gampang mengirimkan daftar buku-buku yang harus dicari sebagai refrensi untuk menyiapkan tugas akhir. 

Menurut saya adalah hal yang wajar ketika buku menjadi yang utama dalam kegiatan belajar. Karena dengan adanya buku,saya akan terbantu untuk memahami apa yang kupelajari.

Dua hari yang lalu,saya dan teman-teman sepakat untuk pergi mencari dan membeli buku itu ke titi gantung. Titi gantung adalah salah satu tempat penjualan buku mulai dari yang murah sampai yang mahal. 

Alasan pertama kami memilih tempat ini adalah kesanggupan isi dompet masing-masing. Namanya mahasiswa kan harus hemat sedikit. Mahasiswa itu biasanya mau rasa bintang lima tapi harga kaki lima.Hehehe

Setibanya di Titi gantung kami mulai mencari-cari daftar buku yang telah kami bawa. Syukur kepada Tuhan setengah dari daftar buku itu bisa kami bawa pulang. Sayangnya  buku statistik dan beberapa buku lainnya tidak kami dapatkan ditempat itu. Itu artinya kami harus mencarinya ke tempat lain. 

Ada beberapa toko buku yang menjadi pilihannya, akan tetapi saya lebih yakin ke Gramedia. Karena menurut saya Gramedia adalah toko buku paling lengkap pada saat itu. Saya mengajak mereka ke Gramedia dan benar buku itu ada,sesuai dengan penerbit serta pengarangnya.

Persoalannya sekarang harga buku di Gramedia sepuluh kali lipat dengan harga buku di Titi gantung. Sementara kami sudah mengumpul semua buku-buku yang hendak kami beli. Sebelum ke kasir teman-temanku mulai hitung-hitungan tentang biaya yang harus dikeluarkan. 

Harga buku itu memang lumayanlah. Harga satu buku diatas seratus ribu terasa sangat mahal. Akhirnya kami diskusi lagi,apakah buku itu jadi dibeli atau tidak ? Teman-teman mulai berkisah tentang sisa uang yang mereka miliki. Itu artinya kami harus mengurangi jumlah buku yang dibeli. 

Saya hanya bisa memandangi raut wajah teman-temanku yang sudah mulai berkerut gegara harga buku yang mahal. Tapi saya tetap memantapkan niat untuk membeli buku tersebut. 

Saya berpikir begini " biarlah saya yang membeli buku tersebut ,nanti teman-teman tinggal copy dan harganya tntu jauh lebih murah.  Akhirnya saya membawa semua buku itu kekasir dan membayarnya Setelah itu kami pulang. 

Dalam perjalanan pulang, seorang teman meminta supaya kami berhenti di salah satu mall untuk sejenak melepas lelah. Ok,tidak masalah .Mari kita sejenak bersantai. 

Saya sendiri juga turut menikmati situasi itu. Setiap dari kami memesan  menu sesuai selera masing-masing. Setelah beberapa saat bersantai ria kami pulang menuju kampus.

Setibanya di kampus, teman-teman mulai meminta buku yang baru saya beli untuk dicopy. Sayangnya pada saat itu juga saya tidak sanggup membendung rasa jengkelku terhadap mereka. 

Dalam dialog singkat itu sambil berseloro saya katakan kepada mereka," Mengapa kalau membeli buku kalian sangat perhitungan, buku seharga seratus ribu terasa sangat mahal untuk kalian, sementara duduk di mall  berjam-jam dan menghabiskan banyak uang kalian tak pernah pikirkan. Jujur saja untuk saya hal ini kurang tepat. Saat itu teman-teman saya mulai menunduk. 

Pengalaman kecil ini menyadarkan saya kembali. Bahwa betapa seringnya saya salah menempatkan mana yang lebih penting dalam hidupku. Mungkin saja pengalaman ini bukan hanya terjadi pada diriku tapi juga untuk kalian. 

Bahwasanya untuk hal-hal yang tidak terlalu penting sanggup mengeluarkan biaya yang cukup besar. Tetapi ketika ada kebutuhan yang urgent dengan harga yang lumayan besar saya langsung menyerah. Aduh...mahal banget. Apa nggak ada yang lebih murah atau lebih memilih untuk tidak membeli.

Otak memang lebih kecil dari perut. Perut memang harus selalu di isi tapi jangan lupa untuk mengisi otak. Otak tidak dapat diisi dengan makanan tetapi dengan ilmu. 

Ketika otak berisi maka otak dapat memanage perut dan memanage yang lain supaya dapat bekerja dengan seimbang. Bisa saja perut lebih besar dari otak tapi kualitas jangan ya..! Hehehe.

Otak itu hanya bisa di isi dengan Membaca,membaca dan membaca !

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun