Kemarin setelah perayaan ekaristi saya pergi mengunjungi saudara saya yang kebetulan tinggal di kota yang sama dengan saya. Dalam kunjungan itu saya menemukan satu momen menarik sekaligus juga menjadi sebuah refleksi untuk saya.
Setibanya saya di rumah tersebut, saya melihat lampu kelap-kelip memenuhi dipojok ruang tamu sudah terpasang, tak kala agar rumah juga ikut kelap kelip, dekorasi natal sudah terpasang bahkan kue natal juga sudah terhidang di atas meja.Â
Keponakan saya juga sudah sibuk bercerita tentang baju baru yang sudah dibeli dan juga tentang rencana perjalanan mereka selama nataru. Saya mencoba mengusik ketenangan abang saya yang pada saat itu duduk santai menikmati cemilan gurih yang saya bawa.
"Bang, kado natal untuk saya mana? Saya dapat THR ngga?" Abang saya itu hanya tersenyum melihat saya dan ia mulai memperbaiki posisi duduknya.Â
Setelah itu dia mulai menjelaskan alasannya, mengapa kali ini dekorasi natalnya lebih meriah dibanding tahun lalu? Alasannya yang pertama adalah
1. Tahun lalu anak-anak masih bisa menikmati sukacita natal di gereja selain itu mereka juga dapat bingkisan kecil dari st.claus. Nah, tahun ini mereka tidak dapat menikmati situasi natal seperti tahun lalu. Akhirnya saya upayakan menciptakan situasi natal di rumah menyerupai apa yang di buat di gereja. Karena saya mau anak-anak juga bersuka cita mengakhiri tahun ini.
2. Dekorasi natal dipasang sesegera mungkin, karena kami akan mudik mulai tanggal 26. Ketika anak-anak berlibur di kampung kecil kemungkinan mereka akan menemukan situasi natal seperti yang biasa mereka alami, sehingga saya berharap situasi natal saat ini dapat mereka nikmati nanti setelah di kampung mereka tidak kecarian. Memang biayanya lebih besar, tapi tidak apa-apa semua demi anak-anak.Â
Wess, alasannya diterima. Saya senang mendengarkan penjelasan itu. Dan barangkali banyak dari kita juga yang sudah memasang dekorasi natal di rumah kita masing-masing.Â
Bahkan seragam keluarga sudah dipersiapkan selama natal dan tahun baru. Tambahannya schedule perjalanan selama nataru sudah di desain sedemikian rupa. Ingat, tapi jangan sampai kehilangan maknanya ya..!!
Kita kembali ke topik. Perayaan natal: Apakah sebuah selebrasi atau refleksi?Â
Selebrasi dan konsumsi ibarat dua sisi dari keping mata uang. Selebrasi adalah pesta. Pesta adalah makan-makan, baju baru dan kegembiraan. Jadi selebrasi lekat dengan  suasana suka cita dan kebahagiaan. Memang salah ya merayakan Natal dengan suka cita, pesta dan bagi-bagi kado?Â
Perayaan Natal adalah kesempatan setahun sekali untuk berbagi. Memasak masakan istimewa dan membeli kado-kado untuk dibagikan ke orang-orang terdekat di sekeliling kita atau berbagi rezeki dengan yang lain untuk membahagiakan mereka yang kurang mampu.Â
Semua ini tentunya tidak salah dan justru perlu dilakukan apabila kita memang mampu secara ekonomi. Yang perlu diingat adalah jangan sampai energi kita lebih terfokus pada konsumsi berlebihan sehingga substansi Natal yang terletak di nilai atau pesan spiritualnya justru menjadi terlupakan. Wess, itu yang pertama.
Di tengah gempuran gaya hidup yang semakin konsumtif, akhirnya bagaimana suatu perayaan keagamaan akan dimaknai semua itu kembali kepada diri kita sendiri.
Apakah kita akan merayakannya sekedar sebagai pesta hura-hura yang dangkal tanpa makna ataukah menjadikannya sebagai momen untuk merefleksikan, merenungkan kembali nilai pesan spiritual di balik suatu momen keagamaan yang dirayakan. Apakah kita sungguh mengharapkan suatu perubahan pada diri kita setelah merayakan natal ini.
Kalau kita menjadikan perayaan Natal hanya sebagai kegiatan selebrasi, sebagai perjalanan dari satu pesta ke pesta, sebagai momen bagi-bagi hadiah, maka momen Natal akan berlalu begitu saja dan yang kita dapatkan hanyalah sekedar perut kenyang, baju baru, dan setumpuk kado Natal.Â
Kita hanya menjadi kenyang dan kaya secara fisik, namun secara rohani kita tetap miskin. Apakah kita bisa menemukan suasana Natal yang khusyuk dan syahdu seperti lirik lagu Natal, "Malam kudus, sunyi senyap... bintang-Mu gemerlap..." di tengah suasana pesta Natal yang gemerlap, berisik dan hedonistis? Hmm, itu poin yang kedua. Hehehe
Natal sebagai selebrasi tidak  mendatangkan pencerahan. Natal sebagai pesta sebagaimana ditampilkan di mall-mall, hotel dan di banyak pesta atau bahkan bisa saja di gereja-gereja, tidak akan mampu memuaskan dahaga kita akan pencerahan dan penguatan spiritual yang sangat dibutuhkan di jaman yang penuh godaan dan tekanan hidup yang berat seperti sekarang ini. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pesan Natal sejatinya adalah kesederhanaan, solidaritas dan pengorbanan.
Semoga bermanfaat
Selamat menyongsong natal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H