Mohon tunggu...
Dina Alfi afrisa
Dina Alfi afrisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Jember

Seorang mahasiswa yang menyukai analisis sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Militer Indonesia dalam Operasi Trikora 1961-1962: Merebut Kembali Irian Barat

7 Juni 2024   23:14 Diperbarui: 7 Juni 2024   23:18 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                                      

Papua Barat atau biasa dikenal masyarakat Indonesia dengan sebutan Irian Barat, merupakan salah satu wilayah yang tergabung dengan Indonesia, wilayah Irian Barat menjadi salah satu wilayah yang menjadi sengketa atau perebutan anatar pemerintah Indonesia dengan pemerintah Netherland (Belanda). Sejak Indonesia menyatakan kemerdekaan pada tahun 1949 dan keluar dari masa penjajahan, pemerintah mulai memperjuangkan wilayah-wilayah kekuasaan yang dimulai dari Aceh hingga Papua. Namun Papua sendiri merupakan daerah yang berbeda dari daerah lainnya setelah pembacaan proklamasi kemerdekaan. 

Permasalahan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Netherland tidak  kunjung menemukan solusi atau titik terang untuk menyelesaikan sengketa mengenai Irian Barat.[1] Beberapa jalur diplomasi telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengakhiri sengketa dimulai dari Perjanjian Linggarjati untuk mengatasi sengketa antara pihak Indonesia dengan pihak Netherland yang ditetepkan pada 15 November 1946.  Lalu pada 6 Februari 1947, Belanda memiliki niat terselubung untuk  memisahkan Irian Barat namun terungkap ketika Belanda membentuk organisasi South Pacific Commission dan memasukan Irian Barat dalam persetujuan tersebut. 

Berbagai cara Belanda lakukan untuk tetap  menguasai dan memisahkan Irian Barat dari Indonesia. Sejak itu juga, pemerintah Belanda  mulai melakukan serangan aksi propaganda untuk meyakinkan dunia Internasioanl bahwa Irian Barat memiliki penduduk yang sangat terbelakang, tingkat kebudayaan rendah, dan tidak memiliki pemerintahannya sendiri.

Beberapa perjanjian juga dilakukan antara pemerintah Indonesia dengan Belanda seperti perjanjian Roem Royen oleh yang dilakukan oleh Indonesia dengan Netherland sesuai dengan resolusi yang dikeluarkan oleh dewan PBB pada tanggal 28 Januari 1949. 

Dari perjanjian Roem Royen kemudian diteruskan melalui Konferensi Meja Bundar (KMB), konferensi ini diikuti oleh beberapa pihak yang bersangkutan mengenai masalah sengketa terhadap irian Barat yaitu Indonesia dan Netherland dan beberapa pihak dari negara lain sebagai penengah terhadap kedua pihak yang bersangkutan. 

Pembahasan mengenai masalah irian Barat merupakan pembahasan pertama kali yang dilakukan oleh Konferensi Meja Bundar pada tahun 1945. Hal ini dikarenakan perjanjian ini akan menjadi pemicu permasalahan irian Barat lainnya untuk beberapa tahun ke depan. Terdapat beberapa perbedaan pandangan terhadap isi dari konferensi Meja Bundar, hal ini membuat pemerintah Indonesia berusaha untuk mencari ajaran keluar terhadap permasalahan irian Barat. 

Pemerintah Indonesia bersikeras untuk mendapatkan wilayah irian Barat karena pemerintah Indonesia mempunyai alasan mengenai haknya atas irian Barat sedangkan pemerintah Netherland bersikeras untuk mendapatkan wilayah irian Barat karena wilayah tersebut merupakan wilayah dari kekuasaan kolonial yang dilakukan untuk kepentingan penelitian sendiri tidak untuk kepentingan rakyat irian Barat sehingga pemerintah Nederland menganggap bahwa irian Barat tersebut merupakan wilayah yang berbeda dengan wilayah Indonesia yang lainnya.

Perebutan Irian Barat juga di latar belakangi oleh politik nasional Indonesia yang mana Indonesia pada masa itu merupakan negara yang memiliki nasionalisme tinggi. Rakyat Indonesia menginginkan keutuhan wilayah nasional dan menolak penjajahan dalam segala bentuknya, adanya konfrontasi dengan Belanda yang menjadi agenda utama politik luar negeri Indonesia pada masa itu. 

Pemerintah Indonesia bertekad untuk membebaskan Irian Barat dari penjajahan Belanda. Sukarno mengutamakan politik "Merdeka atau Mati" yang menekankan pentingnya perjuangan dan kemerdekaan nasional. Lalu adanya dukungan Internasional dari negara-negara berkembang lainnya yang juga menentang penjajahan, serta dukungan dari Uni Soviet kepada Indonesia dalam perjuangan membebaskan Irian Barat. Indonesia juga  memperkuat kekuatan militernya untuk mempersiapkan diri menghadapi perang dengan Belanda dan pembentukan pasukan khusus untuk dipersiapkan untuk melakukan operasi militer di Irian Barat. 

Pada tahun 1950, kabinet Natsir memulai perundingan (diplomasi) dengan pemerintah Belanda. Namun, perundingan itu gagal, bahkan ketika Belanda secara sepihak memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kerajaan Belanda pada tahun 1952. Kabinet Sastroamijoyo mencoba melakukan diplomasi internasional, membahas masalah Irian Barat di forum PBB, tetapi tidak berhasil. Pada kabinet Burhanuddin, Belanda menanggapi masalah Irian Barat sebagai masalah antara Indonesia dan Belanda. 

Mereka mengajukan usul untuk menempatkan Irian Barat di bawah Uni Indonesia-Belanda Selama bertahun-tahun, perundingan bilateral telah dilakukan mengenai penyerahan Irian Barat kepada Indonesia, tetapi tidak ada hasilnya karena Belanda terus menolak atau mempersulit masalah tersebut. Belanda terus bertahan di Irian Barat selama tahun 1950-an. 

Wilayah ini dianggap oleh Belanda sebagai representasi sisa kebanggaan mereka sebagai negara kolonial yang kuat. Bahkan sejak 1954, Belanda menolak untuk berunding tentang masalah tinggalan KMB dengan Indonesia. Karena Belanda tidak pernah menunjukkan etikad baik dalam menyelesai masalah Irian Barat maka pemerintah RI mengambil beberapa tindakan yang akan mempengaruhi pemerintahan Belanda di Indonesia, bahkan pada tahun 1960 Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi terhadap 700 perusahaan milik Belanda di Indonesia.

Operasi Trikora

Operasi Trikora adalah operasi militer gabungan Uni Soviet-Indonesia yang bertujuan untuk merebut dan mencaplok wilayah luar negeri Belanda di Nugini Belanda pada tahun 1961-1962. Pada tanggal 19 Desember 1961, Soekarno sebagai presiden Indonesia mengumumkan pelaksaanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah barat pulau Papua. Namun pemerintah Belanda menentang hal ini dan Papua menjadi daerah yang diperebutkan antara Indonesia dan Belanda. 

Hal ini kemudian dibicarakan dalam beberapa pertemuan dan dalam berbagai forum Internasional. Dalam konferensi Malino perwakilan Irian Barat berupa Frans Kaisiepo menyatakan dukungannya agar wilayahnya merdeka bersama wilayah Indonesia lainnya dan mempromosikan nama Irian Republik Indonesia Anti Nederland. 

Sedangkan sejak konferensi Denpasar, perwakilan Irian Barat sudah tidak disertakan karena direncanakan tidak lagi menjadi bagian dari negara Indonesia Timur bagian dari Republik Indonesia Serikat atas desakan dari partai Katolik Belanda, walau Van Mook mengklaim didasari dari masalah keuangan dan perbedaan suku. Pengucilan tokoh-tokoh Papua dari konferensi ii diprotes oleh Nicolaas Jouwe, Corinus Krey, dan Marthen Indey dalam telegram kepada Van Mook tanggal 12 Desember 1946, walau tidak digubris shingga melahirkan pemberontakan PIDRIS (Partai Irian Dalam Republik Indonesia Serikat).

Tapi pada bulan April 1961, Robert Komer dan Mc-George Bundy mulai mempersiapkan rencana agar PBB memberi kesan bahwa penyerahan kepada Indonesia terjadi secara legal. Walaupun ragu, presiden John F. Kennedy akhirnya mendukung hal ini karena iklim Perang Dingin saat itu dan kekhawatiran bahwa Indonesia akan meminta pertolongan pihak komunis Soviet bila tidak mendapat dukungan AS. Indonesia membeli berbagai macam peralatan militer. Karena kekhawatiran bahwa pihak komunis akan mengambil keuntungan dalam konflik ini, Amerika Serikat mendesak Belanda untuk berunding dengan Indonesia. Karena usaha ini, tercapailah persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Pemerintah Australia yang awalnya mendukung kemerdekaan Papua, juga mengubah pendiriannya, dan mendukung penggabungan dengan Indonesia atas desakan AS. 

Peranan Militer Dalam Menyelesaikan Perkara Irian Barat

Pembebasan Irian Barat tidak terlepas dari peran militer yang berjuang untuk membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda.  Proses pembebasan Irian Barat dilakukan dengan berbagai cara seperti perundingan diplomasi dan operasi militer. Operasi militer untuk merebut kembali Irian Barat  dari Belanda disebut dengan nama Operasi Trikora. Sebagai langkah untuk menindak lanjuti pelaksanaan  Operasi Trikora maka pada tanggal 2 Januari 1962 pemerintah membentuk Komando Mandala untuk menangani kasus Irian Barat yang dipimpin  dari Angkatan Darat oleh Mayor Jenderal Soeharto. Pimpinan tertingi Komando Mandala dalam membebaskan Irian Barat membuat 3 strategi untuk memperjuangkan Irian Barat  antara lain fase infIltrasi, fase eksploitasi dan fase konsolidasi. Pada fase infiltrasi pasukan pasukan militer dengan kelompok kecil melakukan pertempuran secara terbuka menyusup di wilayah musuh untuk  menyerang dan sabotase objek vital  Belanda. Fase eksploitasi melancarkan serangan secara terbuka terhadap  induk pasukan lawan  guna merebut Irian Barat. Kemudian mengkonsolidasikan kekuatan RI setelah berhasil berjuang merebut Irian Barat. 

Dalam menyelesaikan perkara Irian Barat Angkatan Laut Republik Indonesia memiliki peran mendukung rencana Komando Mandala. Komando Angkatan Laut  Republik Indonesia menyediakan peralatan tempur untuk mendukung jalannya operasi, seperti  mengerahkan Kesatuan Kapal Cepat Terpedo yang tugasnya untuk melakukan patroli dan memasukkan pasukan infiltran ke Irian Barat. Angkatan Laut juga mengerahkan Kesatuan Kapal Selam 15 yang terdiri dari 4 kapal selam. Menjelang Trikora ALRI terlebih dahulu mengirimkan anggotanya untuk menjalani latihan di Uni Soviet dalam rangka penyerahan 4 kapal selam kepada Angkatan Laut. Setelah masa latihan  selesai dan anggota telat sampai di Indonesia, keempat kapal selam disiapkan untuk melaksanakan operasi di bagian depan dalam rencana Komando Mandala membebaskan Irian Barat. Keempat kapal selam memiliki tugas untuk melakukan patroli dan bila mengetahui kapal Belanda  boleh menembak. Kemudian mengerahkan Kesatuan Udara Angkatan laut Mandala 18 yang tugasnya memberi perlindungan terhadap kapal dari ancaman lawan, khususnya kapal selam. Pesawat ini di senjata dengan roket untuk menghancurkan kapal dan bom laut bagi musuh. Pasukan yang dikerahkan meliputi Pasukan Gerilya 300, Pasukan Gerilya 400, Pasukan Gerilya 500 dan Pasukan Gerilya 600. Pasukan Gerilya 500 bekerja sama dengan rombongan Herlina untuk menyusup ke Irian Barat untuk menurunkan Bendera Belanda dan menggantikan dengan Bendera Merah Putih dan menghancurkan Instlalasi Radio Belanda. 

Angkatan Laut Republik Indonesia memliki tanggung jawab dalam mempertahankan wilayah laut dan operasi maritim. Ketika pemerintah menyusun Komando Mandala untuk merebut Irian Barat dari tangan terjadi pertempuran Angkatan Laut Indonesia dengan Belanda di Laut Aru yang dikomandoi Yos Soedarso dan RI Macan Tutul tenggelam. Perlawanan yang begitu heroik memicu semangat rakyat Indonesia untuk mendesak pemerintah Indonesia menyerang Belanda dengan frontal meski banyak korban yang berguguran tidak membuat semangat pejuang Indonesia padam. Strategi Militer Indonesia dalam  menekan pemerintah Belanda yaitu dengan melakukan beberapa operasi seperti Operasi Gurita tanggal 28- 30 Juni 1962 guna pengintaian di perairan Teluk Kalimantan, operasi Badar lumut, operasi Jayawijaya yang merupakan operasi terbesar. [1] Kurang lebih 100 kapal perang dan 16.000 prajurit dikerahkan dalam operasi. Operasi tersebut memaksa Belanda unduk melakukan perundingan dan dicapai kesepakatan agar Irian Barat diserahkan. Dengan terlibatnya peran angkatan laut dengan rencana Komando Mandala dalam melaksanakan operasinya untuk membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda memperoleh hasil Irian Barat dapat direbut. 

Peran Angkatan Udara  Mandala dalam membebaskan Irian Barat yaitu dengan melakukan penerbangan  menggunakan pesawat B-25 atau B-26 untuk mengintai pasukan Belanda dari udara. Angkatan Udara juga menyiapkan kesatuan kesatuan tempur seperti kesatuan Tempur Senopati yang tugasnya mengintai, pemrotetan, dan menyerang musuh, Kesatuan Tempur Bala dewa yang tugasnya logistik dan mengangkut kebutuhan, Kesatuan Tempur Bimasakti yang tugasnya mengintai, membantu penembakan AL dan AD melawan musuh. Peranan lainnya Angkatan Laut melakukan operasi penerjunan pasukan yang disebut sebagai Infiltrasi Udara seperti Operasi Banteng Ketaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, dan lain sebagainya. Peran Angkatan Darat dalam membebaskan Irian Barat yaitu pada tahun 1961 dengan membentuk Komando Cadangan Umum Angkatan Darat (CADUAD)  yang tugasnya untuk menjalankan operasi Trikora dalam merebut Irian Barat dari tangan Belanda yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno. Di Biak Jayapura pada pertengahan Agustus 1962  perlawanan pasukan militer Indonesia melawan Belanda pecah.  Pasukan CADUAD berhasil melawan Belanda hingga akhirnya menyerah.

Dampak Oprasi Trikora Dari Segi Sosial, Politik dan Ekonomi

a. Operasi Trikora dalam dampak politiknya membawa ke beberapa hal berikut. Operasi militer ini berhasil mendesak Belanda untuk gencatan senjata mengantarkan Belanda bersedia menyetujui untuk Perjanjian New York. Perjanjian New York (New York Aggrement) pada 15 Agustus 1969 yang mana Irian Barat akan diserahkan kepada Indonesia sampai diadakannya Free of Choice untuk masyarakat Papua (PEPERA) pada Juli sampai Agustus 1969. Namun, PEPERA ini juga menimbulkan kontra dari sebagian masyarakat yang menginginkan kemerdekaan. Akhirnya, Dewan Musyawarah Pepera dengan suara bulat memutuskan bahwa Irian Barat tetap menjadi bagian dari Indonesia. Hasil Pepera kemudian dibawa ke New York untuk dilaporkan dalam sidang umum PBB ke-24. Operasi Trikora memang berhasil mendaulatkan Indonesia sesuai dengan komitmen wilayah NKRI, namun juga membawa pada permasalahan politik lainnya, yaitu ketidakstabilan pemerintahan dan kemunduran yang menimbulkan kecemburuan sosial juga gerakan pemberontakan di Papua.

Selain itu, operasi Trikora menjadi sorotan internasional dan menimbulkan ketegangan antara Indonesia dan Belanda serta beberapa negara Barat. Hal ini mengisyaratkan bahwa isu pembebasan Irian Barat bukan hanya masalah internal bagi Indonesia, tetapi juga menjadi perhatian dunia internasional. Keberpihakan Amerika sebagai salah satu dari bagian PBB ke Belanda dianggap mengecewakan. Sehingga Soekarno memilih bekerja sama dengan Uni Soviet yang menyediakan jual beli persenjataan untuk persiapan operasi militer. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip bebas aktif yang dianut Indonesia. Nasution menjadi salah satu yang menolak kecondongan tersebut.[1] Walaupun begitu, keberhasilan Indonesia atas Irian Barat tidak hanya menandai kemenangan politik bagi Indonesia, tetapi juga memperkuat legitimasi pemerintahan Soekarno di mata masyarakat Indonesia. 

b. Dampak sosial dari Trikora dapat dilihat dalam beberapa aspek, operasi Trikora dapat menjadi pemicu semangat nasionalis untuk bisa mewujudkan persatuan Indonesia yang sebenarnya. Masyarakat sipil dapat ikut serta dalam operasi ini secara sukarela, baik sebagai sukarelawan maupun dengan mendaftarkan diri sebagai anggota organisasi masyarakat dan politik. Seperti halnya, keterlibatan Gerwani dalam mengajak kaum wanita muda untuk berpartisipasi dalam kampanye nasional pembebasan Irian Barat Gerwani serta dalam aksi-aksi demonstrasi yang menentang kolonialisme Belanda di Irian Barat. Selain itu, operasi itu juga membawa keresahan sosial atas pergerakan militer dalam melawan Belanda. Konfrontasi total terhadap Belanda di Irian Barat telah memicu perang yang tidak seimbang di laut Aru, mengakibatkan korban jiwa, termasuk Komodor Yos Sudarso dan Kapten Wiratno yang gugur bersamaan dengan tenggelamnya kapal MTB Macan Tutul pada 15 Januari 1962. Korban jiwa dari operasi Trikora diperkirakan mencapai 214 prajurit Indonesia gugur dan tidak diketahui berapa jumlah korban tewas dari pihak Belanda dan relawan Papua. 

c. Dampak ekonomi yang berupa kerusakan infrastruktur ataupun kerugian materiil dari korban sipil atas operasi militer Trikora ini kendatipun pengungsian mungkin telah dilakukan. Selain berkaitan dengan kerugian materiil, biaya atas persenjataan juga mulai dapat membebani anggaran negara. Terutama, periode setelah kemerdekaan Indonesia masih mengalami situasi kesulitan ekonomi yang berusaha diatasi oleh kabinet-kabinet sebelumnya. Pembebanan ini akan menjadikan pembangunan sarana prasarana ataupun usaha-usaha menyejahterakan penduduk terhambat.

Namun, keberhasilan Operasi Trikora dalam membebaskan Irian Barat dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Melimpahnya sumber daya alam, seperti sumber minyak tanah, endapan tembaga minyak bumi, nikel, uranium, dan lainnya, seta potensi pariwisata, dan potensi pembangunan infrastruktur menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan sektor-sektor ekonomi baru di Irian Barat. 

Refrensi:

Aldiana, Isjoni, Bedriati Ibrahim, "Peranan Teddy S. Supangat Sebagai Pejuang Trikora Irian Barat Tahun 1962-1963" dalam Jurnal Pendidikan dan Konseling, Vol. 4, No. 3, 2022, hlm. 1894-1898

Bupu, Theresia Ngilan & I Ketut Laba Sumarjiana. 2021. " Operasi Trikora Sebagai  Upaya Mengembalikan Irian Barat ke Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia", dalam Jurnal Santiaji Pendidikan, 11 (11).

Febrina, Grace, Bedriati Ibrahim &Ahmal. 2023.  " Peranan Djuwari Dalam Operasi Trikora di Irian Barat (1961- 1963)", dalam Jurnal Dinamika Sosial Budaya,  25 (1).

Dinas Sejarah Militer TNI AD. 1979. Sejarah TNI AD 1945-1973: Peranan TNI- AD Dalam Mempertahankan  Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Bandung: Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat.

Adhityo, Bobby , Jamadin F. Sianipar & Syaiful Anwar. 2023. " Peran Operasi Militer Dalam Mendukung Upaya Diplomasi Dalam Pembebasan Irian Barat", dalam Jurnal of Education, Humaniora and Social Sciences, 5(4).

Grace Febriana, "Peranan Djuwari dalam Operasi Trikora di Irian Barat", Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Vol. 25, No. 1, 2023.

Guide Arsip Perjuangan Pembebasan Irian Barat 1949-1969, ANRI Jakarta.

Harahap, Dina Ulayani, Marzius Insani, Henry Susanto. "Arti Penting Irian Barat Bagi Indonesia", Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah (PESAGI), Vol. 9, No. 1, 2021.

Herlambang, S.M, "Tri Komando Rakyat (Trikora) Perjuangan Untuk Membebaskan irian Barat" dalam Jurnal CSICI, Vol.II/Des 2005 -- Jan 2006, No 09.

Febrianto, Achmad. "Alat Utama Sistem Pertahanan Dalam Upaya Pembebasan Irian Barat Tahun 1961 -- 1962" AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah, Vol. 2, No. 3, 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun