Sayyidina Ali radhiallah aanhu terkenal sebagai salah satu sahabat Rasulullah Saw. yang paling dekat. Sayyidina Ali terkenal sebagai sosok yang pendiam dan pendengar yang baik di kalangan sahabat. Sepupu sekaligus menantu dari Rasulullah tersebut juga terkenal karena kekuatannya dan sifatnya yang sangat pemberani.
Ada satu kisah yang terkenal mengenai kekuatannya adalah pada peristiwa Perang Khaibar. Dimana dirinya mengangkat pintu atau benteng Khaibar tersebut dengan satu tangan. Bukan hanya sekedar diangkat namun dilemparkan. Hal ini membuktikan seberapa besar dan hebatnya kekuatan Ali.
Namun, pada saat kematian istri tercintanya, Fatimah binti Muhammad. Beliau bahkan menangis dan berkata kepada para keluarganya "tolong bantu aku untuk membawanya". Ini membuktikan bahwa begitu terpukul dan lemah dirinya atas kepergian istrinya.
Kekuatan Sayyidina Ali di Perang Khaibar
Sedikit menilik dari awal mula terjadinya Perang Khaibar adalah peperangan antara umat muslim yang dipimpin oleh Nabi Muhammad melawan orang-orang Yahudi yang berkhianat atas suatu perjanjian yang sudah disepakati.Â
Rasulullah membawa 1.600 pasukan Muslimin melawan 10.000 pasukan Yahudi ke Khaibar untuk berperang. Perang ini terjadi pada bulan Muharram tahun 7 hijriah. Saat itu, sangat sulit sekali  untuk menembus pertahanan Yahudi. Sebelumnya Rasulullah sudah dua kali mengirimkan panglima besar untuk menaklukan benteng Yahudi yaitu, Abu Bakar as-Shidiq dan Umar Bin Khattab.
Rasulullah Saw. bersama para sahabat sampai menginap di sana saking sulitnya menaklukan para Yahudi yang berkhianat itu. Sampai pada tengah malam Rasulullah bersabda : "esok bendera perang akan kuserahkan pada seorang panglima yang mencintai dan dicintai oleh Allah SWT". Para sahabat masing-masing berharap dirinya lah yang akan dipilih menjadi pemangku panji Perang Khaibar. Saat esok tiba, ternyata Sayyidina Ali bin Abi Thalib lah yang ditunjuk oleh Rasulullah Saw.Â
Ukuran besar pintu Khaibar adalah tiga kali tinggi orang dewasa dengan berat 900 kg. Â Dan ditangan Ali, barulah penaklukan itu dimenangkan, bahkan Ali seorang diri mampu mencabut pintu benteng yang sangat besar itu, padahal di hari sebelumnya , puluhan sahabat lain secara bersamaan tak sanggup untuk merobohkan pintu benteng itu.Â
Diriwayatkan, Sayyidina Ali tanpa bantuan sahabat lain, mampu mengangkat dan menyeret pintu besar itu dengan satu tangan, dan olehnya pintu itu diletakkan sebagai jembatan di atas parit yang mengelilingi benteng agar pasukan Muslimin bisa memasuki Benteng Khaibar. Sebuah pintu yang tidak bisa diangkat, kecuali diangkatnya dengan 40 orang laki-laki yang kuat.Â
Wafatnya Fatimah Putri Rasulullah
Putri bungsu sekaligus kesayangan Rasulullah, Sayyidah Fatimah Az-Zahra wafat di awal-awal Ramadhan pada tahun 11 hijriah pada usia 28 tahun. Wafatnya Fatimah Az-Zahra meninggalkan bekas luka yang memilukan di kalangan kaum muslimin kala itu, terlebih suaminya Ali bin Abi Thalib.Â
Sayyidah Fatimah dikenal sebagai sosok wanita yang begitu mulia dan taat kepada Allah SWT.. Sayyidah Fatimah merupakan sosok yang mencerminkan akhlak dari kedua orang tuanya yaitu, Khadijah dan Nabi Muhammad Saw.
Sayyidah Fatimah wafat enam bulan setelah wafatnya Nabi Muhammad dan menjadikan tahun ini menjadi tahun berduka bagi kaum muslimin karena wafatnya dua sosok manusia yang begitu dicintai para umat muslim.
Sayyidina Ali memimpin prosesi pemakaman istrinya. Saat memikul keranda jenazah istrinya, Sayyidina Ali sang penakluk Khaibar itu berkata pada para keluarganya : "tolong bantu aku untuk membawanya". Bahkan setelah Fatimah dimakamkan, Ali rajin setiap hari datang untuk menziarahi makam istrinya.
Bisa kita simpulkan dari kisah di atas, bahwa orang terkuat sekalipun akan lemah jika menyangkut perihal 'cinta' terutama cinta pada orang terkasih. Kecintaannya pada Fatimah adalah hal yang tiada duanya setelah cintanya kepada Allah SWT.. Cinta yang didasari karena Allah adalah cinta yang paling mulia dan abadi.Â
Kisah cintanya dengan Ali bin Abi Thalib yang bermula dengan 'cinta dalam diam' yang akhirnya mampu bermuara dalam ikatan suci pernikahan. Bahkan setan pun tidak mampu menembus isi hati keduanya sehingga setan pun tidak mengetahui adanya perasaan cinta tersebut.Â
Kisah cinta yang dilandaskan rasa takut kepada Allah karena perasaan yang dijatuhkan pada sosok yang belum halal baginya. Cinta yang didasarkan atas ketaatan dan takut akan perasaan itu yang justru akan menjatuhkannya dalam maksiat.Â
Allah memisahkan keduanya agar mereka dapat berkumpul kelak di surga-Nya Allah. Bisa kita lihat bahwa setulus itu cinta Ali kepada Fatimah.Â
Cinta yang hanya berasal dari mata hanya akan berakhir dengan perpisahan. Tapi cinta yang berasal dan berdasarkan ketulusan hati akan menjadi abadi.
Hati akan lelah dan rapuh saat persoalannya menyangkut orang yang kita cinta. Langkah kaki akan terasa berat. Dan tak ada yang lebih berat daripada perpisahan dengan orang yang kita cintai.
Memang tidak dapat dipungkiri betapa besarnya kekuatan dari cinta itu sendiri. Terkadang bisa menjadi obat yang mampu menyembuhkan dan membawa kebahagian bagi yang mendapatkannya, namun juga bisa menjadi senjata yang menyakiti dan memberikan luka yang memilukan bagi yang kehilangannya.Â
Fatimah dan Ali sendiri dikarunia beberapa anak, yang putra ada Hasan dan Husein, serta satu lagi Muhsin yang wafat saat kecil. Sedangkan untuk bayi perempuan ada Ummu Kultsum, Zainab, al laits bin Sa’ad dan bungsu Ruqayyah yang juga wafat sedari kecil. Â
Rasulullah Saw. bersabda : "wanita-wanita terbaik di surga yaitu; Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Aisyah binti Muzahim istri Fir'aun." (HR. Ibnu Abdil Bar, al-Isti'ab 2/113)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI