Mendengar sapaan 'harga teman' agaknya sudah bukan menjadi sesuatu yang baru. Biasanya, sapaan ini dilontarkan kala seorang teman sedang atau baru saja memulai usaha.
Secara sederhana, harga teman biasa ditafsirkan sebagai potongan harga khusus yang langsung diberikan oleh si pemilik usaha kepada teman/kerabatnya. Kata teman ini kerap dianggap keramat, seakan 'yang namanya teman ya harganya beda dong' dan mengarah pada harga yang jauh lebih murah.
Kalau sudah membawa-bawa kata keramat teman, tentu sebagai pemilik usaha menjadi agak sulit atau merasa nggak enak untuk sekedar menolak jika benar-benar diminta menurunkan harga atau memberi diskon produk yang sedang dijual.
Jika, kata keramat sudah muncul, ada dua sisi yang biasanya dirasakan si pemilik usaha, yakni disatu sisi pasti kepingin untuk mempersembahkan banyak hal baik untuk teman, apalagi jika sudah kenal dekat. Tetapi, di sisi lainnya, juga terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan karena ada target yang harus dikejar untuk mengembalikan modal.
Kalau diperhatikan lagi, di Indonesia sendiri fenomena 'harga teman' memanglah sudah melekat, bahkan mungkin sudah menjadi hal yang sukar dielakkan.Â
Dahulu saat masa SMA, harga teman hanya sebuah fenomena bagi saya, alias hanya dengar dari kuping ke kuping dan cerita ke cerita. Tetapi, begitu memulai usaha, akhirnya ikut menyicipi seperti apa rasanya.
Berawal merintis, kemudian senang usaha mulai dikenal, terus berlanjut sampai bertemu teman yang benar-benar menggunakan 'harga teman' ketika akad penjualan, dan karena membesarkan rasa nggak enak, akhirnya mendapat konsekuensi kerugian.
Tetapi, apakah memberi 'harga teman' menjadi hal yang benar-benar salah?
Tentu saja tidak. Semua bisa bermula dengan kembali kepada diri si pemilik usaha. Apakah mau berkata jujur dan berani menolak dengan baik? Misalnya saja, memberi alasan jujur karena sedang ada kebutuhan pribadi yang harus diutamakan, jadi membutuhkan dana dari hasil usaha tersebut.
'Harga Teman' Cermin dari Sikap Minim Menghargai
Dari sisi teman - kepada si pemilik usaha, sebenarnya yang diperlukan adalah mendukung, bukan mencari untung - dengan memanfaatkan kondisi untuk mendapatkan harga murah.
Atau, alih-alih memberi kedok dukungan 'akan mempromosikan', tetapi malah minta gratisan. Jika, dilakukan benar-benar tentu tidak masalah, namun kalau hal tersebut hanya sebatas guyon dan main-main saja, maka bukannya untung malah jadi buntung.
Ketika usaha dimulai, mungkin banyak kerabat dekat yang ingin ikut membantu melariskan usaha. Tetapi, lagi-lagi tak semulus yang dibayangkan, sebab banyak sisi yang kerap dimanfaatkan ke arah yang tidak semestinya terjadi hingga kebablasan.
Hal ini mengingatkan saya pada sebuah quote dan mungkin dirimu juga sering mendengarnya, "Jika kita membeli barang dan membayarnya dengan penuh, maka hal ini akan menghadirkan rasa bangga dan kebahagiaan tersendiri untuk teman yang memiliki usaha tersebut."
Quote tersebut, memang benar adanya dan hanya akan dirasakan oleh pemilik usaha, apalagi disaat usaha yang dijalaninya itu baru saja dimulai. Seraya penuh syukur, "Akhirnya, barang ini laku juga."
Ketika mendapat potongan harga, menyenangkan bukan? Namun, apakah hal tersebut benar-benar menjadikan dirimu seorang yang menghargai langkah usaha temanmu? Tentu saja, tidak sepenuhnya.
Berbicara uang dan keuntungan, memang bisa jadi bukan prioritas dan tujuan utama si pemilik usaha. Namun, hal itu akan membuat diri mereka benar-benar merasa dihargai - sebagai pelaku usaha.
Jika, dirimu bertanya. Lantas, kalau bukan uang dan keuntungan, apa tujuan mereka (pemilik usaha) yang suka mengundang teman-teman terdekat untuk datang ke tempat usahanya?
Sederhana saja, yakni feedback. Penilaian atau feedback atau umpan balik, biasanya berupa sebuah reaksi dan komentar tentang produk yang sedang diluncurkan. Jadi, teman-teman yang diminta hadir akan memberikan komentar dan menilai secara jujur guna memperbaiki apa saja yang mungkin masih kurang, dan yang pasti memberikan semangat kepada si pemilik usaha dalam menjalankan hingga akan membesarkan usahanya.
Kalau 'Harga Teman' Itu... Justru Lebih Mahal! Bukan Kebalikannya!
Mewarta dari VICE, Dika seorang perancang busana sekaligus pemilik usaha pakaian sempat mengutarakan tentang harga teman bahwa, "Kalo mereka bener-bener teman/sahabat, ngga akan segan memperkenalkan dan merekomendasikan gua ke orang lain, jadi memperluas relasi. Mereka juga justru ngga akan pernah minta 'harga teman'."
Apabila, dihati kecil ada niat membantu dan mungkin saja si pemilik usaha merupakan teman terdekatmu, lalu kenapa 'harga teman' justru berubah menjadi dihargai murah, bukan lebih mahal?
Jika, dirimu membayar harga produk 'sesuai' dengan 'nilai yang diberikan' atau bahkan dilebihkan, tentu hal tersebut menjadi cermin bahwa dirimu turut mendukung perkembangan usahanya, bahkan secara tidak langsung ikut memberikan peluang untuk usahanya agar lebih maju selangkah.
Kalau dirimu bertanya-tanya lagi. Kenapa, kok, harga teman justru harus dihargai lebih mahal?
Sebab, kita nggak pernah tahu seberapa besar langkah dan beratnya mereka untuk memulai usaha tersebut, bisa jadi harus menggali lubang lebih dulu untuk benar-benar bisa memulainya, jadi ada dana yang benar-benar dikejar untuk mengembalikan modal. Di lain sisi, terdapat ide yang susah-payah dituang untuk menjadi sebuah produk, tentu hal ini tidaklah mudah dan sangat tak ternilai harganya.
Membangun Prinsip dalam 'Memberi' Harga Teman dan 'Tidak Meminta' Harga TemanÂ
Meski tidak sepenuhnya salah, 'harga teman' agaknya tetap harus dipikirkan dan diperhitungkan, baik sebagai pemilik usaha ataupun sebagai teman (calon pembeli produk).
- Sebagai Pemilik Usaha: 'Memberi' Harga Teman
Sebelum benar-benar 'memberi' harga teman, coba perhatikan dan perhitungkan beberapa poin berikut:
1. Lebih dulu melihat dan memperhatikan dengan benar target + hasil penjualanÂ
Paling utama, yakni benar-benar melihat target dan hasil penjualan dihari / bulan tersebut, apakah sudah tercapai? Atau masih benar-benar minus banyak dan perlu dikejar?
Kalau asal main memberi 'harga teman' tanpa cek pemasukan, tentu yang didapat bukanlah keuntungan, bisa jadi kerugian.
2. Kasih 'harga teman', tetapi tetap mengupayakan barter dengan 'promosi'
Jika, tetap ingin memberi 'harga teman', maka usahakan untuk barter dengan promosi seperti di sosial media, entah berupa foto ataupun video yang dikreasikannya. Supaya sama-sama imbang dan tidak ada yang merasa dirugikan.
3. Melihat kondisi 'keuangan' teman
Tentu, sebagai pemilik usaha pasti punya syarat tertentu jika ingin memberi 'harga teman', salah satunya melihat kondisi keuangan.
Kalau si teman, benar-benar kepingin banget menyicipi produkmu tetapi dananya tidak mencukupi, maka bisa dipertimbangkan lagi. Apakah benar-benar demikian?
Biasanya, kalau sudah bersahabat dan akrab, akan tahu bagaimana kondisi sesungguhnya. Mungkin saja, si teman sedari awal sudah menjelaskan keterbatasan dananya, sehingga bisa menjadi bahan pertimbangan.
- Sebagai Teman / Calon Pembeli: 'Tidak Meminta' Harga Teman
Mengenal lebih dalam sebuah pertemanan atau persahabatan, sedikit banyak pasti akan terdapat sikap timbal balik, baik hanya ke satu teman ataupun lebih. Sesederhana, jika ada yang memberi sesuatu, pasti di kemudian hari akan dikembalikan meski dengan barang dan jumlah yang berbeda. Atau, misalnya saja sering meminta/meminjam - entah berupa jasa seperti pertolongan ataupun berupa barang, pasti dilain sisi merasa harus memberi sesuatu yang lain sebagai balasannya. Itulah yang biasa terjadi dalam lingkup pertemanan atau persahabatan.
Jikalau, memahami dan sadar akan irama atau perputaran dalam pertemanan tersebut, maka kalau dipikir-pikir dirimu juga harus pantang untuk 'meminta' harga teman bila tidak mampu memberi sebuah impact baik kepada produk temanmu, bukan?
Jadi, bila benar-benar ingin 'meminta' harga teman, setidaknya beri dampak juga untuk usaha temanmu, seperti membuat produk-produk yang sedang dijualnya bisa laku, sebagai balasannya.
Tetapi, sebuah pertanyaan tiba-tiba bergelayut lagi. Apakah menjadi hal yang membebani, jika dirimu harus membayar sebuah produk sesuai dengan harganya? Kalau ke orang lain mungkin dirimu pantang untuk tawar-menawar, lantas mengapa ke teman sendiri meminta potongan harga?
Meskipun 'teman' sering dianggap keramat, alih-alih 'sudah akrab jadi santai', namun tidak ada salahnya lho, untuk memberikan sebuah apresiasi sederhana dengan tetap membayar produknya sesuai harga yang diberikan, apalagi jika produk yang dijual temanmu memiliki segudang manfaat untuk kebutuhan sehari-hari.
Menanamkan rasa sungkan atau canggung, agaknya lebih baik diterapkan saat ingin meminta potongan harga kepada teman, supaya perilaku tersebut tidak menjadi sebuah kebiasaan yang pada akhirnya akan terus terjadi berulang kali.
Semoga artikel ini bermanfaat yaa. Salam hangat, salam sehat-sehat selalu untuk dirimu yang lagi baca artikel ini.
Penulis: Dina Amalia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H