Sah-sah saja memang, apabila kita mau dan mampu membeli buku dari berbagai genre, sekalipun dalam jumlah yang banyak. Terlebih, era saat ini sudah menjamur ragam promosi yang bisa dimanfaatkan dengan mudah untuk mendapatkan buku-buku yang kita inginkan.
Tetapi, apakah proses membaca buku semudah seperti saat mendapatkannya?
Tentu kita sering mendengar sebuah pernyataan bahwa membaca buku merupakan aktivitas yang bermanfaat, hingga kerap kali disarankan. Tetapi, kenyataannya membaca buku merupakan salah satu aktivitas yang tergolong 'susah-susah gampang'. Sebab, tidak sedikit orang merasa kesulitan untuk dapat menuntaskan buku yang tengah dibacanya.
Berbeda dengan tsundoku, kebiasaan ini dalam dunia buku biasa disebut dengan DNF alias Did Not Finish. Seperti artinya, istilah tersebut dijuluki kepada pembaca yang tidak mampu menuntaskan bacaan bukunya sampai benar-benar selesai. Dominan, alasan yang kerap dilontarkan adalah karena ketidakcocokan dengan isi buku.
Biasanya, kebiasaan ini berawal dari ketertarikan, entah karena pure tertarik dan penasaran, efek sebuah review, penasaran karena hasil dari sebuah adaptasi, hingga promo. Namun, pada kenyataannya buku yang dianggap 'menarik' tersebut tidak menjamin bisa dibaca dengan tuntas. Alhasil, hanya sibuk mendapatkannya diawal dan berakhir ditumpuk.
Hal ini, bagi sebagian orang mungkin sudah menjadi sebuah kebiasaan, yang kerap diulangi lagi dan lagi. Sangat nyaman dan mudah membeli buku, tetapi masalah membacanya diatur belakangan, kalau suka dengan isinya dibaca tuntas dan jika tidak suka maka berakhir ditaruh di rak koleksi, bahkan bisa langsung beralih ke buku lainnya. Jadi, semacam melihat kondisi dan isi.
Faktor yang Membuat Buku Tidak Akan Dibaca Tuntas
Bukan tanpa sebab, rupanya ada beberapa faktor yang menjadi alasan seseorang enggan untuk menuntaskan buku yang sedang mereka baca.
Seperti, setahun belakangan ini beberapa warganet khususnya pencinta buku yang aktif berselancar di platform Quora kerap menyampaikan beberapa alasan mengenai keengganannya untuk menuntaskan buku bacaan mereka.
Jika, ditelaah lebih mendalam, alasan-alasan yang kerap diungkapkan bisa dilihat dari dua sisi, diantaranya yakni dari sisi buku dan sisi diri pembacanya:
Dari Sisi Buku
1. Cerita tidak menarik
Cerita / isi buku yang kurang menarik menjadi salah satu alasan yang paling banyak dibeberkan.
Biasanya, si pembaca sudah membaca beberapa halaman buku, bahkan sekalipun sudah memaksa diri untuk tetap lanjut membaca, tetapi karena cerita / isi yang menurutnya benar-benar tidak menarik, akhirnya memilih untuk berhenti di tengah jalan, alias tidak akan dituntaskan.
Seperti yang diungkap oleh Kak Arimbi melalui Quora, "Alasan paling logis lainnya, bukunya ga menarik, jadi berhenti di tengah jalan. Ga kuat soalnya, mau dipaksain beres malah tersiksa".
2. Alur dan karakter yang susah ditebak
Awalnya asyik membaca, tetapi di tengah jalan alurnya justru berubah yang membuat si pembaca jadi kurang mengerti, plus sering kali ada penambahan karakter yang lagi-lagi bagi si pembaca tidak diperlukan.
Alhasil, sisi ini kerap membuat mood pembaca jadi berubah atau memang jadi kurang nyaman saja dengan alurnya. Berawal asyik, seketika berubah menjadi hilang mood dan tidak lagi semangat untuk melanjutkan baca.
3. Isi buku diluar dari ekspektasi
Poin ini, selain dari sisi buku juga datang dari diri si pembacanya, yakni sudah lebih dulu memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap isi buku, misalnya 'pasti jalan ceritanya seru', 'pasti ada banyak motivasi yang tertuang didalamnya', 'pasti karakter-karakternya pas dan oke banget'. Tetapi, begitu mulai benar-benar dibaca ternyata isinya diluar dari ekpektasi, tidak semenarik seperti yang sudah dibayangkan, bahkan jauh sekali dari gambaran yang tertuang pada blurb. Alhasil, bukunya tidak dibaca sampai tuntas.
Sisi ini turut dirasakan oleh Kak Dena yang membeberkan melalui Quora, "Ekspektasi saya ketinggian, dan ternyata bukunya biasa aja. Malah, dibawah banget. Akhirnya, gak saya teruskan".
4. Merasa diprank soal genre
Genre pada sebuah buku umumnya adalah spesifik, semua dikelompokan sesuai dengan cerita atau topik yang dibuat oleh si penulisnya. Setiap buku, mengerucut pada satu genre, yang biasanya setelah diterbitkan dan dipasarkan sering kali menjadi patokan si pembaca untuk mengetahui secara general tentang topik yang dibahas, seperti apakah dari genre action? Atau romance? Atau mungkin misteri? dsb.
Biasanya hanya beberapa genre tertentu yang ditambahkan secara lebih detail untuk memastikan isi/topik yang dibahas. Salah satunya, seperti agama & filsafat, pada informasi genre ini biasanya akan ditambahkan atau dikerucutkan lagi, misalnya agama & filsafat (agama islam) atau agama & filsafat (kepercayaan), dsb. di mana semua tambahan tersebut disesuaikan dengan topik kepercayaan atau agama yang menjadi pembahasan utama pada buku.
Tetapi, rupanya tidak semua genre yang dicantumkan pada sebuah buku bisa sesuai, lho. Sering kali terdapat isi buku yang tidak nyambung dengan genre yang sudah dipilih. Misalnya, pada sebuah buku tercantum jelas memiliki genre crime, tetapi begitu dibaca justru hampir full berisi romansa.
Jika, disandingkan dengan si pembaca, tentu memiliki minat yang berbeda-beda. Bahkan, genre termasuk yang paling sentral saat seseorang memilih buku, sebab dominan pembaca sudah memiliki genre kesukaan, hingga sulit untuk menyukai/beralih ke genre lainnya. Jadi, kalau membeli buku, pasti bukan hanya dicek pada bagian judulnya saja, melainkan juga genrenya. Kalau rupanya terdapat kesalahan pada buku, tentu kerap membuat si pembaca lebih memilih berhenti dan tidak melanjutkan membaca.
Sisi ini kerap dirasakan oleh Kak Caca, seorang penikmat seni dan sastra yang curhat melalui Quora mengenai kesalahan genre buku, "Saya suka membaca novel genre action, horror dan crime. Saya membeli buku terbitan wattpad... bergenre action, yang ternyata pas saya baca justru ada romansa dan dan family. Dominan adalah romancenya. Saya merasa di prank, karena novel ini memiliki 300-an halaman, dan 200-an halaman lebihnya dominan romance".
5. Masalah format penulisan
Sebagai pembaca tentu kita selalu berpikir, bahwa jika buku sudah berhasil diterbitkan, otomatis sudah melewati proses penyuntingan detail untuk memastikan ejaan hingga tata bahasa dengan benar.
Tetapi, kenyataannya tidak semua buku benar-benar rapi dan terhindar dari kesalahan. Seperti, terdapat typo, penggunaan sebuah tanda baca yang kurang sesuai, font terlalu kecil, hingga spasi yang terlalu rapat. Alhasil, kesalahan-kesalahan seperti ini kadang kala membuat pembaca merasa risih, apalagi jika kesalahannya berulang pada beberapa halaman, sehingga memutuskan untuk berhenti membacanya.
Masih dari narasumber yang sama, Kak Caca turut mengungkap, "Karena kualitasnya sangat mengecewakan!... Cetak tulisannya kecil kaya kutu, spasinya rapat banget, membuat mata saya yang sudah minus menjadi tambah minus, penulisan teriaknya juga huruf kapital semua, penggunaan tanda baca yang gak sesuai, typo... Maka saya memutuskan untuk menyerah dan tutup buku."
Dari Sisi Pembacanya
Bukan hanya dari sisi buku, faktor yang kerap membuat seseorang tidak mau menuntaskan bacaan (buku) yang sedang mereka baca juga berasal dari dirinya sendiri, berikut diantaranya:
1. Korban diskon semata
Diskon, memang suka datang tiba-tiba, sering kali tidak bisa dipastikan kehadirannya.
Begitu pun dengan buku-buku, terutama yang dipasarkan melalui online marketplace, suka tiba-tiba ada diskon besar-besaran, hingga membuat si pembaca membeli buku-buku hanya karena mengejar diskon, bukan karena benar-benar membutuhkan bukunya.
Alih-alih, "Mumpung murah, kapan lagi?" alhasil, buku pun tidak tahu kapan akan dibaca sampai tuntas, bahkan mungkin bisa jadi akan berakhir menjadi pajangan semata.
2. Kesibukan dan kefokusan yang sulit disatukan
Sibuk, memang yang paling sering menjadi alasan utama kenapa pembaca sulit untuk menuntaskan buku yang sedang mereka baca, entah sibuk dari sisi pekerjaan, aktivitas hobi, dan sebagainya.
Terlebih lagi, jangankan saat bekerja dan beraktivitas, terkadang sedang free alias sedang bersantai saja, 'kefokusan' mudah sekali berubah. Alih-alih mau menyatukan, malah justru sulit menaklukan satu diantaranya.
3. Mengalami reading slump
Alasan lainnya, adalah reading slump, alias ketika rasa jenuh, malas, tidak mood sedang berpihak kepada si pembaca. Akhirnya, menjadikan kegiatan membaca terasa lebih berat dan sulit untuk dilakukan.
Jika, pembaca mengalami fase ini memang tergolong agak sulit, sebab membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk bisa mengembalikan mood atau gairah untuk membaca kembali. Apalagi, jika sudah terdistraksi dengan hal yang mudah menganggu kefokusan lainnya, seperti bermain handphone. Alhasil, fase ini akan memakan waktu yang cukup lama.
Faktor penyebab yang menjadikan aktivitas membaca buku terasa sulit dituntaskan memanglah beragam. Tetapi, perlu diingat bahwa membaca buku dengan tuntas juga penting dilakukan, selain menjadi lebih paham terhadap gagasan si penulisnya juga menjadikan buku tidak sia-sia begitu saja.
Semoga artikel ini bisa bermanfaat yaa, dan menambah wawasanmu dalam mengenal luasnya dunia perbukuan. Salam literasi, salam sehat-sehat selalu untuk kamu yang lagi membaca artikel ini.
Penulis: Dina Amalia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H