Era digital boleh saja turut merubah kiblat kebiasaan seseorang yang semula hanya melakukan kegiatan menggunakan versi fisik beralih menjadi ke versi digital. Tetapi, hal ini agaknya tidak berlaku sepenuhnya bagi pencinta buku.
Hingga saat ini, memiliki buku fisik masih tergolong sangat diminati, entah karena kebutuhan ataupun memang asli karena kegemaran. Biasanya, memiliki buku fisik karena sebuah kebutuhan - didasari oleh kewajiban, seperti misalnya untuk kebutuhan akademik.
Sedangkan, jika karena kegemaran, biasanya datang dari pencinta buku yang selalu ingin membaca buku apa saja dan bergembira dengan hadirnya buku fisik, hingga kerap memiliki book wishlist baik dari sisi judul, kunjungan ke toko buku, hingga jumlah buku yang harus dibeli.
Meski keduanya memiliki minat terhadap buku fisik, kadang kala sama-sama merasakan kendala yang serupa terhadap buku itu sendiri, yakni kebutuhan ruang.
Buku Terlalu Menumpuk Sering Kali Tidak Menemukan Solusi
Terdapat 2 hal utama yang kerap mendasari kebutuhan ruang untuk buku fisik, diantaranya:
Pertama, real memang menginginkan memiliki rak ataupun ruang supaya bisa membuat buku-buku yang dimiliki menjadi barang koleksi. Biasanya dominan datang dari pencinta buku.
Kedua, justru kebalikannya, alias kerap tidak sadar bahwa ternyata sudah memiliki buku dengan jumlah yang cukup banyak dan belum tertata, namun enggan jika buku-buku tersebut harus dibuang. Jadi, mau tidak mau memilih untuk memiliki rak / ruang khusus untuk menata dan menyimpan buku. Biasanya kategori ini datang dari pemilik buku yang didasari oleh kebutuhan.
Lalu, adakah masalah utama yang timbul? Terlepas menginginkan sebuah ruang penyimpanan buku ataupun tidak.Â
Dua poin di atas memang agaknya berbeda, antara keinginan dan sebuah keharusan karena jumlah buku yang mungkin sudah tak terhingga.
Namun, jauh sebelum rak dan ruang khusus dibutuhkan, keduanya sering kali sama-sama memiliki masalah utama yang dihadapi, bahkan rasa-rasanya seperti tidak pernah menemukan solusi saking banyaknya buku yang dimiliki, diantaranya:
1. Konsumtif dan lapar mata
Baik pencinta buku ataupun peminat buku fisik karena kebutuhan tertentu, kerap mengalami yang namanya lapar mata kalau melihat buku yang menurutnya bagus dan menarik. Alhasil, dibeli semua tanpa memikirkan kendala ruang.
Misalnya saja dari sisi peminat buku karena kebutuhan tertentu, (misal ranah akademik) ketika melihat buku teori yang menarik dari sisi judul dan blurb rasanya ingin membeli, alih-alih "kayaknya bakal kepake deh di semester depan, soalnya pas nih ada mata kuliahnya". Alhasil, jadi ditumpuk lebih dulu dan belum tentu benar digunakan di masa yang akan datang.
Selain itu, sering juga masalah timbul karena konsumtif akibat ikut-ikutan trend ataupun korban promo. Misal, membeli buku bukan karena minat, melainkan melihat harga dan minat yang tinggi terhadap sebuah buku, alhasil jadi boros dan buku pun belum tentu langsung dibaca.
2. Banyak buku yang belum dibaca, sudah beli lagi
Terlalu sering beli buku, padahal belum dibaca seluruhnya, tetapi sudah beli lagi dan beli terus. Alhasil, buku pun akan terus menumpuk, bahkan tidak tertata sampai bingung mau meletakannya di mana lagi. Bahkan, bisa jadi bukunya beralih fungsi menjadi pajangan yang nganggur, tidak berfungsi seutuhnya dan tidak lagi terawat.
Kedua poin di atas, kerap menjadi masalah utama yang menyebabkan kebutuhan sebuah ruang untuk menyimpan buku.
Terlepas dari kemampuan dan keinginan memiliki sebuah rak ataupun ruang untuk buku-buku, memang kembali lagi kepada si pembaca. Namun, biasanya bagi pembaca dan pembeli buku aktif pada akhirnya akan memilih untuk menata buku dengan rapi, bahkan sekaligus menjadikannya sebagai spot terbaik untuk sekedar bersantai.
Mencoba Mengoleksi Buku Tanpa Menimbun
Saat kondisi buku sudah terlalu banyak dan menumpuk seperti permasalahan di atas, sering kali jadi bertanya-tanya sendiri sebenernya bisa ngga sih tetap menyimpan sekaligus mengoleksi buku tetapi tanpa menimbun?
Jawabannya, tentu bisa banget! Melalui cara mengoleksi buku secara sadar, diantaranya yakni:
1. Menyortir buku: yang masih dibaca dan sudah tidak dibaca
Mengoleksi buku secara 'sadar' utamanya bisa dimulai dari penyortiran buku, sebelum buku-buku yang kita miliki benar-benar masuk ke dalam rak dan ruang koleksi.
Seperti misal, kita memiliki hampir 50 buku dengan genre berbeda, maka lakukan penyortiran terlebih dahulu, bisa dimulai dari menyesuaikan kategori, genre, hingga dari sisi nama penulisnya.
Selanjutnya, kita pilih buku yang memang 'benar-benar' kita sukai / menjadi bagian buku terfavorit, dan akan dibaca berulang kali. Selebihnya, buku yang lain bisa disingkirkan (lanjut poin 2).
Proses penyortiran ini, secara tidak langsung memang memaksa kita untuk mengambil keputusan dalam memilih dan merelakan. Namun, hal ini tidak semata-mata untuk ego yaa, melainkan agar buku yang sudah tidak kita baca dan pakai bisa berguna/bermanfaat untuk orang lain, sehingga semua ilmu yang tertuang dalam buku bisa terus mengalir dan tidak lagi didiamkan begitu saja.
2. Menyumbangkan atau menjual buku yang sudah tidak dibaca
Setelah proses penyortiran buku selesai, biasanya akan ada buku-buku yang disingkirkan, bukan karena rusak melainkan sudah tidak dibaca lagi.
Buku-buku yang sudah tidak dibaca/dipakai, jangan dibuang begitu saja, karena bisa didonasikan kepada orang-orang ataupun ruang yang membutuhkan, seperti taman baca, hingga kerabat terdekat.
Namun, jika tidak mau didonasikan, bisa juga untuk dijual kembali, baik secara mandiri melalui pasar online ataupun ke pelapak buku bekas. Sehingga, hasilnya pun selain bisa bermanfaat untuk sang pembaca berikutnya, juga untuk diri kita sendiri entah untuk kebutuhan pribadi ataupun yang lainnya.
3. Budgeting, sampai scheduling
Mengoleksi buku secara 'sadar' artinya harus sadar secara keseluruhan, bukan hanya dari sekedar 'apa buku yang ingin dibaca' saja, melainkan juga dari sisi anggaran dan penyesuaian waktu untuk membeli buku.
Jika, dikatakan mampu dan bisa membeli, tentu hal apa saja bisa kita lakukan untuk mendapatkan buku yang kita inginkan, tetapi tujuan budgeting dan scheduling bukanlah soal kemampuan atau kesanggupan, melainkan untuk mengelola pengeluaran supaya lebih tertata dan tidak konsumtif.
Seperti, memulainya dengan membuat catatan dan aturan. Misalnya, membeli buku dalam satu bulan cukup dua buku saja sesuai referensi, minat asli atau kebutuhan, dengan batas harga Rp 200.000 (untuk kondisi baru original).
Ditambah, bisa diatur proses pembeliannya seperti memanfaatkan promo atau cuci gudang, jadi dana yang seharusnya dipakai cukup besar, bisa mendapatkan banyak sisa dan digunakan untuk kebutuhan lainnya.
Jadi, buku yang masuk ke rak dan akan dikoleksi tidak berlebihan, plus menjadi sesuai dengan minat diri kita dan benar-benar akan dibaca.
4. Praktik meminjamkan dan tukeran
Memanfaatkan lingkungan terdekat untuk saling memberi manfaat, dengan memulai praktik meminjamkan buku seperti ke kerabat terdekat. Supaya buku yang kita miliki dan hanya berdiam diri di rak bisa terus mengalir ilmunya, dan tersalurkan manfaatnya untuk orang banyak.
Selain itu, jika tidak menginginkan pembelian buku, bisa juga memilih untuk saling tukar buku sementara ke kerabat terdekat. Misal, saling bertukar buku novel yang belum pernah dan ingin kita baca selama seminggu, kemudian akan dikembalikan lagi setelahnya.
Hal ini bisa meminimalisir penggunaan buku yang menumpuk dan jauh lebih praktis.
5. Menyesuaikan pembelian sesuai hati dan kebutuhanÂ
Mengoleksi buku secara 'sadar' dalam poin ini bisa dimulai dengan catatan atau list, berisi daftar buku yang memang benar-benar sesuai dengan kebutuhan diri kita dan benar-benar 'akan' dibaca.
Bisa kita susun lebih dulu, dimulai dari judul buku yang memang sedang kita incar, atau bisa juga dari penulis dan genre buku kesukaan kita. Selanjutnya, mulai cek secara detail mengenai buku yang sedang kita inginkan itu, baik dari sisi blurb, daftar isi, alur cerita singkat, sampai rating. Hal ini untuk memastikan diri kita apakah benar-benar 'masih menginginkan' buku tersebut setelah mengecek detailnya, atau mungkin beralih ke buku lainnya?
Dengan penyesuaian ini, dapat mengurangi risiko 'buku yang sudah dibeli tetapi tidak dibaca'. Karena kadang kala, kita suka membeli buku diluar dari minat diri kita sendiri, alias sering ikut-ikutan karena buku tertentu lagi laris manis dan jadi bahan perbincangan banyak orang. Jadi, penyesuaian ditambah dengan komitmen, sangat membantu proses pemilihan buku, terlebih nantinya untuk dijadikan sebagai barang koleksi.
Itulah 5 cara mengoleksi buku secara 'sadar' sebagai langkah yang bisa dilakukan saat ingin menata dan mulai mengoleksi buku tanpa ada lagi drama menimbun.
Baik pencinta buku ataupun peminat buku fisik karena kebutuhan tertentu, dan baik dari keinginan lama ataupun yang baru ingin memulai mengoleksi. Jika, secara perlahan ke-5 poin di atas dipraktikan, maka hasilnya pasti akan melegakan, alias semua buku yang tertata benar-benar yang kita sukai/butuhkan dan baca saja, tanpa harus menimbun apalagi sampai kebingungan mau menghabiskan bacaan yang mana dulu.
Semoga ulasan ini bermanfaat ya dan menambah wawasan kamu dalam mengenal luasnya dunia perbukuan. Salam literasi, semoga sehat-sehat selalu untuk kamu yang sedang baca artikel ini.
Penulis: Dina Amalia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H