Mohon tunggu...
Dina Amalia
Dina Amalia Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Bouquiniste

Biasa disapa Kaka D! | Hidup pada dunia puisi dan literasi | Etymology Explorers | Mengulik lebih dalam dunia perbukuan dan kesehatan | Contact: dno.dwriter@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dikenal Lapuk dan Usang, Mengapa Masih Ada Orang yang Senang Membeli Buku dari Toko Buku Bekas?

19 November 2024   16:23 Diperbarui: 19 November 2024   17:21 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: Pixabay/memyselfaneye (Ilustrasi Pengunjung di Toko Buku Bekas)

'Lapuk' dan 'Usang' sering kali digunakan untuk menjuluki sebuah benda apapun yang notabenenya sudah tua dan bekas pakai. Seperti buku, yang mewarnai dunia bukan hanya dari versi terbaru, melainkan masih ada warisan dari zaman dahulu yang biasanya disapa sebagai buku bekas.

Dalam dunia perbukuan, sekedar mengenai penilaian buku bekas sendiri mengundang berbagai persepsi, seperti ada yang menilai sebagai barang usang hingga sudah tidak layak pakai, dan ada yang memang sudah paham bahwa kondisi bekas adalah hasil dari tangan kedua (alias belum tentu lapuk dan usang, semua tergantung kondisi).

Bagi orang yang tidak akrab dengan dunia buku, kerap menilai bahwa buku bekas adalah barang yang sudah tidak layak pakai. Tetapi, bagi yang sering berburu buku, plus penjualnya sendiri, kata 'bekas' sudah mendarah daging sebagai sebutan alternatif dari kondisi buku (tangan kedua). (Lihat penjelasan detail, bisa kunjungi 'Antara Buku Bekas dan Buku Lawas, Apa Bedanya?')

Terlepas dari apapun julukannya, di masa saat ini, banyak sekali toko buku resmi penerbit dan besar yang kerap menggelar promo buku besar-besaran atau cuci gudang, salah satunya Gramedia. Selain murah, kondisi pun tentu original, baru dan masih disegel. Banyak masyarakat khususnya pencinta buku yang turut antusias dan berburu.

Di lain sisi, ada juga pasar buku bekas yang masih setia buka sampai masa saat ini, tetapi opsi yang ditawarkan ketika membeli biasanya hanya 'nego', jarang sekali ada promo besar, kecuali yang dibuka pada lapak online. Meski demikian, herannya tetap ramai pembeli.

Hal tersebut, kerap ditanyakan oleh beberapa kerabat, "Kan sekarang kalau beli buku original resmi penerbit gampang ya, online bisa atau nyari diskonan secara langsung juga bisa, kok, masih ada orang yang suka beli buku ke toko buku bekas? Apalagi kebanyakan sudah usang kecokelatan dan memiliki kekurangan".

Kondisi Boleh Bekas.. Nilai Tetap Berkelas!

Dari pertanyaan tersebut, saya mencoba analisis dari lalu-lalang customer yang membeli buku bekas, seperti kolektor, pencinta buku, sampai masyarakat yang membeli memang hanya karena kebutuhan.

Kalau ditafsirkan secara sederhana, mereka yang membeli, antri memesan, dan memburu buku bekas sampai buku lawas, memang tidak bisa membeli versi barunya.

Bukan karena tidak mampu, bukan karena tidak memiliki uang, melainkan karena:

1. Nilai historis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun