Sebagai contoh negatif, ketika mengampu pendidikan kuliah dan melaksanakan tugas akhir skripsi, seluruh mahasiswa tentunya akan sama-sama mengerjakan, namun ditemukan mahasiswa yang juga sedang skripsi dan biasa dikenal sebagai anak yang pintar. Sayangnya, disela perjalanan skripsi timbul rasa cemas dan ketakutan yang luar biasa terhadap dosen penguji hingga ketakutan jika harus mengulang judul yang sudah diajukan, sehingga rasa 'akan melakukan apapun, yang penting tercapai' dilakukannya, dan terjadilah proses 'mendekati dosen' dan melakukan apa saja 'yang penting aman'. Hal tersebut tentu sangat merugikan mahasiswa yang lain, yang benar-benar belajar dan mengerjakan karyanya sendiri. Baik dalam proses berjalannya sidang hingga nilai akhir pun tentu saja akan berbeda antara mahasiswa yang mendekati atau 'melobi', dengan mahasiswa yang benar-benar berjuang untuk karyanya sendiri.
Berbeda, Namun Kerap Kali Dipandang SamaÂ
Dari penjabaran diatas yang dibarengi dengan penjelasan beberapa sumber, 'Rajin' dan 'Ambisius' sangatlah berbeda. Namun, sebagian besar orang memandangnya sama. Bagi teman-teman yang masih kuliah ataupun yang sudah lulus kuliah pun pasti agaknya tidak asing dengan 2 hal ini.
Ternyata banyak sekali teman-teman mahasiswa yang merasa risih juga terhadap panggilan 'anak ambis'. Panggilan tersebut sering kali dilontarkan, tapi juga sering kali salah kaprah karna tidak tahu betul apa arti yang sesungguhnya.
Terkait 2 hal ini, tentu setiap orang memiliki pandangan yang beragam, dan banyak juga yang mengungkapkan melalui media sosial ataupun web blog. Salah satunya akun College Menfess yang memperlihatkan poster gambar berisikan perbedaan antara optimis dengan ambisius di media X, dan dibarengi dengan komentar "Jadi gini ya guys bedanya. Jangan rajin dikit dibilang ambis :( aku bukan orang yg pernah disebut ambis, tapi sedih aja kalo ada temen lain yang emang rajin dikit-dikit dibilang ambis". Dan masih banyak lagi teman-teman yang mengungkapkannya.
2 hal ini memang sering kali ditemukan / didengar di dunia pendidikan, salah satunya masa-masa perkuliahan. Ngga asing di dengar ketika ada mahasiswa yang begitu fokus setiap kali belajar, selalu tepat waktu mengumpulkan ketika ada project atau tugas dari dosen, aktif menjawab pertanyaan dosen atau berdiskusi disaat pembelajaran berlangsung, dan sebagainya, namun hal tersebut malah menjadikannya disebut sebagai 'anak ambis', bahkan acap kali dikonotasikannya ke arah negatif, hingga menjadi stigma buruk.
Apalagi masa-masa dimana mahasiswa menyelesaikan tugas akhir skripsi. Penyelesaian skripsi sendiri bukan menjadi ajang lomba, siapa yang selesai duluan dialah yang paling pintar, tentu bukanlah seperti itu. Melainkan memang sebuah kewajiban mahasiswa untuk menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh sebuah gelar. Biasanya pun setiap Universitas memiliki timeline atau penjadwalan dari mulai proses mengerjakan, bimbingan, sidang, hingga wisuda, yang semua itu biasanya dilakukan serentak atau berbarengan. Jadi, tidak ada istilahnya berlomba-lomba.
Namun, sayangnya masa-masa akhir perkuliahan ini banyak sekali kebisingan yang mengganggu. Seperti ketika ada mahasiswa yang memang sering melakukan bimbingan, mau menggali informasi terkait topik skripsi kepada dosen, sungguh-sungguh dalam mengerjakannya, melakukan riset ke berbagai sumber, membantu teman-teman yang kebingungan dalam mengerjakan, bahkan terkadang bisa lebih dulu selesai dalam melakukan penelitiannya, dan memang the real memiliki kedisiplinan diri yang begitu luar biasa tanpa melakukan kecurangan dalam menyelesaikannya. Tetapi, perjuangan yang sungguh-sungguh itu terkadang malah dipandang sebagai 'anak ambis' yang mengarah kepada stigma buruk, seperti sering kali dilontarkan kata-kata 'anak ambis ih' 'terlalu kerajinan ah' hingga dinilai 'terlalu menggebu-gebu'.
Padahal itulah yang seharusnya memang dilakukan sebagai mahasiswa akhir yang sedang menyelesaikan tugas akhirnya, tapi hal baik seperti itu ternyata masih mengundang pikiran orang lain untuk berkomentar buruk yang bahkan menjadi perbincangan di lingkungan Kampus.
Seperti pada penjelasan yang telah dibahas, bahwa sikap 'Rajin' sendiri yakni memang benar-benar pribadi yang optimis dan memiliki rencana-rencana matang dimulai dari hal-hal kecil yang akan dilakukannya. Sedangkan, 'Ambisius' dilatarbelakangi oleh sebuah pencapaian, terkadang cenderung untuk memaksakan kehendak, dikendalikan ambisi, hingga tidak suka atas pencapaian orang lain. Namun, 'Ambisius' sendiri bisa dinilai ke arah positif ataupun negatif, tergantung bagaimana seseorang yang ambisius ini bersikap, apakah menyikapinya dengan cara yang baik ataupun sebaliknya.
Jika dilihat dari contoh sikap mahasiswa diatas, adalah bukan sikap ambisius, melainkan rajin. Mengapa? Karena ia memiliki kedisiplinan diri yang begitu luar biasa tanpa melakukan kecurangan dalam menyelesaikan tugas akhirnya, walaupun terlihat lebih unggul karena proses yang ia jalani dibarengi dengan ketekunannya, ia tetap membantu teman-temannya yang merasa kebingungan dalam mengerjakan tugas akhir. Tidak ada rasa memaksakan kehendak, karena the real dari kedispilinan dirinya dan berproses untuk menyelesaikan karyanya / tugas akhirnya.