6 tahun yang lalu aku adalah seorang remaja SMP negeri di suatu daerah. Masa SMP adalah masa-masa yang paling Indah, setuju atau tidak tapi aku merasakannya. Aku menemukan dan belajar banyak hal pada saat itu. Hal yang sebelumnya belum pernah aku temui, Â karena pada dasarnya perubahan terbesar yang terjadi dalam diriku aku rasakan pada saat aku menjadi seorang remaja SMP.
Keping kenangan yang masih aku ingat hingga saat ini jatuh pada saat acara pesantren kilat yang diadakan disekolah. Pada saat itu aku sudah menjadi kelas 8. Acara itu mengharuskan siswa dan siswi nya untuk menginap satu hari satu malam di sekolah. Aku sangat senang pada saat itu, karena aku pikir ada banyak hal yang bisa aku lakukan bersama teman -teman ku. Â Apalagi pada saat itu kami sedang melaksanakan ibadah puasa.
Hari ini aku ingin bernostalgia ke masa itu. Tak hanya untukku namun juga pada siapa-siapa saja yang ingin mengetahui keping kenangan yang tersisa ini.
**
Dinginnya cuaca pagi itu membangunkan seluruh sel pada tubuhku. Â Sehingga mau tidak mau aku pun terbangun dari mimpi indah ku, Â sayup-sayup aku mendengar suara adzan subuh berkumandang. Lalu ku gerakan kepalaku guna melihat jam dan juga kalender. Ternyata hari senin, pantas saja rasanya tubuhku pada saat itu sangat sulit untuk berpisah dengan tempat tidurku.
Jarak rumahku menuju sekolah lumayan jauh, harus menggunakan kendaraan umum seperti angkutan umum atau diantarkan menggunakan motor. Kenapa tidak membawa motor saja kan lebih praktis? jawabannya tentu tidak karena kami masih dibawah umur dan tidak memiliki SIM. Sekolahpun melarang muridnya membawa kendaraan sendiri. Aku mempunyai teman dari kecil yang rumahnya tak jauh dari rumahku, dan syukurnya kami masuk disekolah yang sama jadi kami memutuskan untuk berangkat dan pulang sekolah bersama.
Sesampainya di sekolah, Â aku berpisah dengan temanku itu karena kami tidak satu kelas. Senin pagi, seperti biasa sebagai seorang murid kami melaksanakan kewajiban kami yaitu upacara bendera merah putih. Upacara dilaksanakan dengan hikmat pada saat itu. Â Setelah nya aku kembali ke kelas bersama dengan teman-teman ku yang lain.
"Adiba... kamu tau gak, minggu depan sudah memasuki bulan suci Ramadhan?" tanya Reva teman sebangku ku pada saat kami baru saja sampai kelas dan duduk di bangku masing-masing.
"Iyaa aku sudah tau rev, Â memangnya kenapa?" jawabku agak sedikit malas. Bukan apa-apa tapi hanya saja aku sedang lelah pada saat itu, setelah berdiri hampir satu jam lamanya. Â Entahlah dengan dia, Â energinya seperti tidak ada habisnya.
"Katanya sekolah mengadakan acara pesantren kilat loh, pasti seru!" kata Reva masih dengan semangat yang menggebu.
"Bukannya tahun lalu juga sama ya? lalu dimana letak seru nya rev?" tanyaku penasaran, apa sih yang membuat dia seheboh itu, padahal tahun lalu acara itu diadakan juga seminggu di sekolah. Â
"Makanya dengerin dulu, sanlat kan memang tiap tahun diadakan disekolah tapi tidak mengharuskan siswanya menginapkan? nah tahun ini sekolah mengadakan sanlat selama seminggu dan hari terakhir sanlat kita semua menginap sehari semalam di sekolah" jelas Reva panjang lebar.
Mendengar informasi itu dari Reva, aku sangat senang walaupun informasinya belum tentu benar tapi setidaknya aku sudah tahu dari Reva yang jika mendapat informasi tidak pernah meleset. Karena dia punya orang 'dalam' katanya. Â Ada-ada saja Reva ini, Â walaupun begitu Reva termasuk teman sebangku yang tidak pernah aku lupakan sampai sekarang.
Dan benar saja, Â beberapa hari kemudian sekolah memberikan pengumuman tentang acara sanlat itu. Teman-teman sekelas ku pun sibuk membicarakan tentang perlengkapan apa saja yang nanti akan dibawa pada saat menginap. Ada yang menyusun rencana, Â entah rencana apa aku pun tak tahu. Â Ada juga yang biasa saja sama sepertiku karena aku sudah tahu. Â Namun jika mengingatnya aku rindu suasana itu. Ingin rasanya kembali pada masa itu, hanya untuk mengulang kembali masa itu. Benar kata Dilan, tokoh yang sempat viral itu. Rindu itu berat. Makanya jika kita rindu, Â kita kasih saja ke Dilan, biar dia yang berat.
"Diba, kamu mau bawa apa aja buat nanti?" tanya Reva padaku.
"Aku sih paling bawa bekal makanan instan untuk sahur, untuk buka puasanya katanya dikasih dari sekolah kan?" tanyaku memastikan.
"Iya sih tapi cuma takjil doang sama air putih katanya" kata Reva memberitahu.
"ya sudah aku bawa bekal juga buat buka deh, Â karena kan kita dateng ke sekolahnya sore, jadi nasi nya gak akan basi kalo di makan pas buka. kecuali kalo sahur, beda cerita itu mah iya gak?" jelas ku pada Reva. Yang disetujui olehnya.
Sepulang sekolah hari itu aku langsung menyampaikan tentang acara tersebut pada ibuku. Salah satu kebiasaan ku dari kecil adalah selalu menyempatkan waktu untuk bercerita tentang hal-hal yang aku alami setiap harinya pada ibuku. Awalnya aku melihat ibuku yang selalu bercerita pada ayahku baik tentang keadaan rumah, masalah kecil hingga masalah besar. Aku sangat bersyukur memiliki mereka di sisiku. Mereka yang selalu mendukungku Dan menjadi alasanku untuk jangan pernah menyerah. Karena ada mereka yang harus aku banggakan.
Seperti dugaan ku ibu mengizinkanku untuk mengikuti acara sanlat tersebut. Bahkan dia ikut membantuku menyiapkan perlengkapan yang akan aku bawa. Aku sangat senang sekaligus bingung pada saat itu, Â senang karena akan bersenang-senang dengan temanku, Â bingung karena aku sebelumnya belum pernah menginap dan apalagi kali ini tidak bersama keluarga, aku juga takut bila tengah malam aku ingin pulang. Dalam hatiku berkata semoga tidak terjadi apa-apa.
Hari yang aku tunggu pun tiba, sorenya aku ke sekolah diantar oleh adik laki-laki ibuku. setelah pamit aku langsung bergegas menuju ke kelas. Ternyata teman-teman ku belum banyak yang datang hanya ada beberapa. Menurut informasi yang aku dapat dari guru adalah untuk para siswi akan tidur di kelas masing-masing. Jadi di acara sanlat ini laki-laki dan perempuan dipisah, alias beda hari. Kita benar-benar seperti sedang berada di asrama.
Rangkaian acara yang pertama adalah 'ngabuburit bareng'. Dimana semua siswi dikumpulkan di lapangan yang sudah di sediakan untuk solat maghrib berjamaah setelah berbuka puasa nanti. Sekolah memang memiliki masjid namun tidak seluas itu untuk menampung murid-muridnya. Jadi kami menggunakan lapangan agar lebih leluasa. 'Ngabuburit bareng' ini kami mendengarkan tausiyah dari guru kami, lalu dilanjutkan dengan tadarus bersama menjelang berbuka. Rasanya sejuk sekali.
Tak lama kemudian adzan maghrib pun berkumandang, sebelumnya kami sudah diberi air putih dan takjil, untuk membatalkan puasa. kalau untuk makan nasi masih belum, karena setelah kami membatalkan puasa, kami mengambil wudhu dan melaksanakan salat maghrib berjamaah. Salat kali ini sangat berkesan untukku. Karena momentum langka ini tak bisa aku rasakan lagi di kemudian hari. Pesanku manfaatkanlah waktu bersama orang yang kalian sayangi. Tidak ada yang tahu ke depannya akan seperti apa.
Setelah selesai salat maghrib kami di beri waktu kembali ke kelas masing-masing untuk makan. Sesampainya di kelas kami menikmati makan malam bersama sambil di selingi candaan receh teman-teman ku. Ya tuhan aku rindu masa itu. Tak lama kemudian terdengar adzan isya, kami semua bergegas mengambil wudhu untuk salat isya dan taraweh berjamaah.
"alhamdulillah semuanya lancar ya Rev" ucapku pada Reva yang berada di sisiku. Kami memang seperti sepasang sepatu selalu bersama.
"iya Diba, alhamdulillah ya, oh iya setelah ini kamu mau tidur? gimana kalo kita gak tidur aja? pasti seru" ajak Reva padaku yang langsung aku tolak.
"engga ah, nanti kalo pas sahur ngantuk gimana?" tanyaku pada Reva.
"ayolah, teman-teman yang lain juga pada mau bergadang" kata Reva lagi.
"yasudah, tapi aku tidak janji" ucapku pada Reva.
setelah salat taraweh berjamaah kami kembali ke kelas masing-masing karena diluar udaranya dingin. Aku sudah memperhitungkan hal itu sebelumnya maka dari itu aku membawa jaket yang lumayan tebal. Kami tidur beralaskan karpet di tengah kelas, bangku-bangku yang biasanya kami pakai untuk belajar di pindahkan ke pinggir sehingga kami bisa menggelar karpet untuk tidur.
Seperti rencana Reva tadi bahwa kami akan bergadang bersama. Akhirnya aku pun ikut mereka tidak tidur, bukan apa-apa tetapi aku benar-benar tidak bisa tidur pada saat itu. Entah faktor tempat tidur atau suasananya yang sangat sunyi. Namun tiba-tiba dari luar kelas terdengar suara orang-orang yang berbicara. Kami langsung ikut keluar kelas untuk mencari tahu ada apa gerangan. Ternyata ada siswi kelas lain yang katanya dia bisa melihat sesuatu yang ghaib. Dia mengaku melihat sesuatu di dekat tanaman berduri. Sehingga membuat yang lain ketakutan.
"Ada apa ini ribut-ribut?" tanya Fina teman sekelas ku.
"itu katanya si Rani liat bayangan putih di tanaman berduri itu." jawab salah seorang siswi seraya menunjuk ke ujung lorong kelas, tepatnya ke tanaman berduri itu.
"Mana mungkin sih kan ini bulan puasa. Katanya kalo bulan puasa setannya pada diikat." ucap salah seorang siswi lagi.
"iya tuh bener, Â aku juga pernah denger" tambah Reva.
Pada saat itu memang suasana sekolah agak sedikit berbeda dari biasanya, mungkin karena kami belum pernah melihat dan merasakan suasana sekolah pada malam hari. Setelah peristiwa itu kami langsung masuk ke kelas masing-masing dan memutuskan untuk tidak memberitahu guru. walaupun kami ketakutan sebenarnya, tapi kami sepakat untuk selalu sama-sama dalam artian ketika kami ingin ke kamar mandi kami harus ada teman yang menemani.
Pada malam itu kami tidak tidur. Namun anehnya pada pukul 1 dini harinya kami serentak tertidur. Dan pada pukul 2 nya kami dibangunkan karena akan ada acara renungan malam katanya. Akhirnya dengan terpaksa kami bangun dan segera bergegas mengambil wudhu kembali agar lebih segar. Lalu kami berkumpul kembali di lapangan. Acara kali ini begitu menyentuh hatiku. Renungan malam ini begitu meninggalkan bekas yang sangat mendalam. Tidak ada siswi yang tidak menitikkan air matanya. Semuanya terasa tertampar dengan semua kenyataan yang ada. Menyadarkan kami akan pentingnya menjaga, menghargai, menyayangi orang yang telah melahirkan dan membesarkan kami hingga saat ini.
Orang tua adalah orang yang Tuhan kirim untuk kita. Bagaimanapun keadaannya kita harus senantiasa bersyukur, belum tentu orang lain memiliki apa yang kita miliki. Dan juga selalu berbuat baiklah pada mereka, Â sayangi mereka sebagaimana mereka menyayangi kita dari kecil.
Itulah kepingan kenangan yang masih aku ingat hingga saat ini. Terkadang jiwa ini masih ingin tinggal di masa itu, mengulang kembali cerita lama. Namun aku sadar hidup terus berjalan, waktu terus berputar dan cerita masih akan terus berlanjut hingga waktu yang Tuhan tentukan. Sebagai gantinya aku akan membuat keping kenangan itu tetap hidup walaupun aku tak hidup didalamnya dengan cara seperti ini misalnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H