Liga Primer Inggris musim 2019-20 yang akan dimulai sekitar dua minggu lagi memunculkan kondisi yang cukup menarik. Â Pada musim 2019-20, pertama kalinya setelah dua dekade terdapat dua klub (mantan) Juara Liga Champions UEFA yang dilatih oleh pelatih lokal: Aston Villa(juara 1982); dan Chelsea (juara 2012). Â
Aston Villa yang merupakan pemenang Play Off Promosi musim lalu dilatih oleh Dean Smith, sementara Chelsea dilatih oleh mantan playmaker-nya Frank Lampard. Â
Kedua pelatih tersebut bahkan sudah saling bertemu musim lalu di Kejuaraan EFL di mana Frank Lampard saat itu menjadi pelatih Derby County yang merupakan lawan Aston Villa di Final Play Off Promosi musim lalu. Â Seperti sebuah takdir, kedua pelatih kembali akan saling bersaing di kompetisi dengan level yang lebih tinggi: Liga Primer Inggris.
Sebagai pelatih dari klub juara Liga Champions UEFA, kedua pelatih di atas akan menghadapi tantangan yang cukup besar mengingat nama besar dari klub yang dilatihnya sebagai juara Liga Champions UEFA.  Hal ini terutama bagi Frank Lampard yang menjadi pelatih Chelsea salah satu klub Big Six di Liga Primer Inggris.Â
Klub dari kelompok Big Six cenderung lebih memilih pelatih dari luar Inggris sebagai pelatih dibandingkan pelatih lokal.  Terakhir kali terdapat klub Big Six yang dilatih oleh pelatih lokal terjadi 5 tahun lalu saat Tim Sherwood menjadi pelatih Tottenham Hotspur menggantikan Andre Villas-Boas menjelang pertengahan musim 2013-14.Â
 Frank Lampard sendiri menjadi pelatih Chelsea menggantikan Maurizio Sarri yang meninggalkan klub setelah memberikan gelar juara LIga Eropa musim lalu.
Frank Lampard sebagai pelatih Chelsea dihadapkan pada dua tantangan di musim 2019-20. Pertama, Lampard harus mempertahankan reputasi klub yang dilatihnya sebagai salah satu klub Big Six di Liga Primer Inggris. Â
Kedua, Chelsea mendapatkan hukuman Embargo Transfer Pemain dari FIFA yang membuat Lampard harus mengoptimalkan skuad yang ada di klub saat ini.  Kondisi ini ditambah dengan perginya Eden Hazard yang merupakan playmaker Chelsea ke Real Madrid. Â
Dengan adanya Embargo Transfer Pemain, Chelsea hanya bisa merekrut Mateo Kovacic dari Real Madrid yang musim lalu berstatus sebagai pemain pinjaman di Chelsea untuk memperkuat tim musim ini. Â
Hukuman Embargo Transfer Pemain juga sepertinya menjadi alasan mengapa para petinggi klub di Chelsea setuju memilih Frank Lampard yang hanya punya pengalaman satu musim menjadi pelatih klub EFL sebagai pelatih baru.Â
Dengan kondisi tersebut, Frank Lampard yang mempunyai IQ Â jenius dituntut menunjukkan kejeniusannya dalam menyusun taktik dan mengoptimalkan potensi para pemain muda di Chelsea .
Kondisi yang dihadapi Lampard pada musim pertamanya menjadi pelatih Chelsea sekilas hampir sama dengan yang dihadapi Zidane saat menjadi pelatih Real Madrid menjelang pertengahan musim 2015-16. Â
Pada saat itu, Zidane memilih untuk hanya mengoptimalkan skuad peninggalan dari Rafael Benitez sambil berusaha meningkatkan peran para pemain muda di Real Madrid. Â
Dengan hanya mengoptimalkan skuad yang ada, Zidane yang hanya punya pengalaman satu setengah musim menjadi pelatih Real Madrid Castilla di Segunda B sukses membawa Real Madrid menjadi juara Liga Champions. Â
Pada musim berikutnya, Real Madrid bahkan hanya merekrut kembali Alvaro Morata dari Juventus dengan Klausul buy-back serta mempromosikan Mariano Diaz dari Real Madrid Castilla untuk memperkuat tim. Â Dengan kondisi tersebut, Zidane hanya gagal membawa Real Madrid menjadi juara Copa Del Rey pada musim itu. Â
Hal yang mungkin menjadi pembeda dengan yang dihadapi oleh Frank Lampard adalah tidak ada pemain kunci yang meninggalkan Real Madrid saat Zidane pertama kali menjadi pelatih Real Madrid. Â
Hal ini berbeda dengan Lampard yang saat menjadi pelatih Chelsea harus kehilangan Eden Hazard yang selama beberapa musim menjadi salah satu pemain kunci dan juga playmaker bagi Chelsea.Â
Hal ini menjadi tantangan untuk kejeniusan Frank Lampard menggali potensi dari para pemain muda di Chelsea. Â Kemampuan Frank Lampard yang sukses mengoptimalkan para pemain muda Chelsea yang dipinjamkan ke Derby County musim lalu akan diuji pada tingkatan level yang lebih tinggi. Â
Sebagai pelatih dari Chelsea yang musim ini juga akan berkompetisi di Liga Champions UEFA, Frank Lampard harus membuktikan bahwa dengan IQ-nya yang jenius mampu bertransformasi dari playmaker menjadi strategy playmaker seperti yang dilakukan oleh Zinedine Zidane saat menjadi pelatih Real Madrid. Â
Faktor yang mungkin akan menjadi kunci keberhasilan dari transformasi tersebut adalah kejelian Frank Lampard memunculkan playmaker baru bagi Chelsea.
Bagaimana denga Aston Villa? Sebagai klub juara Liga Champions 1982 yang kembali ke Liga Primer Inggris setelah tiga musim bergelut di Kejuaraan EFL, Â Aston Villa benar-benar berniat untuk tidak hanya menjadi penggembira saja di Liga Primer Inggris. Â
Berdasarkan situs Goal.com, Aston Villa tercatat sudah mengeluarkan dana 100 Juta Poundsterling pada Bursa Transfer musim ini untuk merekrut delapan pemain. Â
Besarnya dana transfer yang dikeluarkan Aston Villa memang bukan jaminan bagi klub untuk bisa bertahan di Liga Primer Inggris. Â Musim lalu, Fulham yang juga promosi ke Liga Primer Inggris melalui Play-off Promosi harus kembali ke EFL musim ini walaupun mengeluarkan dana yang cukup besar pada Bursa Transfer musim lalu. Â
Belajar dari kegagalan Fulham serta 'kesuksesan' Wolverhampton musim lalu, Â Aston Villa tidak hanya sekedar mengeluarkan dana transfer yang besar tanpa pertimbangan yang matang. Â Pada fase awal dari Bursa transfer musim ini, Aston Villa lebih banyak mengeluarkan dana transfer-nya untuk merekrut pemain-pemain yang sudah pernah bekerjasama dengan pelatih Dean Smith. Â
Jota, Anwar El Ghazi, Kortney Hause, Tyrone Mings, dan Ezri Konsa merupakan pemain rekrutan Aston Villa yang pernah dilatih oleh Dean Smith. Â Hal ini serupa dengan yang dilakukan Wolverhampton musim lalu yang juga merekrut beberapa pemain yang sudah pernah bekerjasama dengan pelatihnya Nuno Espirito Santo. Â
Dengan strategi transfer tersebut, Wolverhampton berhasil menduduki peringkat ketujuh di Liga Primer musim lalu serta menjadi SemiFinalis Piala FA yang membuat klub tersebut lolos ke ajang Liga Eropa musim ini. Â
Aston Villa juga melengkapi strategi transfer pemainnya dengan segera menyelesaikan proses transfer kedelapan pemain baru sebelum mereka melakukan rangkaian pertandingan uji coba Pra Musim. Â
Hal ini berbeda dengan yang dilakukan Fulham pada musim lalu yang menyelesaikan proses transfer pemain baru di Bursa Transfer pada awal Musim saat rangkaian pertandingan uji coba Pra-Musim akan berakhir. Â
Dengan strategi transfer pemain yang dilakukannya, Aston Villa mengharapkan proses adaptasi pemain baru yang lebih cepat bagi para pemain baru tersebut sehingga dapat benar-benar menambah kekuatan tim menghadapi Liga Primer Inggris.
Di luar dari strategi transfer pemain, Â Dean Smith juga sedikit meniru yang dilakukan Nuno Espirito Santo musim lalu dalam rangkaian pertandingan uji coba Pra-Musim untuk Wolverhampton. Â Â
Musim lalu dalam rangkaian pertandingan uji coba Pra-Musim, Nuno Espirito Santo memilih Villarreal sebagai lawan terakhir Wolverhampton sebelum berlaga di Liga Primer musim 2018-19. Â Villarreal sendiri saat itu merupakan peringkat kelima kompetisi La Liga Spanyol musim 2017-18. Â
Dean Smith pada musim ini memilih RB Leipzig yang merupakan peringkat ketiga Bundesliga Jerman musim lalu sebagai lawan terakhir bagi Aston Villa di pertandingan uji coba Pra-Musim. Â
Pemilihan lawan uji coba dari tingkatan level yang tinggi sebagai lawan terakhir seolah menjadi pemanasan terakhir bagi tim untuk memastikan sejauh mana klub siap menghadapi Liga Primer Inggris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H