Mohon tunggu...
DiMei
DiMei Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang murid di sekolah kehidupan

Seorang manusia dan murid yang biasa-biasa saja. Ingin berbagi cerita kepada semua yang mau sama-sama belajar tentang apa saja. Berharap tulisan saya dapat menjadi sebuah titik kecil di dunia yang kadangkala terlalu sibuk untuk sekadar berhenti sejenak.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Meditasi Sambil Nangis!

11 April 2024   06:00 Diperbarui: 11 April 2024   06:41 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai manusia yang masih belajar tentang kebijaksanaan, terkadang kita tidak terlepas dari pikiran yang melayang-layang.
Pikiran yang melompat-lompat dari satu dahan ke dahan yang lain, a scattered mind; a monkey mind.

Penulis mendapati dirinya menangis semalaman atas sesuatu yang tidak bisa dia kendalikan.
Banjirlah bantal dia oleh ingus dan air mata. Jorok banget, haha..
Padahal penulis paham betul bahwa salah satu kunci kebahagiaan adalah dengan menerima kenyataan sebagai kenyataan dan hanya fokus kepada sesuatu yang dapat diusahakan.
Apabila sudah berusaha semampunya tetapi tidak bisa, dia harus cukup bijaksana untuk melepaskan itu semua.

Sebenarnya semesta mengirim sinyal-sinyal untuk kita belajar melepas dan menerima kenyataan:
-Sepatu baru yang kehujanan di hari pertama.
-Motor yang sering bocor bannya.
-Saingan yang sering usilin bangku kita.
-Kawan sekelompok yang lupa bikin tugasnya, sampai
-Anjing kesayangan yang tiba-tiba menghilang.
Kadang, kita saja yang menyangkal sinyal-sinyal ini.

Human being human, malam itu penulis juga merasa sulit untuk melepas dan menjaga jarak antara diri dan kemelekatannya.

Hidup sejatinya adalah dukkha.
Dukkha ada karena adanya kehidupan.
Dan di dalam kehidupan ada hal-hal tertentu yang tidak terhindarkan.
Sebenarnya penulis paham bahwa hasrat dan keinginannya lah yang menyebabkan luka di malam itu.
Tetapi pada praktiknya, membutuhkan banyak latihan mental dan tidak semudah itu untuk melepaskan pikiran dari penyebab-penyebab luka.

Beberapa orang melekat pada masalahnya, begitu getol memikirkannya dari pagi hingga malam hari, seolah-olah sudah kecanduan dengan masalahnya dan tidak ingin move on; malah menggoreng masalahnya.
Beberapa yang lain melekat pada uangnya, kekasihnya, anak-anaknya, jabatannya, dan lain-lain.

Diri penulis pun juga masih belajar untuk melepaskan kemelekatannya kepada sesuatu dan seseorang.
Dia sungguh sangat berterima kasih bahwa sesuatu dan seseorang ini sempat ada dan hadir turut membentuk dan mewarnai kehidupan penulis.
Namun, tetap saja melepaskan yang sangat disayangi bukanlah sesuatu yang mudah.

Beruntung, penulis pernah membaca buku yang membahas tentang meditasi.
Dari banyak tipe yang ada, penulis sering mempraktikkan 2 jenis meditasi, yaitu: mindfulness of breathing (anapana sati) dan loving-kindness meditation (metta bhavana).
Penulis bermeditasi secara casual saja, menyesuaikan kondisi mental penulis pada saat itu.
Apabila situasi sekolah sedang penuh tekanan tugas dan ujian, maka penulis mempraktikkan anapana sati untuk menjernihkan pikiran.
Namun di malam itu, metta bhavana nampaknya lebih dapat membantu penulis.

Dengan duduk bersila dan lampu kamar yang diredupkan, penulis mengucapkan kalimat afirmasi ini secara berulang:
May I be well and happy
May I be calm and peaceful
May I be protected from dangers
May my mind be free from hatred
May my heart be filled with love
(again) May I be well and happy

Mohon jangan dibayangkan cara penulis bermeditasi sebagai praktik meditasi ideal yang dipraktikkan oleh guru besar ya, haha..
Ini adalah praktik yang sederhana saja dimana penulis melihat lebih dekat kondisi mentalnya, merenungi, dan berusaha mengeluarkan pikirannya dari lumpur lingkaran kesedihan untuk menemukan kembali kejernihan pikirannya.
Bukan untuk memarahi, menolak dan menihilkan rasa sedih itu, tetapi
Menerima kehadirannya, merangkulnya, dan menyayangi dia.

Terima kasih, wahai rasa sedih, kamu telah hadir malam ini.
Saya sadar kamu hadir. Saya terima.
Iya, pikiran saya sedang terusik.
Mari tenangkan diri bersama.

Sulit.
Tetapi bukan tidak mungkin.

Entah, penulis bisa sungguh dalam menyayangi objek yang ada di dalam pikirannya malam itu.
Seolah-olah sudah menjadi bagian yang begitu penting bagi penulis sejak sangat lama; bahkan sebelum kehidupan kali ini.
Memvisualisasikan bahwa penulis harus melepaskannya saja membuat tubuh bereaksi dengan mengeluarkan air mata.

Mungkin penulis sedang membayar hutang karmanya.
Fase ini berat; tetapi anicca, this too shall pass.

Pikiran yang melayang-layang ini, harus didamaikan.
Air mata yang butuh keluar; saya ijinkan.
Maka, di malam itu meditasi metta bhavana sangat menguras air mata penulis.
Namun setelahnya, muncul rasa lega.
Penulis akhirnya bisa mengistirahatkan raganya dalam keheningan pikiran yang kini ada.
Kesedihannya sudah ditenangkan.

Demikian sharing saya di kesempatan ini mengenai meditasi dan bagaimana praktik ini seringkali membantu penulis menghadapi situasi-situasi yang sulit.
Semoga bermanfaat bagi rekan-rekan yang mendapati dirinya tengah berusaha untuk senantiasa menemukan kedamaian dan kebahagiaan.

Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun