SORE ITU di atas septic tank tetangga yang berada di halaman rumah, Winda duduk sambil bermain dengan tiga teman perempuan. Tawa cekikikan Winda terdengar hingga ke segala penjuru Gang Sambas tempat mereka tinggal.
Di kampung ada sosok anak laki-laki yang dikenal sebagai preman kampung, namanya Arial berusia 10 tahun dan duduk di kelas 5 SD. Ia anak bungsu dari tiga bersaudara. Dua kakaknya bernama Aci dan Ica. Kenapa Arial dibilang preman kampung, lantaran ia adalah bos dari segala anak-anak di kampung. Tak heran tindak-tanduknya membuat anak-anak di usia sebayanya takut.
Anak laki-laki dengan rambut belah tengah ini, suka mencari ribut dengan anak-anak yang usianya jauh di atasnya. Beberapa pertengkaran berujung adu jotos, sering dimenangkan Arial. Sisanya ia kalah, karena lawan bermain curang.
Arial sering diejek dengan sebutan ikan mas. Entah dari mana kalimat itu awalnya keluar. Tapi yang jelas, Arial sangat kesal saat ejekan itu dilontarkan kepadanya. Cepat-cepat ia biasanya mengejar orang yang mengejeknya.Â
Herannya, ejekan ikan mas sering diucapkan oleh anak-anak perempuan sebayanya. Entah karena ada rasa suka atau ingin mencari perhatian. Sedangkan anak laki-laki tak ada yang berani mengejeknya. Mereka malah cenderung mengelu-elukan namanya dengan panggilan 'BOS', sebuah kalimat yang membuat Arial merasa seperti raja.
Kebetulan, beberapa hari lalu Arial dibelikan tembak-tembakan mainan dengan peluru plastik bulat kecil yang bisa diisi hingga 10 biji ke dalam magazine AR dalam sekali bermain. Tentu Arial sangat senang dengan mainan baru yang dibelikan ayahnya tersebut. Ia pun berlagak seperti mafia saat keluar rumah dan bertemu dengan teman-teman sebayanya.
Arial bahkan mendemonstrasikan senjata mainan berbentuk glock 17 itu kepada teman-temannya.
"Kalian lihat ini senjata baruku, bisa aku tembak kalian satu-persatu kalau ada yang enggak sor samaku," ancam Arial.
Ancaman Arial itu, sontak membuat teman-temannya takut dan tak berani berkutik dengan sang BOS.
Tapi, sore itu sepertinya menjadi hari yang begitu sial untuk Winda. Setelah tiga temannya pulang, ia pun bingung siapa lagi yang bisa diajak bermain untuk sekedar bercanda walaupun dengan cara mengejek.Â
Winda sebenarnya dikenal sebagai sosok anak perempuan yang suka mengejek di kampung itu. Tak jarang, beberapa anak yang tak tahan oleh ejekannya menangis sejadi-jadinya dan pulang dengan keadaan ingus masih berseliweran di pipi. Beberapa anak juga suka mengadukan Winda ke orang, karena tak sanggup melawan ejekannya.