Mohon tunggu...
Mas Dimas
Mas Dimas Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hilang Minang Tinggalah Kabau

19 Desember 2017   00:08 Diperbarui: 19 Desember 2017   04:28 2620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak dipungkiri, semua akibat dari perkembangan globalisasi yang menuntut agar setiap orang  tidak tertinggal, tidak memberikan manfaat yang begitu besar bagi masyarakat Indonesia. Amat disayangkan, pemuda dan pemudi minangkabau sendiri tidak menyaring perihal apa yang didatangkan dari globalisasi tersebut. Mereka tidak bisa menyaring mana yang baik dan buruknya dari jati diri dan tatakrama pemuda  minang itu sendiri. 

Sebagai bukti yang kuat pula, sekarang randai sebagai kesenian tradisional anak nagari yang dulunya merupakan permainan mereka sekarang kalah bersaing dengan permainan anak modern, seperti band dan dance. Kebanyakan pemuda minang akan datang berbondong-bondong untuk menonton pertunjukan band dan dance, sebaliknya mereka enggan untuk menonton pertunjukan randai. Hal ini tentu saja akan membuat keberadaan randai semakin berkurang, karena untuk menontonnya saja banyak yang enggan, apalagi mengambil peran di dalamnya.

Menelik sejarah Indonesia, maka kita akan menemukan deretan nama tokoh nasional yang memiliki darah keturunan Minangkabau. Banyak tercatat dalam sejarah Indonesia Orang Minangkabau yang memainkan kiprahnya di pentas nasional, mulai dari bidang politik, budaya dan sastra, agama, dan juga ekonomi. Sebut saja Moh. Hatta, Tan Malaka, Agus Salim, Buya Hamka, Tuanku Imam Bonjol, Sutan Syahrir, M. Yamin, M. Natsir, dan masih banyak lagi nama-nama putra Minang yang dikenal sebagai tokoh nasional. 

Sederatan nama tersebut seolah telah mengukuhkan Minangkabau sebagai industri otak pada masanya dulu. Namun jika kita melihat kondisi saat ini, sangat riskan jika sekarang generasi muda pada saat ini justru tidak kenal dengan pahlawan yang berasal dari daerah minang, yang mampu membawa nama daerah minang ke kancah internasional. 

Generasi muda lebih mengenal artis-artis luar,  yang bahkan bisa dikatakan sangat minim dengan nilai moral dan rawan ke maksiat, sebut saja sederatan artis-artis korea, boyband dan girlband, bahkan sampai kesejarah masa lalunya mereka tau, tapi kenapa ketika ditanya tentang tokoh nasional, yang jelas nyata hadirnya, bukan rekaan seperti film korea, generasi sekarang tidak ada yang tahu. Apakah cerita itu memang tidak pernah disampaikan, atau mereka yang memang tidak peduli ?

Keadaan ini tentu begitu mengiris hati dan perasaan, ketika para perantau daerah Minangkabau diseluruh penjuru negeri ibu pertiwi berusaha untuk melestarikan variasi budaya Minangkabau, namun usaha itu seakan-akan sia-sia karena masyarakat daerah Minangkabau itu sendiri tidak mampu melestarikan budayanya sendiri. Dan ketika  budaya minangkabau diklaim oleh negara lain, lucunya pemuda minangkabau merasa begitu geram. 

Namun ketika kita ditanya oleh orang lain, bagaimana sejarah budaya minang yang diambil atau bahkan diklaim oleh negara itu lahir ? Kita hanya diam mensiasati pertanyaan tersebut. Ketika kita kembali ditanya mengenai kisah "Malin Kundang", masih saja ada orang yang tidak mengetahuinya. Dan juga ketika Malaysia mengklaim rendang adalah salah satu masakan tradisional Malaysia, masyarakat Minang begitu geram dan marah dengan keadaan tersebut, bahkan masyarakat Minang ingin Indonesia untuk menyatakan perang kepada Malaysia. 

Namun, pernahkah kita bertanya, bagaimana cara membuat rendang kepada pemuda dan pemudi Minagkabau saat ini ? Mereka hanya diam dan membisu, dengan jawaban terbata-bata, "Tidak tahu, karena saya hanya bisa memakannya."

"Tatilungkuik samo makan tanah, tatilantang samo minum ambun. Tarapuang-rapuang samo hanyuik, tarandam-randam samo basah." Harusnya pemuda minangkabau memiliki rasa solidaritas untuk bersama-sama menjaga utuh adat dan budaya minangkabau, supaya bisa lancar menjalankan aktivitas diera globalisasi saat ini. Sesuai dengan pepatah minang diatas, hendaknya masyarakat minangkabau, telungkup sama-sama makan tanah, terlentang sama-sama minum embun, terapung-apung sama-sama hanyut, dan terendam sama-sama basah. 

Hendaknya seluruh pemuda membulatkan tekad untuk dapat menyatukan visi bersama menjaga adat dan budaya agar tetap utuh di dalam keseharian masyarakat. Bukan seperti saat ini, pemuda banyak yang tidak peduli dan masih mengedepankan sikap individualisme dan apatis.

Apa yang salah dengan kondisi masyarakat Minang saat ini ? Adat tidak lagi menjadi pembimbing bagi kehidupan masyarakat minang. Banyak orang berpendapat,  ini akibat dari era globalisasi dan perkembangan teknologi yang merubah tatanan sosial masyarakat dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun