Mohon tunggu...
Dimas Tri Pamungkas
Dimas Tri Pamungkas Mohon Tunggu... Guru - Author

Author

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Risalah Merah Kaum Tani

27 Juli 2019   23:14 Diperbarui: 27 Juli 2019   23:26 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kaki gunung ia menulis risalah, lewat kabut malam ia mengabarkannya.

Dipa Nusantara Aidit atau D.N. Aidit, adalah nama yang terkutuk zaman (bagi para pembenci). Partai Komunis Indonesia (PKI) dan peristiwa G'30'S mengoyaknya, memisahkan identitasnya sebagai ketua partai dan personalitasnya sebagai manusia. Orang-orang membabi buta dan berlomba-lomba dalam sejarah untuk menjadi pengkutuk yang terhebat diantara para pengkutuk. 

Sedangkan dalam masanya, Aidit sebagai manusia adalah seorang yang kritis dan bersungguh-sungguh dalam setiap jalan yang ia pilih, Komunis. Keluar-masuk didalam pedesaan serta plosok pedalaman adalah hal yang wajib baginya, bertemu dengan rakyat kecil adalah keharusan, yang ia fahami sebagai "Menempuh Jalan Rakyat". Baik dalam bidang politik-ekonomi, sosial-budaya. 

Dengan irisan marxisme yang tajam, dengan partai sebagai wadah untuk merealisasikan dan memberikan hidangan ide-ide pemikiranya, Aidit menjadi seseorang yang tidak bisa terelakkan, bahkan bagi Soekarno.

"Kaum Tani Mengganjang Setan Desa" yang terbit pada 1964, adalah salah satu risalah Aidit ketika menempuh jalan rakyat. Di kaki Gunung Pangrango, Gunung Gede dan Gunung Salak ia mengadahkan sebuah riset mengenai keadaan kaum tani dan pergerakan tani di Jawa Barat. 

Menempuh waktu 7 minggu, ia memimpin 40 orang petugas riset. Yang masing-masing dari petugas riset dibantu pemimpin-pemimpin kaum tani tingkat kecamatan dan desa. Lokasi yang dipilih sebagai riset adalah lokasi yang telah diperhitungkan, terutama kondisi dimana lokasi yang masih terikat oleh feodalisme.

Kegiatan riset yang bersemboyan "Perhebat Pengintegrasian dengan Penelitian" ini, melahirkan berbagai hal, salah satunya adalah prinsip Sama-sama: Sama bekerja, Sama makan dan Sama tidur dengan buruh tani dan tani miskin.

Didalam bimbingan Aidit, melalui kegiatan riset kaum tani di Jawa Barat. Selain menggagas mengenai pergerakan kaum tani, Aidit dan kaum tani  juga memperbincangkan persoalan-persoalan yang ada didalam kehidupan kaum tani. Terutama persoalan kebudayaan dan moralitas di desa-desa di Jawa Barat, yang ikut dikerdilkan oleh sistem feodal, imperialisme, dan masuknya kapitalisme.

Kebudayaan neo-kolonialis menyusup ke desa-desa, didukung oleh kaum kabir, koruptor dan kaum komprador yang umumnya mereka tinggal didalam gedung-gedung mewah di kota-kota besar. Mereka hadir didesa dalam bentuk majalah populer, musik ngak-ngik-ngok serta irama India dan malaya lewat transistor, orkes-orkes yang sementara dibiayai oleh tuan tanah, tani kaya lapisan atas, kabir dan penguasa jahat untuk sekedar menjadi sarana hiburan atau rekreasi bagi para tamunya. 

Tidak hanya kebudayaan asing yang dihadirkan tetapi budaya yang sudah mengakar dikaum tani juga menjadi sasaran mereka. Contohnya kesenian rakyat,  seperti wayang golek yang merupakan sandiwara boneka yang sangat digemari rakyat, telah mereka rusak dengan menghadirkan suara sinden,  sehingga menggeser kedudukan dalang sebagai orang pertama dan menonjolkan kedudukan sinden yang menggiurkan mereka. 

Begitupun juga kesenian rakyat lainnya: ronggeng, tayub, dongbret dan sejenisnya. Kaum reaksioner juga berusaha menyisipkan budaya neo-kolonialis ke desa-desa, mereka bergerak dan mengorganisir rakyat dengan membentuk  lembaga kebudayaan "Puspadaya" yang menyebarkan faham "Seni untuk seni" kesenian tidak boleh dicampur adukkan dengan urusan politik. Tepat, seperti pandangan Manikebu (Manifesto Kebudayaan).

Kebudayaan seperti dalam riset Aidit dan perbincangan kaum tani di Jawa Barat, merambah ke moralitas masyarakat. Masyarakat yang terdiri dari kumpulan manusia dan bekerja sebagai makhluk sosial. Moralitas semakin menurun didalam perkembangan masyarakat yang dewasa ini, seperti beristri banyak, pelacuran, perjudian dan minum-minuaman keras. 

Untuk pelacuran sendiri tidak bisa terlepas dari keadaan perekonomian yang timpang di kehidupan kaum tani, sehingga wanita-wanita dari kalangan kaum tani yang terjerumus dalam pelacuran mencari pelanggan di kota-kota besar dan terlepas dari masyarakat desa.

Dominasi sisa-sisa feodal didesa juga mengakibatkan sangat terbelakangnya kaum wanita tani, cara hidup dan pemikiran yang sederhana. Mereka menjadi korban diskriminasi di lapangan hak waris, poligami dan korban perkawinan dan perceraian dibawah umur.

"Menurunya moralitas di dalam masyarakat desa adalah akibat dari pengaruh borjuasi kota yang mengadahkan kontak dengan borjuasi desa dan kaum feodal"

Dengan demikian, hasil riset keadaan kaum tani di Jawa barat, untuk persoalan kebudayaan dan moralitas, Aidit dan kaum tani mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan solusi yang tepat untuk mempersempit, membatasi dan kemudian menghilangkan sisa-sisa feodalisme, sistem imperialisme dan eksploitasi kerja kapitalisme. Untuk kemerdekaan dan kesejahteraan kaum tani: buruh tani dan tani miskin.

Revolusi agustus 1945 telah membawa kebebasan dan kesadaran tentang pentingnya pendidikan dan juga kesadaran politik. Organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga yang independen mulai bekerja tanpa adanya ikatan dari partai dan kebijakan pemerintah pusat. Kebabasan dan kesadaran menjadi penting, jika tidak melepaskan diri dari persoalan masyarakat. Tetapi, kenyataanya yang berdiri secara independen adalah sasaran empuk bagi kaum feodal, imperialisme dan kapitalisme. 

Pemuda yang bersekolah lanjutan, umumnya adalah dari kalangan masyarakat lapisan atas yang disatu sisi memberikan pengaruh positif terhadap perubahan pikiran di desa-desa, disisi lain pemuda-pemuda itu membawa kebudayaan neo-kolonialis ke desa-desa. 

Dalam artian jalinan dekaden kebudayaan feodal dan borjuis desa dengan dekaden kebudayaan borjuis kota. Tetapi, dibantu dengan kesadaran politik yang kuat, kaum tani memilikih senjata analisa untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Persepsi buruk telah sampai disematkan pada tuan tanah, kabir dan imperialis, sebagai setan-setan desa.

Untuk itu Aidit dengan kaum tani menguatkan gerakan revolusioner, yang mampuh melahirkan pembaruan terhadap pendidikan, kesenian dan adat-istiadat. Dengan memperbaiki pekerjaan agitasi-propaganda, pendidikan pengetahuan umum dengan memperbanyak lektur lulusan PBH dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah, serta kegiatan kesenian progresif, yang mampuh memberikan kesadaran pemikiran penduduk desa. Dengan kerja dfront politik dan ideologi.

Dengan bertumpu pada "Gerakan Revolusioner" Aidit dan kaum tani menyakini sebagai "Penguat front politik dan front ideologi didesa-desa" untuk melahirkan pembeharuan terhadap bobroknya kebudayaan dan moralitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun