Perspektif Ideologi Marhaenisme
Dalam konteks Indonesia, ideologi Marhaenisme yang dicetuskan oleh Soekarno memberikan pandangan kritis terhadap fenomena bancakan jabatan. Marhaenisme menekankan bahwa politik harus berpihak kepada rakyat kecil (marhaen), bukan kepada kelompok elite yang hanya mencari keuntungan pribadi.
Soekarno meyakini bahwa kekuasaan harus digunakan untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Oleh karena itu, praktik korupsi politik dan bagi-bagi jabatan sangat bertentangan dengan nilai-nilai Marhaenisme.
Revisi UU KPK 2019, yang melemahkan upaya pemberantasan korupsi, juga bertentangan dengan semangat Marhaenisme. Korupsi pada akhirnya akan merampas hak-hak ekonomi rakyat kecil, karena anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan justru mengalir ke kantong segelintir elite politik.
Dalam Marhaenisme, politik dinasti juga dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi. Kekuasaan seharusnya diberikan kepada mereka yang benar-benar memiliki kapasitas dan komitmen terhadap kesejahteraan rakyat, bukan diwariskan kepada keluarga atau kerabat dekat semata.
---
Solusi untuk Menyelamatkan Demokrasi
Untuk mengembalikan demokrasi ke jalur yang benar, diperlukan langkah-langkah konkret yang dapat membatasi praktik bagi-bagi jabatan dan memperkuat integritas pemerintahan. Beberapa solusi yang bisa dilakukan antara lain:
1. Penguatan Lembaga Pengawas
KPK harus dikembalikan ke fungsinya semula sebagai lembaga yang independen dan memiliki kewenangan penuh dalam pemberantasan korupsi.
Mahkamah Konstitusi dan lembaga peradilan harus lebih berani dalam menegakkan hukum dan menolak intervensi politik.