2. Penguatan Hak Masyarakat Adat dan Lokal: Mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal atas tanah dan sumber daya alam yang mereka kelola secara tradisional. RUU Masyarakat Adat, misalnya, menjadi instrumen penting dalam hal ini, meskipun hingga kini masih belum disahkan.
3. Transparansi dan Akuntabilitas: Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan aset publik dan memastikan akuntabilitas pejabat publik dalam pengambilan keputusan terkait kepemilikan umum.
4. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan aset publik, serta memberikan dukungan untuk inisiatif ekonomi lokal yang berkelanjutan.
Perspektif Teoretis dari Para Ahli
Para ahli ekonomi dan sosial menekankan pentingnya peran negara dalam mengelola kepemilikan umum untuk mencegah apa yang disebut sebagai "tragedi kepemilikan bersama" (tragedy of the commons). Garrett Hardin, dalam esainya yang terkenal pada tahun 1968, menguraikan bagaimana sumber daya yang dimiliki bersama tanpa regulasi yang tepat cenderung dieksploitasi secara berlebihan, mengarah pada kerusakan dan kelangkaan. Oleh karena itu, intervensi negara diperlukan untuk mengatur penggunaan sumber daya tersebut dan memastikan keberlanjutannya.
Selain itu, Elinor Ostrom, peraih Nobel Ekonomi, melalui penelitiannya menunjukkan bahwa komunitas lokal dapat berhasil mengelola kepemilikan umum melalui institusi-institusi lokal yang kuat dan aturan-aturan yang disepakati bersama. Namun, peran negara tetap penting dalam memberikan kerangka hukum dan dukungan yang diperlukan bagi komunitas tersebut.
Kesimpulan
Melindungi kepemilikan umum adalah tanggung jawab fundamental negara untuk memastikan keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. Dalam konteks Indonesia, dengan ideologi Marhaenisme yang menekankan kemandirian dan keadilan bagi rakyat kecil, perlindungan terhadap aset-aset publik menjadi semakin penting. Negara harus mengambil langkah proaktif dalam mengelola sumber daya alam dan aset publik, memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan berpihak pada kepentingan rakyat banyak, serta mencegah dominasi oleh kepentingan korporasi atau elite tertentu.
Selain itu, dalam menghadapi tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi, negara harus memperkuat kedaulatan ekonomi nasional dengan memastikan bahwa sumber daya alam dan aset publik tidak jatuh ke tangan asing atau segelintir kelompok yang mengabaikan kepentingan nasional. Kepemilikan umum yang dikelola dengan baik akan menjadi fondasi yang kokoh bagi pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, di mana manfaatnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya segelintir elite.
Penting pula untuk diingat bahwa negara tidak dapat bekerja sendiri. Partisipasi aktif masyarakat, organisasi masyarakat sipil, serta komunitas adat dalam mengelola kepemilikan umum harus terus diperkuat. Model-model pengelolaan berbasis komunitas, seperti yang dikaji oleh Elinor Ostrom, dapat menjadi alternatif untuk memastikan bahwa sumber daya publik tidak hanya terjaga keberlanjutannya, tetapi juga memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bergantung padanya.
Dari perspektif ideologi Marhaenisme, kepemilikan umum yang terlindungi bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal keadilan sosial dan kedaulatan rakyat atas aset yang mereka miliki bersama. Jika negara gagal melindungi kepemilikan umum, maka ketimpangan sosial akan semakin tajam, rakyat kecil semakin termarginalisasi, dan kedaulatan nasional dapat terancam oleh kepentingan asing maupun oligarki domestik. Oleh karena itu, kebijakan yang memastikan keberlanjutan kepemilikan umum harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional.