Salah satu tantangan utama yang dihadapi PNI adalah kesulitan dalam merumuskan ideologi yang kohesif. Meskipun PNI mengusung Marhaenisme---sebuah ideologi yang diperkenalkan oleh Soekarno dan menekankan perjuangan kaum marhaen atau rakyat kecil---implementasi ideologi ini sering kali mengalami berbagai interpretasi yang berbeda di dalam partai.
Kurangnya kesepahaman mengenai bagaimana Marhaenisme seharusnya diimplementasikan dalam kebijakan politik menyebabkan kebingungan di internal partai. Akibatnya, PNI gagal menghadirkan platform politik yang jelas dan meyakinkan bagi para pendukungnya. Hal ini berkontribusi terhadap menurunnya daya tarik PNI di mata pemilih dan semakin memperlemah posisi partai dalam persaingan politik nasional.
Peran Organisasi Massa Seazas dalam PNI
Untuk memperkuat pengaruhnya, PNI membentuk berbagai organisasi massa seazas, seperti Pemuda Demokrat Indonesia, Persatuan Tani Indonesia, Kesatuan Buruh Kerakyatan Indonesia, dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Organisasi-organisasi ini berfungsi sebagai perpanjangan tangan PNI dalam menjangkau berbagai kelompok masyarakat dan menggalang dukungan di tingkat akar rumput.
Namun, hubungan antara PNI dan organisasi-organisasi ini tidak selalu berjalan harmonis. Dalam beberapa kasus, terjadi ketegangan antara kepemimpinan partai dan pimpinan organisasi-organisasi tersebut, terutama ketika ada perbedaan dalam kepentingan politik dan strategi perjuangan. Beberapa organisasi bahkan berkembang menjadi kekuatan politik yang lebih independen dan mulai menantang otoritas PNI.
Ketidakharmonisan ini semakin memperumit situasi internal PNI dan membuat partai ini kehilangan kendali atas basis dukungannya. Dalam jangka panjang, kelemahan dalam mengelola organisasi-organisasi massa ini berkontribusi terhadap kemerosotan pengaruh PNI dalam politik Indonesia.
Tekanan Eksternal dan Kemerosotan PNI
Selain tantangan internal, PNI juga menghadapi berbagai tekanan eksternal yang signifikan. Salah satunya adalah meningkatnya pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam politik nasional. Persaingan antara PNI dan PKI semakin tajam seiring dengan meningkatnya peran kedua partai dalam pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dipimpin oleh Soekarno.
Di sisi lain, militer juga mulai memainkan peran yang lebih dominan dalam politik Indonesia. Ketidakmampuan PNI untuk menyesuaikan diri dengan perubahan konstelasi politik ini membuatnya semakin terpinggirkan.
Puncak kemunduran PNI terjadi setelah peristiwa G30S pada tahun 1965. Peristiwa ini menjadi titik balik dalam sejarah politik Indonesia, di mana Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto mulai mengambil alih kekuasaan. Dalam periode ini, PNI mengalami represi politik yang berat. Banyak kader PNI yang ditangkap atau dipaksa untuk mengundurkan diri dari dunia politik.
Setelah berakhirnya era Demokrasi Terpimpin dan munculnya Orde Baru, PNI semakin kehilangan relevansinya dalam politik nasional. Pada akhirnya, partai ini mengalami kemunduran dan akhirnya dilebur ke dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada tahun 1973.