Pendahuluan
Di tengah arus globalisasi dan kapitalisme yang semakin mengakar, relevansi ideologi Marhaenisme sebagai pandangan hidup kaum tertindas kembali dipertanyakan. Marhaenisme, sebagai warisan pemikiran Bung Karno, sejatinya tetap relevan untuk membela hak-hak kaum kecil dan melawan ketidakadilan struktural. Namun, implementasi dan revitalisasi ideologi ini membutuhkan agen perubahan yang nyata.
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), sebagai organisasi kader berbasis ideologi Marhaenisme, memiliki peran strategis sebagai lokomotif of change---penggerak utama perubahan sosial-politik yang berpihak pada kaum Marhaen. Revitalisasi Marhaenisme dalam konteks kekinian membutuhkan interpretasi dan aksi nyata yang mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan akar ideologisnya.
Relevansi Marhaenisme di Era Kapitalisme Global
Kapitalisme global telah menciptakan jurang ketimpangan sosial yang semakin lebar. Sistem ekonomi yang didominasi oleh korporasi besar dan oligarki telah menggerus hak-hak kaum kecil, menciptakan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya. Fenomena ini tidak hanya terjadi di sektor ekonomi, tetapi juga merambah ke sektor politik, di mana kekuasaan lebih sering berpihak pada kelompok elite dibandingkan rakyat kecil.
Marhaenisme, dengan prinsip dasar kemandirian, keadilan sosial, dan keberpihakan kepada kaum tertindas, masih sangat relevan sebagai pandangan hidup yang membela hak-hak rakyat kecil. Namun, tantangannya adalah bagaimana menjadikan Marhaenisme sebagai alat perjuangan yang kontekstual dengan zaman ini.
GMNI: Penjaga dan Penggerak Marhaenisme
Sebagai organisasi kader berbasis nasionalisme dan Marhaenisme, GMNI memiliki tanggung jawab besar dalam merawat dan mengembangkan ideologi ini. Peran GMNI tidak hanya sebatas menjaga nilai-nilai historis Marhaenisme, tetapi juga memastikan bahwa ideologi ini tetap hidup dalam berbagai aspek kehidupan sosial, politik, dan ekonomi.
Sebagai lokomotif perubahan, GMNI harus mampu:
1. Mengarusutamakan Marhaenisme dalam Gerakan Mahasiswa
GMNI harus menjadi garda terdepan dalam menghidupkan kembali Marhaenisme di lingkungan mahasiswa. Pendidikan kaderisasi yang kuat menjadi kunci dalam menanamkan pemahaman yang mendalam terhadap ideologi ini. Marhaenisme tidak boleh hanya menjadi jargon kosong, tetapi harus dipahami sebagai landasan perjuangan nyata.
2. Menjadi Jembatan antara Mahasiswa dan Kaum Marhaen
Salah satu kelemahan gerakan mahasiswa saat ini adalah keterpisahan dengan realitas sosial. GMNI harus mampu menjadi penghubung antara dunia akademik dan kehidupan rakyat kecil. Melalui aksi nyata seperti advokasi kebijakan pro-rakyat, pemberdayaan ekonomi rakyat, dan gerakan sosial berbasis Marhaenisme, GMNI dapat mewujudkan keberpihakannya pada kaum kecil.
3. Mendorong Kebijakan Publik yang Berpihak pada Rakyat
Dalam dinamika politik nasional, GMNI harus hadir sebagai kekuatan penekan (pressure group) yang mendorong kebijakan publik yang berpihak kepada rakyat kecil. Ini bisa dilakukan dengan aktif dalam ruang-ruang diskusi kebijakan, melakukan kajian kritis terhadap regulasi, serta membangun aliansi dengan berbagai elemen masyarakat yang memiliki visi yang sama.
4. Mengadaptasi Marhaenisme ke dalam Tantangan Zaman
Revitalisasi Marhaenisme bukan berarti sekadar mengulang konsep lama, tetapi juga menyesuaikannya dengan perkembangan zaman. Misalnya, dalam era digital dan ekonomi kreatif, Marhaenisme dapat diterapkan dalam bentuk pemberdayaan ekonomi berbasis teknologi, koperasi digital, dan gerakan ekonomi kerakyatan berbasis inovasi.
Revitalisasi Marhaenisme: Dari Wacana ke Aksi
Untuk menghindari stagnasi, GMNI harus memastikan bahwa revitalisasi Marhaenisme tidak berhenti sebagai wacana, tetapi benar-benar diimplementasikan dalam berbagai bentuk aksi nyata. Beberapa langkah konkret yang dapat dilakukan antara lain:
Membangun Ekosistem Ekonomi Marhaen
GMNI dapat berperan dalam membangun ekosistem ekonomi berbasis Marhaenisme, misalnya dengan mendirikan koperasi mahasiswa, membangun jaringan usaha kecil berbasis solidaritas ekonomi, serta memperjuangkan kebijakan yang mendukung ekonomi rakyat.
Menguatkan Pendidikan Politik dan Ideologi
Kaderisasi yang berbasis pendidikan politik harus diperkuat agar setiap anggota GMNI memiliki pemahaman yang kokoh tentang Marhaenisme dan mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Membangun Koalisi Gerakan Rakyat
GMNI harus aktif membangun koalisi dengan berbagai organisasi rakyat, seperti serikat buruh, petani, nelayan, dan komunitas miskin kota. Dengan sinergi ini, perjuangan untuk mewujudkan keadilan sosial akan semakin kuat.
Memanfaatkan Teknologi sebagai Sarana Perjuangan
GMNI harus mampu menggunakan teknologi dan media digital sebagai alat perjuangan. Dengan memanfaatkan media sosial, platform digital, dan teknologi lainnya, ide-ide Marhaenisme dapat lebih luas disebarkan dan diaktualisasikan dalam berbagai bentuk gerakan sosial.
Kesimpulan: GMNI sebagai Harapan Perjuangan Kaum Marhaen
Revitalisasi Marhaenisme bukan sekadar nostalgia terhadap pemikiran Bung Karno, tetapi sebuah kebutuhan mendesak untuk menghadapi tantangan zaman. GMNI, sebagai organisasi yang berakar pada Marhaenisme, memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi lokomotif perubahan yang nyata.
Dengan mengembangkan pendidikan ideologi, membangun gerakan sosial yang berpihak kepada rakyat kecil, serta memanfaatkan teknologi sebagai alat perjuangan, GMNI dapat memastikan bahwa Marhaenisme tetap hidup dan berkembang sebagai ideologi perjuangan rakyat.
Keberhasilan revitalisasi Marhaenisme bergantung pada kesadaran kolektif para kader GMNI untuk tidak hanya memahami ideologi ini, tetapi juga menghidupkannya dalam aksi nyata. Dengan demikian, GMNI dapat terus menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI