Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Presidensial Tidak Mengenal Oposisi, Benarkah?

18 Januari 2025   02:54 Diperbarui: 18 Januari 2025   02:54 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan, Ahmad Basarah, yang menyebut bahwa sistem presidensial Indonesia tidak mengenal istilah oposisi, menimbulkan diskusi menarik mengenai dinamika politik tanah air. Basarah menegaskan bahwa dalam doktrin politik PDI Perjuangan, tidak ada istilah oposisi politik dalam sistem pemerintahan presidensial. Sebaliknya, yang ada hanyalah posisi di dalam atau di luar pemerintahan, dengan keduanya tetap berperan dalam membangun negara melalui semangat gotong royong .

Sistem Presidensial dan Konsep Oposisi

Secara teori, sistem pemerintahan presidensial ditandai dengan pemisahan kekuasaan yang jelas antara eksekutif dan legislatif. Presiden, sebagai kepala negara dan pemerintahan, dipilih secara langsung oleh rakyat dan memiliki legitimasi kuat. Dalam konteks ini, keberadaan oposisi berfungsi sebagai mekanisme check and balance yang esensial untuk memastikan pemerintah berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi dan akuntabilitas.

Namun, Basarah berpendapat bahwa dalam demokrasi Pancasila yang dianut Indonesia, konsep oposisi tidak dikenal. Ia menyatakan bahwa demokrasi Pancasila adalah gotong royong, sehingga tidak mengenal adanya oposisi dalam pemerintahan . Pernyataan ini mengindikasikan bahwa semua elemen politik, baik yang berada di dalam maupun di luar pemerintahan, seharusnya bekerja sama demi kepentingan bangsa.

Beberapa ahli politik berpendapat bahwa meskipun istilah "oposisi" mungkin tidak secara eksplisit disebutkan dalam sistem presidensial Indonesia, peran oposisi tetap penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan. Tanpa oposisi yang kuat, ada risiko terjadinya dominasi kekuasaan yang dapat mengarah pada otoritarianisme. Oleh karena itu, keberadaan oposisi dianggap sebagai elemen krusial dalam memastikan pemerintah tetap transparan dan bertanggung jawab.

Fungsi Check and Balance

Basarah menekankan bahwa fungsi pengawasan terhadap pemerintah dilakukan oleh DPR melalui mekanisme check and balance. Ia menyatakan bahwa fungsi pengawasan ini janganlah diartikan dalam perspektif oposisi sebagaimana yang dipraktikkan dalam sistem demokrasi liberal parlementer . Artinya, meskipun tidak ada oposisi formal, peran pengawasan tetap dijalankan oleh lembaga legislatif untuk memastikan pemerintah berjalan sesuai dengan mandat rakyat.

Praktik Politik di Indonesia

Dalam praktiknya, Indonesia telah mengalami dinamika politik di mana partai-partai yang sebelumnya berada di luar pemerintahan kemudian bergabung ke dalam koalisi pemerintah. Sebagai contoh, pada pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama, beberapa partai yang awalnya berada di luar koalisi pemerintah akhirnya bergabung ke dalam kabinet. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dalam praktik politik Indonesia, di mana batas antara oposisi dan koalisi pemerintah tidak selalu kaku.

Pancasila dan Konsep Oposisi: Antara Gotong Royong dan Demokrasi

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia menawarkan konsep demokrasi yang khas dan berbeda dari model demokrasi liberal yang umum diterapkan di negara-negara Barat. Salah satu perbedaan mendasar adalah bagaimana sistem politik Indonesia memahami peran oposisi dalam pemerintahan. Jika dalam sistem demokrasi liberal oposisi dianggap sebagai pilar penting dalam mekanisme check and balance, dalam demokrasi Pancasila, konsep oposisi kerap dianggap tidak sesuai dengan semangat gotong royong.

Namun, apakah benar Pancasila menolak keberadaan oposisi? Ataukah justru oposisi merupakan elemen penting dalam menjalankan nilai-nilai Pancasila?

---

1. Pancasila dan Sistem Demokrasi Indonesia

Pancasila sebagai ideologi negara menekankan nilai-nilai seperti musyawarah, gotong royong, dan keseimbangan antara hak serta kewajiban. Dalam praktiknya, demokrasi Indonesia tidak mengadopsi sistem oposisi yang kaku seperti dalam sistem parlementer. Sebaliknya, konsep oposisi dalam demokrasi Pancasila lebih fleksibel dan berbasis pada pengawasan serta kritik yang konstruktif.

Dalam sejarah politik Indonesia, terutama pada era Orde Lama dan Orde Baru, pemerintahan cenderung menolak oposisi formal dengan dalih stabilitas nasional. Namun, setelah reformasi 1998, sistem politik Indonesia mengalami perubahan dengan mengadopsi mekanisme oposisi yang lebih terbuka, meskipun masih dalam batasan tertentu.

---

2. Oposisi dalam Demokrasi Liberal vs. Demokrasi Pancasila

Dalam sistem demokrasi liberal, oposisi adalah elemen penting yang berfungsi sebagai pengawas pemerintah. Partai oposisi memiliki tugas untuk mengkritik kebijakan pemerintah, menawarkan alternatif kebijakan, dan mengawasi jalannya pemerintahan.

Sebaliknya, dalam demokrasi Pancasila, peran oposisi tidak selalu dalam bentuk partai politik yang berdiri di luar pemerintahan. Oposisi dalam sistem ini lebih bersifat fungsional, artinya pengawasan terhadap pemerintah dilakukan oleh berbagai elemen, termasuk parlemen, organisasi masyarakat, media, dan akademisi.

Ahmad Basarah, Ketua DPP PDI Perjuangan, menegaskan bahwa dalam sistem presidensial Indonesia yang berlandaskan Pancasila, istilah oposisi tidak dikenal. Menurutnya, yang ada adalah posisi di dalam atau di luar pemerintahan, tetapi keduanya tetap harus bekerja dalam semangat gotong royong untuk kepentingan bangsa.

Namun, kritik terhadap pandangan ini muncul dari beberapa kalangan yang menilai bahwa tanpa oposisi yang kuat, sistem demokrasi Indonesia bisa kehilangan mekanisme kontrol terhadap kekuasaan.

---

3. Fungsi Oposisi dalam Konteks Pancasila

Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam sistem politik Indonesia, oposisi tetap memiliki peran strategis dalam menjaga keseimbangan kekuasaan. Dalam konteks Pancasila, oposisi dapat berfungsi sebagai:

Penjaga Demokrasi: Mengawasi kebijakan pemerintah agar tetap sesuai dengan nilai-nilai keadilan sosial dan kepentingan rakyat.

Pengontrol Kekuasaan: Mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah dengan memberikan kritik yang konstruktif.

Penyedia Alternatif Kebijakan: Menawarkan solusi dan program yang lebih baik bagi pembangunan nasional.

Pemberi Ruang bagi Partisipasi Publik: Mendorong diskusi dan partisipasi masyarakat dalam proses politik.

Dalam praktiknya, keberadaan oposisi yang sehat justru sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, terutama sila keempat yang menekankan musyawarah untuk mencapai mufakat. Tanpa oposisi, mekanisme musyawarah dan kritik terhadap kebijakan pemerintah bisa melemah.

---

4. Tantangan Oposisi di Indonesia

Salah satu tantangan terbesar dalam membangun oposisi yang sehat di Indonesia adalah kuatnya budaya politik akomodasi. Banyak partai politik yang awalnya berperan sebagai oposisi akhirnya bergabung ke dalam pemerintahan demi mendapatkan akses kekuasaan.

Hal ini terlihat dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo, di mana beberapa partai yang sebelumnya menjadi oposisi, seperti Partai Gerindra, akhirnya masuk ke dalam koalisi pemerintahan. Akibatnya, oposisi di Indonesia cenderung lemah dan kurang efektif dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas pemerintah.

Selain itu, sistem politik yang masih dipengaruhi oleh patronase dan pragmatisme membuat oposisi sering kali mengalami tekanan, baik dari segi hukum maupun politik.

---

5. Pancasila Tidak Anti-Oposisi

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pancasila tidak menolak keberadaan oposisi, tetapi menghendaki oposisi yang bersifat konstruktif dan berbasis pada musyawarah. Keberadaan oposisi yang kuat justru dapat memperkuat sistem demokrasi Pancasila dengan memastikan pemerintah tetap akuntabel dan bekerja untuk kepentingan rakyat.

Jika konsep oposisi terus dilemahkan dengan alasan gotong royong, maka demokrasi Indonesia bisa kehilangan mekanisme kontrol yang penting. Oleh karena itu, perlu ada penguatan terhadap peran oposisi dalam politik Indonesia agar dapat menjalankan fungsi pengawasan secara efektif tanpa harus selalu berada dalam posisi yang berseberangan dengan pemerintah.

Dengan demikian, oposisi dalam sistem demokrasi Pancasila bukanlah ancaman, melainkan bagian dari mekanisme keseimbangan yang diperlukan dalam membangun pemerintahan yang lebih baik.

Kesimpulan

Pernyataan Ahmad Basarah mencerminkan pandangan bahwa dalam sistem presidensial Indonesia yang berlandaskan Pancasila, konsep oposisi formal tidaklah relevan. Sebaliknya, semua elemen politik diharapkan bekerja sama dalam semangat gotong royong untuk membangun bangsa. Namun, penting untuk memastikan bahwa mekanisme check and balance tetap berjalan efektif agar pemerintah tetap akuntabel dan demokrasi terjaga. Peran pengawasan oleh DPR menjadi krusial dalam konteks ini, meskipun tanpa label oposisi formal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun