Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Marhaenisme dan Badan Bank Tanah: Menegakkan Keadilan Sosial di Tengah Tantangan

28 Desember 2024   15:46 Diperbarui: 28 Desember 2024   15:46 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.spiritmadura.com/lowongan-kerja/4029592295/badan-bank-tanah-indonesia-membuka-lowongan-kerja-atau-loker-2023#google_vignette

Marhaenisme, sebuah ideologi yang digagas oleh Soekarno, bertumpu pada semangat keadilan sosial dan pemerataan kepemilikan sumber daya. Dalam ideologi ini, kaum marhaen---yang meliputi petani kecil, buruh, dan rakyat jelata---dianggap sebagai elemen utama bangsa yang harus diberdayakan. Fokus utama Marhaenisme adalah memastikan setiap individu memiliki akses terhadap alat produksi, termasuk tanah, untuk menjamin kemandirian ekonomi dan kesejahteraan sosial.

Dalam konteks Indonesia modern, gagasan ini tetap relevan. Salah satu upaya konkret yang sejalan dengan prinsip Marhaenisme adalah pembentukan Badan Bank Tanah. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang kemudian diatur lebih lanjut melalui Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2021. Badan ini bertugas menjamin ketersediaan tanah untuk kepentingan umum, reforma agraria, pembangunan sosial-ekonomi, dan proyek strategis nasional.

Peran Badan Bank Tanah dalam Reforma Agraria

Salah satu misi utama Badan Bank Tanah adalah mendukung program reforma agraria, yang bertujuan redistribusi tanah kepada masyarakat kecil. Reforma agraria merupakan langkah penting untuk mengurangi ketimpangan kepemilikan lahan, terutama bagi petani kecil yang sering terpinggirkan. Hingga 2024, Badan Bank Tanah telah mengelola lebih dari 27.000 hektar lahan di berbagai daerah di Indonesia.

Sebagai contoh, di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Badan Bank Tanah pada tahun 2024 menyediakan lahan seluas 203 hektar untuk redistribusi kepada petani kecil. Program ini tidak hanya bertujuan memberikan tanah, tetapi juga meningkatkan kemampuan produksi masyarakat melalui pendampingan dan bantuan teknis. Langkah ini sesuai dengan semangat Marhaenisme, yaitu memperkuat posisi kaum marhaen agar mampu berdikari secara ekonomi.

Namun, keberhasilan program ini membutuhkan kerja sama yang erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sosialisasi yang menyeluruh diperlukan agar masyarakat memahami tujuan dan manfaat program ini. Selain itu, transparansi dalam pengelolaan lahan menjadi kunci untuk menciptakan kepercayaan publik.

Tantangan dalam Implementasi

Meskipun memiliki tujuan mulia, Badan Bank Tanah menghadapi berbagai tantangan di lapangan. Salah satu masalah utama adalah resistensi dari masyarakat yang merasa tidak puas dengan proses pengadaan tanah, terutama terkait kompensasi yang dianggap tidak adil. Banyak masyarakat yang khawatir bahwa pengadaan tanah justru akan merugikan mereka, terutama di wilayah yang strategis secara ekonomi.

Kritik lain yang sering muncul adalah potensi manipulasi lahan oleh pihak tertentu untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Dalam beberapa kasus, tanah yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik justru beralih fungsi menjadi kawasan komersial yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat kecil.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu memperbaiki mekanisme penilaian ganti rugi tanah. Penilaian harus dilakukan secara objektif, transparan, dan melibatkan masyarakat terdampak. Selain itu, pengawasan yang ketat dari pihak independen diperlukan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan tanah oleh Badan Bank Tanah.

Peran Strategis Badan Bank Tanah dalam Pembangunan Nasional

Selain mendukung reforma agraria, Badan Bank Tanah juga berperan penting dalam mendukung proyek strategis nasional. Salah satu contohnya adalah pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Badan Bank Tanah menyediakan lahan seluas 621 hektar untuk pengembangan bandara VVIP di wilayah IKN. Proyek ini bertujuan meningkatkan konektivitas dan mendukung percepatan pembangunan di ibu kota baru tersebut.

Namun, proyek strategis seperti ini juga harus dilaksanakan dengan prinsip keadilan sosial. Jangan sampai pembangunan infrastruktur besar-besaran justru mengorbankan hak masyarakat kecil. Dalam hal ini, pemerintah perlu memastikan bahwa proyek-proyek strategis yang melibatkan Badan Bank Tanah memberikan manfaat nyata bagi masyarakat sekitar, bukan hanya keuntungan bagi segelintir pihak.

Perspektif Marhaenisme

Dalam perspektif Marhaenisme, keberadaan Badan Bank Tanah merupakan langkah yang sejalan dengan cita-cita Soekarno untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Melalui pengelolaan tanah yang bijak, pemerintah dapat memastikan bahwa tanah tidak hanya dikuasai oleh segelintir elite, tetapi juga dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat banyak.

Namun, agar Badan Bank Tanah benar-benar mampu mewujudkan visi ini, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama. Setiap kebijakan yang diambil harus berdasarkan prinsip keberpihakan kepada kaum marhaen, seperti petani kecil, buruh, dan masyarakat miskin di pedesaan.

Data Terbaru dan Fakta Relevan

Hingga akhir 2024, data menunjukkan bahwa Badan Bank Tanah telah berhasil mengelola aset tanah seluas lebih dari 27.000 hektar di 40 kabupaten/kota. Sebagian besar tanah ini digunakan untuk kepentingan reforma agraria, pembangunan infrastruktur, dan proyek strategis lainnya. Di sisi lain, sejumlah laporan menyebutkan bahwa resistensi masyarakat terhadap program ini masih cukup tinggi, terutama di wilayah dengan tingkat konflik agraria yang signifikan.

Menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), pada tahun 2023 terdapat lebih dari 300 kasus konflik agraria yang melibatkan masyarakat dengan pihak swasta maupun pemerintah. Sebagian besar konflik ini berkaitan dengan pengadaan tanah untuk proyek infrastruktur dan kawasan industri. Data ini menunjukkan bahwa pengelolaan tanah di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam menciptakan keadilan bagi masyarakat kecil.

Rekomendasi dan Harapan

Untuk memastikan bahwa Badan Bank Tanah dapat berkontribusi maksimal terhadap keadilan sosial, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah berikut:

1. Memperkuat Transparansi: Setiap proses pengadaan dan pengelolaan tanah harus dilakukan secara terbuka, dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.

2. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat: Program reforma agraria dan pembangunan harus dirancang dengan mendengarkan aspirasi masyarakat terdampak.

3. Mengutamakan Kepentingan Publik: Tanah yang dikelola Badan Bank Tanah harus diprioritaskan untuk kepentingan umum, bukan untuk keuntungan segelintir pihak.

Kesimpulan

Integrasi nilai-nilai Marhaenisme dalam kebijakan pertanahan melalui Badan Bank Tanah adalah langkah strategis untuk menciptakan keadilan sosial dan pemerataan ekonomi di Indonesia. Dengan transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan yang konsisten kepada rakyat kecil, Badan Bank Tanah dapat menjadi alat yang efektif dalam mewujudkan cita-cita Soekarno. Hanya dengan komitmen bersama, kita dapat memastikan bahwa tanah Indonesia benar-benar menjadi milik rakyat dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun