Di persimpangan senja yang temaram,
kulihat hidup mengguratkan luka di dada.
Langit harapan meredup dalam sapuan kelabu,
seperti pelita kecil tersapu angin takdir.
Aku, pejalan di jalanan berdebu,
memikul mimpi yang rapuh bagai daun gugur.
Kekecewaan menancap seperti duri di tapak kaki,
menyakitkan, namun tak pernah menghentikan langkah.
Air mata jatuh,
adalah hujan yang menyiram ladang tekad,
menumbuhkan bunga-bunga keberanian,
meski akarnya merasuk ke tanah penderitaan.
Hidup adalah ombak liar,
menghempas bahtera yang kupahat dari asa.
Terkadang karam, terkadang terdampar,
namun angin keyakinan selalu membimbing layar.
Aku bertahan di gurun harapan,
di mana mimpi adalah fatamorgana,
tapi aku tak pernah menyerah memeluknya,
karena perjuangan adalah nadi yang berdenyut.
Setiap luka adalah pelajaran,
setiap jatuh adalah pengingat,
bahwa hidup bukan tentang takdir yang lunak,
melainkan tentang keberanian melawan kerasnya badai.
Di ujung malam yang dingin,
kulihat secercah fajar perlahan menyapa,
membisikkan janji bahwa perjuangan ini,
akan bermuara pada kemenangan yang indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H