Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Sosio-Demokrasi Bung Karno Dan Wacana Pilkada Tidak Langsung

14 Desember 2024   06:52 Diperbarui: 14 Desember 2024   06:52 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pihak yang mendukung wacana pilkada tidak langsung sering kali menggunakan argumentasi efisiensi. Mereka berpendapat bahwa pemilihan langsung memakan biaya besar, baik bagi kandidat maupun negara. Namun, efisiensi seharusnya tidak menjadi satu-satunya pertimbangan dalam menentukan mekanisme demokrasi. Demokrasi adalah tentang memberikan ruang bagi rakyat untuk menentukan masa depan mereka, meskipun hal ini memerlukan biaya dan upaya yang tidak sedikit.

Selain itu, pengurangan biaya politik tidak serta-merta terwujud dengan mengembalikan mekanisme pemilihan ke DPRD. Sebaliknya, hal ini justru dapat membuka peluang lebih besar bagi praktik politik transaksional, yang pada akhirnya akan membebani rakyat melalui kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada mereka.

Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Indonesia perlu menjaga capaian-capaian demokrasi yang telah diraih dengan susah payah. Pilkada langsung adalah salah satu wujud nyata dari demokrasi partisipatif, di mana rakyat memiliki peran langsung dalam menentukan pemimpin mereka. Meskipun terdapat tantangan, seperti politik uang dan biaya tinggi, solusi atas masalah ini seharusnya difokuskan pada penguatan regulasi, pendidikan politik, dan pengawasan yang lebih ketat, bukan dengan mengubah mekanisme yang sudah ada.

Wacana pilkada tidak langsung juga perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas, yaitu bagaimana Indonesia membangun demokrasi yang berkualitas. Dalam hal ini, Pancasila sebagai dasar negara memberikan panduan yang jelas. Demokrasi yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila adalah demokrasi yang berakar pada kedaulatan rakyat, bukan pada dominasi elit politik.

Dengan demikian, langkah terbaik adalah menjaga mekanisme pilkada langsung sambil terus memperbaiki kelemahannya. Penguatan institusi demokrasi, peningkatan transparansi, dan pendidikan politik bagi rakyat adalah kunci untuk menciptakan sistem pilkada yang lebih baik. Keputusan untuk mengubah mekanisme pilkada harus didasarkan pada kajian yang mendalam, bukan sekadar pertimbangan efisiensi atau tekanan politik.

Sejarah telah menunjukkan bahwa demokrasi yang kuat membutuhkan komitmen dan partisipasi semua pihak, termasuk rakyat. Dalam semangat sosio-demokrasi Bung Karno, rakyat harus tetap menjadi pusat dari segala keputusan politik, termasuk dalam memilih pemimpin mereka. Pilkada langsung, meskipun tidak sempurna, adalah salah satu cara terbaik untuk memastikan prinsip tersebut tetap terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun