Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Menimbang Sistem Pemilu Campuran untuk Indonesia

16 November 2024   04:51 Diperbarui: 16 November 2024   05:05 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sistem pemilu campuran, yang menggabungkan unsur-unsur dari sistem mayoritarian (pemenang berdasarkan suara terbanyak di daerah pemilihan) dan proporsional (pembagian kursi berdasarkan proporsi suara untuk partai), telah menjadi perhatian serius bagi pembuat kebijakan di Indonesia. 

Banyak pihak berpendapat bahwa sistem ini dapat mengatasi beberapa masalah mendasar dalam politik Indonesia, terutama yang muncul dari penggunaan sistem proporsional terbuka. Sistem pemilu campuran, selain menjaga keterwakilan berbagai kelompok, juga dapat memberikan stabilitas politik yang lebih besar dan mengurangi risiko fragmentasi partai.

Peluang yang Diberikan oleh Sistem Campuran

Sistem proporsional yang digunakan di Indonesia saat ini memungkinkan setiap suara masyarakat untuk diwakili dalam parlemen berdasarkan proporsi suara yang didapat oleh setiap partai. Namun, sistem ini sering menghasilkan parlemen yang sangat terfragmentasi dengan banyak partai kecil yang memiliki kursi, yang akhirnya membutuhkan koalisi besar untuk membentuk pemerintahan. 

Dalam situasi ini, koalisi partai dapat menjadi sangat pragmatis, rentan terhadap dinamika politik transaksional, dan kurang stabil. Sistem pemilu campuran dipandang sebagai solusi potensial karena menggabungkan keunggulan representasi luas dari sistem proporsional dengan stabilitas pemerintahan yang diperoleh dari sistem mayoritarian, seperti yang diterapkan di negara-negara seperti Jerman dan Meksiko.

Di Jerman, sistem pemilu campuran telah diterapkan dengan sukses selama beberapa dekade. Pemilih Jerman memberikan dua suara: satu untuk memilih kandidat secara langsung di daerah pemilihan, dan satu lagi untuk partai secara keseluruhan. 

Dengan cara ini, mereka bisa memilih individu yang mereka anggap memiliki kualitas kepemimpinan yang baik sekaligus mendukung partai yang sesuai dengan ideologi mereka. Hasilnya adalah parlemen yang cukup stabil dengan jumlah partai yang terkendali, sehingga koalisi pemerintahan dapat berjalan lebih efektif.

Keuntungan Sistem Campuran bagi Indonesia

1. Keseimbangan Representasi dan Stabilitas

Salah satu argumen utama bagi penerapan sistem campuran di Indonesia adalah kemampuannya untuk menjaga keseimbangan antara representasi kelompok yang luas dan stabilitas pemerintahan. Dalam sistem ini, partai-partai kecil tetap memiliki kesempatan untuk mendapatkan kursi di parlemen, namun partai besar yang mendapat dukungan mayoritas akan lebih berperan dalam pembentukan pemerintahan. Hal ini dapat mencegah munculnya situasi di mana pemerintahan menjadi tidak stabil karena banyaknya partai dengan kepentingan beragam di parlemen.

2. Peningkatan Kualitas Perwakilan

Sistem pemilu campuran memungkinkan partai untuk menempatkan kader-kader berkualitas yang mungkin kurang dikenal atau kurang populer di mata masyarakat, tetapi memiliki kemampuan tinggi dalam menjalankan tugas legislatif. Dalam sistem proporsional terbuka seperti yang saat ini diterapkan di Indonesia, kandidat yang menang adalah yang mendapat suara terbanyak. 

Hal ini seringkali mengakibatkan pemilihan kandidat berdasarkan popularitas, bukan kualitas dan kompetensi. Dengan sistem campuran, suara terbanyak tetap dihargai, namun partai juga memiliki ruang untuk menugaskan kader-kader terbaik mereka, sehingga kualitas perwakilan rakyat di parlemen diharapkan dapat meningkat.

3. Mengurangi Politik Uang dan Dinamika Transaksional

Sistem proporsional terbuka cenderung meningkatkan persaingan antar-kandidat dalam satu partai. Situasi ini sering menimbulkan praktik politik uang karena kandidat merasa harus berusaha keras untuk mendapatkan suara secara individual. 

Dengan mengadopsi sistem campuran, di mana sebagian kursi dialokasikan berdasarkan pilihan partai, partai-partai memiliki kontrol yang lebih besar dalam proses penentuan calon anggota legislatif, sehingga dapat menekan praktik-praktik politik uang yang merugikan.

Tantangan dalam Menerapkan Sistem Campuran

Meski sistem ini menawarkan beberapa keunggulan, implementasinya bukan tanpa tantangan. Perubahan ini akan memerlukan edukasi yang cukup bagi pemilih, karena mereka harus memahami perbedaan antara dua suara yang akan mereka berikan: satu untuk kandidat individu dan satu lagi untuk partai. 

Selain itu, dari sisi penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lembaga-lembaga terkait harus menyiapkan sistem yang lebih kompleks untuk mengelola penghitungan suara dan alokasi kursi.

Dari segi regulasi, perubahan ini juga memerlukan revisi Undang-Undang Pemilu, yang melibatkan banyak pihak dalam proses legislasi, termasuk DPR, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil. Masing-masing pihak mungkin memiliki pandangan dan kepentingan berbeda terhadap perubahan sistem ini. Misalnya, partai besar mungkin lebih menyukai sistem mayoritarian karena menguntungkan mereka dalam memperoleh kursi, sementara partai kecil mungkin lebih mendukung sistem proporsional. Oleh karena itu, proses ini membutuhkan kompromi yang tidak mudah.

Pelajaran dari Negara Lain

Pengalaman negara lain, seperti Jerman dan Selandia Baru, yang menerapkan sistem campuran dapat memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia. Di Jerman, sistem campuran telah membentuk parlemen yang cukup stabil, sementara di Selandia Baru, sistem ini membantu menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan karena partai-partai yang lebih kecil juga mendapat representasi yang adil. 

Studi kasus ini menunjukkan bahwa meski sistem campuran memerlukan adaptasi yang cukup kompleks, hasilnya dapat meningkatkan stabilitas dan efektivitas pemerintahan serta mendorong partisipasi politik yang lebih sehat.

Kesimpulan

Menerapkan sistem pemilu campuran di Indonesia bisa menjadi solusi yang menjanjikan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh sistem proporsional terbuka saat ini. 

Dengan mengombinasikan keunggulan dari sistem mayoritarian dan proporsional, Indonesia bisa mendapatkan parlemen yang lebih stabil namun tetap inklusif, di mana kepentingan berbagai kelompok masyarakat dapat terwakili. 

Meski tantangan dalam implementasinya cukup besar, langkah ini sepadan dengan potensi keuntungan yang ditawarkan bagi kualitas demokrasi dan pemerintahan di Indonesia.

Perubahan menuju sistem pemilu campuran memerlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pendidikan kepada masyarakat agar mereka memahami peran penting mereka dalam pemilihan ini. Jika dijalankan dengan benar, sistem campuran dapat membawa Indonesia menuju era politik yang lebih stabil, efektif, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun