Berbeda dengan kapitalisme, Marhaenisme hadir sebagai respons terhadap ketidakadilan ekonomi yang sering kali muncul dalam sistem kapitalis. Marhaenisme yang digagas oleh Bung Karno menekankan pentingnya kemandirian ekonomi bagi rakyat kecil, yang dalam konteks Indonesia sering disebut sebagai "marhaen" --- individu yang memiliki sedikit sumber daya tetapi berjuang untuk hidup layak.Â
Menurut Marhaenisme, sumber daya nasional harus dikelola untuk kepentingan rakyat, bukan hanya untuk kepentingan segelintir elit atau perusahaan asing. Bung Karno menekankan bahwa tujuan dari ekonomi adalah kesejahteraan bersama, bukan keuntungan pribadi.
Salah satu aspek penting dari Marhaenisme adalah penekanan pada peran negara dalam melindungi dan mengatur perekonomian. Dalam pandangan Marhaenisme, pemerintah harus hadir untuk memastikan bahwa distribusi kekayaan berlangsung secara adil dan merata.Â
Sebagai contoh, kebijakan redistribusi tanah dan reformasi agraria merupakan bagian dari prinsip Marhaenisme yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi. Ini berbeda dengan kapitalisme yang cenderung membiarkan pasar bebas mengatur distribusi sumber daya, yang sering kali menguntungkan pihak yang memiliki modal besar.
Marhaenisme menawarkan alternatif yang relevan untuk menghadapi tantangan globalisasi saat ini. Dalam era di mana negara berkembang sering kali terjebak dalam utang luar negeri dan ketergantungan pada modal asing, Marhaenisme memberikan pandangan bahwa kemandirian ekonomi adalah kunci untuk mencapai kesejahteraan nasional.Â
Dengan mengutamakan kepentingan rakyat kecil dan menjaga agar sumber daya nasional tidak dieksploitasi oleh pihak asing, Marhaenisme bisa menjadi panduan bagi negara berkembang dalam membangun ekonomi yang berkeadilan sosial.
Perbedaan antara kapitalisme AS, kapitalisme negara Tiongkok, dan Marhaenisme juga tercermin dalam dampaknya terhadap kesejahteraan sosial. Kapitalisme AS dan Tiongkok mungkin telah berhasil menciptakan kekuatan ekonomi yang besar, tetapi seringkali mengorbankan aspek keadilan sosial. Di Amerika Serikat, kebijakan ekonomi yang terlalu liberal telah menyebabkan ketimpangan pendapatan yang ekstrem.Â
Di Tiongkok, meskipun banyak orang berhasil keluar dari kemiskinan, masalah-masalah sosial seperti ketimpangan antarwilayah dan polusi lingkungan menjadi tantangan serius.
Di sisi lain, Marhaenisme berfokus pada kesejahteraan rakyat kecil sebagai tujuan utama. Ini tercermin dalam konsep ekonomi berdikari yang mendorong negara untuk tidak bergantung pada kapital asing dan memastikan bahwa hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.Â
Pendekatan ini menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi harus dibarengi dengan pemerataan dan pengentasan kemiskinan, sehingga setiap orang memiliki kesempatan untuk mencapai kehidupan yang layak.
Pada akhirnya, meskipun kapitalisme AS dan Tiongkok telah membawa kemajuan ekonomi yang pesat, Marhaenisme menawarkan perspektif yang berbeda tentang tujuan akhir pembangunan ekonomi. Marhaenisme mengingatkan bahwa kesejahteraan sejati bukan hanya tentang pertumbuhan ekonomi, tetapi juga tentang keadilan sosial dan distribusi kekayaan yang merata.Â