Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Marhaenisme dan Kapitalisme AS-Tiongkok

13 November 2024   06:55 Diperbarui: 13 November 2024   06:56 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marhaenisme dan kapitalisme yang diterapkan oleh Amerika Serikat dan Tiongkok mencerminkan dua pendekatan ekonomi yang berbeda, meskipun keduanya memiliki dampak yang besar di dunia saat ini. Marhaenisme, yang berakar pada ajaran Bung Karno, mengusung prinsip keadilan sosial dan kemandirian ekonomi untuk rakyat kelas bawah. 

Sebaliknya, kapitalisme AS dan kapitalisme negara yang diterapkan Tiongkok mengutamakan industrialisasi, efisiensi produksi, dan daya saing internasional. Perbedaan dalam tujuan dan pendekatan ini membuat Marhaenisme menjadi relevan sebagai alternatif bagi negara-negara berkembang yang berusaha menciptakan kemandirian ekonomi.

Kapitalisme AS dikenal sebagai sistem yang mendorong persaingan bebas dan privatisasi besar-besaran. Di AS, perusahaan besar seperti Apple, Google, dan Microsoft menjadi motor penggerak ekonomi, memanfaatkan teknologi tinggi untuk menguasai pasar global. 

Dalam dekade terakhir, ekonomi AS telah berkembang pesat berkat inovasi teknologi, tetapi sistem ini juga sering dikritik karena menciptakan ketimpangan yang besar antara kaya dan miskin. Pada 2023, data menunjukkan bahwa 1% penduduk terkaya AS menguasai hampir 40% dari total kekayaan nasional, sementara kelas pekerja menghadapi beban biaya hidup yang semakin tinggi.

Di Tiongkok, kapitalisme dijalankan dengan pendekatan yang berbeda melalui sistem kapitalisme negara. Meskipun Tiongkok telah membuka diri terhadap investasi asing dan memiliki sektor swasta yang berkembang pesat, pemerintah Tiongkok masih memegang kendali ketat terhadap sektor-sektor strategis seperti energi, transportasi, dan telekomunikasi. 

Model ini disebut "kapitalisme negara" karena pemerintah secara aktif berperan dalam mengarahkan kebijakan ekonomi. Melalui rencana jangka panjang seperti Made in China 2025, pemerintah Tiongkok bertujuan untuk menjadikan negara ini pemimpin global di berbagai industri teknologi tinggi.

Salah satu contoh keberhasilan kapitalisme negara di Tiongkok adalah dominasi dalam sektor elektronik dan komputer. Tiongkok telah menjadi eksportir terbesar produk elektronik ke Amerika Serikat dan pasar global lainnya, berkat biaya produksi yang rendah dan tenaga kerja yang besar dan terampil. 

Menurut data terbaru, produk-produk seperti perangkat semikonduktor, komputer, dan suku cadang mesin kantor mendominasi perdagangan antara Tiongkok dan AS. Industri ini tidak hanya mendukung pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Tiongkok, tetapi juga menyediakan lapangan kerja bagi jutaan penduduknya.

Namun, kapitalisme Tiongkok juga memiliki kelemahan. Ketergantungan yang tinggi pada ekspor dan pertumbuhan yang cepat sering kali menyebabkan ketimpangan regional dan masalah lingkungan yang serius. 

Misalnya, daerah-daerah industri di Tiongkok seperti Provinsi Guangdong dan Jiangsu mengalami polusi udara dan air yang signifikan akibat aktivitas manufaktur. Selain itu, pemerintah Tiongkok menghadapi tantangan dalam memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat ini disertai dengan kesejahteraan sosial yang merata.

Berbeda dengan kapitalisme, Marhaenisme hadir sebagai respons terhadap ketidakadilan ekonomi yang sering kali muncul dalam sistem kapitalis. Marhaenisme yang digagas oleh Bung Karno menekankan pentingnya kemandirian ekonomi bagi rakyat kecil, yang dalam konteks Indonesia sering disebut sebagai "marhaen" --- individu yang memiliki sedikit sumber daya tetapi berjuang untuk hidup layak. 

Menurut Marhaenisme, sumber daya nasional harus dikelola untuk kepentingan rakyat, bukan hanya untuk kepentingan segelintir elit atau perusahaan asing. Bung Karno menekankan bahwa tujuan dari ekonomi adalah kesejahteraan bersama, bukan keuntungan pribadi.

Salah satu aspek penting dari Marhaenisme adalah penekanan pada peran negara dalam melindungi dan mengatur perekonomian. Dalam pandangan Marhaenisme, pemerintah harus hadir untuk memastikan bahwa distribusi kekayaan berlangsung secara adil dan merata. 

Sebagai contoh, kebijakan redistribusi tanah dan reformasi agraria merupakan bagian dari prinsip Marhaenisme yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi. Ini berbeda dengan kapitalisme yang cenderung membiarkan pasar bebas mengatur distribusi sumber daya, yang sering kali menguntungkan pihak yang memiliki modal besar.

Marhaenisme menawarkan alternatif yang relevan untuk menghadapi tantangan globalisasi saat ini. Dalam era di mana negara berkembang sering kali terjebak dalam utang luar negeri dan ketergantungan pada modal asing, Marhaenisme memberikan pandangan bahwa kemandirian ekonomi adalah kunci untuk mencapai kesejahteraan nasional. 

Dengan mengutamakan kepentingan rakyat kecil dan menjaga agar sumber daya nasional tidak dieksploitasi oleh pihak asing, Marhaenisme bisa menjadi panduan bagi negara berkembang dalam membangun ekonomi yang berkeadilan sosial.

Perbedaan antara kapitalisme AS, kapitalisme negara Tiongkok, dan Marhaenisme juga tercermin dalam dampaknya terhadap kesejahteraan sosial. Kapitalisme AS dan Tiongkok mungkin telah berhasil menciptakan kekuatan ekonomi yang besar, tetapi seringkali mengorbankan aspek keadilan sosial. Di Amerika Serikat, kebijakan ekonomi yang terlalu liberal telah menyebabkan ketimpangan pendapatan yang ekstrem. 

Di Tiongkok, meskipun banyak orang berhasil keluar dari kemiskinan, masalah-masalah sosial seperti ketimpangan antarwilayah dan polusi lingkungan menjadi tantangan serius.

Di sisi lain, Marhaenisme berfokus pada kesejahteraan rakyat kecil sebagai tujuan utama. Ini tercermin dalam konsep ekonomi berdikari yang mendorong negara untuk tidak bergantung pada kapital asing dan memastikan bahwa hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. 

Pendekatan ini menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi harus dibarengi dengan pemerataan dan pengentasan kemiskinan, sehingga setiap orang memiliki kesempatan untuk mencapai kehidupan yang layak.

Pada akhirnya, meskipun kapitalisme AS dan Tiongkok telah membawa kemajuan ekonomi yang pesat, Marhaenisme menawarkan perspektif yang berbeda tentang tujuan akhir pembangunan ekonomi. Marhaenisme mengingatkan bahwa kesejahteraan sejati bukan hanya tentang pertumbuhan ekonomi, tetapi juga tentang keadilan sosial dan distribusi kekayaan yang merata. 

Dengan mempertimbangkan fakta bahwa banyak negara berkembang masih bergulat dengan ketimpangan dan kemiskinan, ajaran Marhaenisme dapat menjadi alternatif yang relevan untuk mencapai ekonomi yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun