Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Marhaenisme dan Food Estate: Menilik Keberlanjutan Pengelolaan Sumber Daya Pangan untuk Kesejahteraan Rakyat

26 Oktober 2024   14:19 Diperbarui: 26 Oktober 2024   14:27 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://human-initiative.org/food-estate-program-ketahanan-pangan-yang-sukses-di-masa-pandemi/

Food estate atau kawasan pangan berskala besar merupakan salah satu program andalan pemerintah Indonesia untuk mencapai ketahanan pangan nasional. Dalam beberapa tahun terakhir, proyek-proyek food estate gencar digalakkan dengan tujuan meningkatkan produksi pangan dan mengurangi ketergantungan impor. Namun, di balik ambisi ini, muncul pertanyaan besar terkait dampak lingkungan, keberlanjutan, serta relevansinya dengan ideologi marhaenisme yang mengutamakan kesejahteraan rakyat kecil dan kedaulatan ekonomi nasional.

Marhaenisme, yang digagas oleh Bung Karno, adalah filosofi yang menitikberatkan pada pembebasan rakyat dari segala bentuk penindasan, baik itu ekonomi, politik, maupun sosial. Marhaenisme mengutamakan kepemilikan dan pengelolaan sumber daya oleh rakyat kecil untuk kesejahteraan mereka sendiri, berbeda dengan kapitalisme yang cenderung memusatkan penguasaan sumber daya pada segelintir elit.

Dalam konteks food estate, pertanyaannya adalah apakah proyek-proyek besar ini benar-benar berpihak pada rakyat kecil---kaum marhaen yang Bung Karno perjuangkan---atau justru menguntungkan segelintir perusahaan besar dan investor asing?

Fakta dan Data Terbaru Mengenai Food Estate

Program food estate dimulai sejak era Presiden Joko Widodo sebagai respons atas ancaman krisis pangan global yang semakin nyata. Food estate diharapkan mampu meningkatkan produksi komoditas pangan strategis seperti padi, jagung, dan sayuran di beberapa wilayah Indonesia, termasuk Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan Papua.

Menurut data, pada tahun 2023, food estate di Kalimantan Tengah diharapkan memproduksi sekitar 600.000 ton padi per tahun. Selain itu, pemerintah menargetkan perluasan lahan pertanian hingga 164.598 hektar di wilayah tersebut, yang mayoritas berupa lahan gambut. Di Sumatera Utara, kawasan food estate difokuskan pada pengembangan hortikultura dengan target produksi 2 juta ton sayuran per tahun .

Namun, keberhasilan dari program ini belum sepenuhnya terlihat. Laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produktivitas pertanian di beberapa kawasan food estate masih jauh di bawah ekspektasi. Salah satu hambatan utamanya adalah kualitas lahan yang kurang memadai, serta minimnya infrastruktur penunjang seperti irigasi dan akses ke pasar.

Perspektif Marhaenisme Terhadap Food Estate

Secara filosofis, marhaenisme menekankan pentingnya rakyat kecil memiliki akses dan kendali atas sumber daya alam, termasuk lahan pertanian. Bung Karno melihat tanah sebagai sarana produksi utama yang harus dikuasai oleh rakyat untuk menjamin kedaulatan ekonomi mereka. Dalam hal ini, food estate yang dikelola oleh korporasi besar atau bahkan di bawah kendali negara, namun mengabaikan hak-hak rakyat setempat, bisa bertentangan dengan semangat marhaenisme.

Masalah utama yang muncul dari proyek food estate adalah penggusuran lahan masyarakat lokal, terutama di Kalimantan dan Papua. Banyak petani kecil dan masyarakat adat yang kehilangan akses atas tanah yang mereka garap selama bertahun-tahun. Ini jelas melanggar prinsip marhaenisme yang memperjuangkan tanah untuk rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun