Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Marcus Aurelius: Filsafat Kebahagiaan

15 Oktober 2024   01:57 Diperbarui: 15 Oktober 2024   02:11 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menerima Kematian Sebagai Bagian Dari Kehidupan

Bagi Marcus Aurelius, salah satu aspek penting dari kebahagiaan adalah menerima kenyataan kematian. Dalam Stoikisme, kematian bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, melainkan merupakan bagian alami dari kehidupan. Marcus menulis dengan penuh kebijaksanaan tentang bagaimana kematian adalah proses yang wajar dan tak terelakkan. Baginya, ketakutan akan kematian hanyalah gangguan yang menghalangi kita untuk hidup sepenuhnya pada saat ini.

Dengan menerima kematian sebagai hal yang alami, kita juga diingatkan akan pentingnya hidup secara autentik dan bermakna. Hidup yang baik adalah hidup yang setiap tindakannya didasarkan pada kebajikan dan bukan pada pengejaran kenikmatan yang fana atau ketakutan akan kehilangan. Dengan menerima ketidakpastian hidup, kita menjadi lebih fokus pada hal-hal yang benar-benar bermakna.

Ketenangan Batin dan Disiplin Diri

Disiplin diri adalah salah satu pilar Stoikisme yang juga dipraktikkan secara ketat oleh Marcus Aurelius. Dia percaya bahwa emosi yang tidak terkendali, seperti amarah, iri hati, atau kesedihan, adalah musuh utama kebahagiaan. Marcus mengajarkan bahwa kita harus melatih diri untuk tetap tenang dalam menghadapi situasi apapun, baik itu kesulitan, kesenangan, atau tragedi. Dengan menjaga ketenangan batin, kita bisa bertindak lebih rasional dan tidak terbawa oleh dorongan-dorongan emosional yang merusak.

Marcus juga sering mengingatkan dirinya sendiri dalam Meditations untuk bersikap sabar dan tidak membiarkan dirinya terperangkap dalam emosi negatif. Dia menekankan pentingnya introspeksi dan refleksi harian sebagai cara untuk menjaga ketenangan dan kebijaksanaan dalam menghadapi dunia yang penuh ketidakpastian.

Penutup: Kebahagiaan dalam Kendali Diri

Bagi Marcus Aurelius, kebahagiaan sejati terletak pada kemampuan seseorang untuk mengendalikan pikirannya sendiri, hidup dengan kebajikan, dan menerima kenyataan dunia sebagaimana adanya. Dalam menghadapi tanggung jawab besar sebagai kaisar Romawi, Marcus tidak mencari pelarian dalam kesenangan duniawi, melainkan dalam disiplin diri dan ketenangan batin. Dia mengajarkan bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang dicapai melalui kekayaan atau kekuasaan, tetapi melalui pengendalian diri, kebajikan, dan penerimaan terhadap takdir.

Filsafat kebahagiaan Marcus Aurelius, seperti yang tertuang dalam Meditations, menawarkan pandangan yang dalam dan relevan hingga saat ini. Kebijaksanaan Stoik yang dia anut membantu kita melihat bahwa kebahagiaan sejati bukanlah sesuatu yang dicari di luar diri, melainkan ditemukan dalam batin yang tenang dan kehidupan yang berbudi luhur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun