Marhaenisme untuk Pemula: Sebuah Pendekatan Kritis terhadap Keadilan Sosial
Marhaenisme adalah sebuah ideologi yang dirancang oleh Soekarno, bapak bangsa Indonesia, yang berakar pada semangat anti-penindasan dan perjuangan untuk keadilan sosial bagi rakyat kecil atau kaum Marhaen. Istilah "Marhaen" diambil dari nama seorang petani kecil yang ditemui Soekarno di Bandung pada masa pergerakan nasional. Petani tersebut menggambarkan rakyat Indonesia pada umumnya---memiliki alat produksi sendiri namun hidup dalam keterbatasan, tanpa akses terhadap kemakmuran yang layak. Dari pertemuan tersebut, Soekarno mengembangkan konsep Marhaenisme yang menitikberatkan pada perlawanan terhadap eksploitasi dan penindasan serta mempromosikan persamaan hak bagi semua rakyat.
Apa Itu Marhaenisme?
Secara fundamental, Marhaenisme adalah ideologi yang berpihak pada rakyat kecil atau proletar di Indonesia. Soekarno menganggap bahwa rakyat kecil seperti petani, buruh, dan nelayan adalah tulang punggung bangsa, tetapi sering kali terpinggirkan oleh sistem kapitalisme dan feodalisme yang membuat mereka terjebak dalam kemiskinan struktural.
Tiga pilar utama Marhaenisme adalah:
1. Kemandirian Ekonomi: Marhaenisme mendorong rakyat untuk memiliki alat produksi mereka sendiri, agar tidak tergantung pada pemodal besar. Dengan demikian, rakyat kecil dapat berdaulat dalam kehidupan ekonomi mereka tanpa menjadi korban dari kapitalisme yang eksploitatif.
2. Kesetaraan Sosial: Marhaenisme memperjuangkan persamaan hak di berbagai bidang, baik dalam ekonomi, pendidikan, maupun politik. Dalam pandangan ini, setiap individu memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kesejahteraan, terlepas dari latar belakang sosial atau ekonomi mereka.
3. Nasionalisme: Marhaenisme adalah nasionalisme yang progresif dan inklusif, yang tidak hanya memperjuangkan kemerdekaan politik tetapi juga kemerdekaan ekonomi dan sosial bagi rakyat Indonesia.
Marhaenisme dan Tantangan Globalisasi
Dalam konteks modern, globalisasi dan neoliberalisme telah menciptakan tantangan baru bagi penerapan Marhaenisme. Salah satu contohnya adalah semakin terkonsentrasinya kekayaan global pada segelintir orang. Berdasarkan laporan Oxfam tahun 2023, 1% populasi dunia menguasai 46% dari kekayaan global. Di Indonesia, kesenjangan ini juga nyata. Data BPS menunjukkan bahwa indeks Gini Indonesia tahun 2023 berada pada angka 0,384, yang menunjukkan adanya ketimpangan distribusi pendapatan yang signifikan.