Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) memiliki peran signifikan dalam sejarah perjuangan mahasiswa di Indonesia. Sejak kelahirannya pada tahun 1954, GMNI telah menjelma sebagai wadah penggemblengan kader-kader muda yang berlandaskan pada ideologi Marhaenisme, dengan Soekarno sebagai tokoh inspiratif utama.Â
Melalui Yudya Pratidina Marhaenis, GMNI menegaskan kebulatan tekad untuk memperjuangkan cita-cita bangsa dengan menjadikan ideologi Marhaenisme sebagai landasan moral dan politik. Kebulatan tekad ini bukan hanya slogan kosong, melainkan merupakan strategi perjuangan yang konkret, didukung oleh program-program pokok yang berorientasi pada pembelaan rakyat dan pembangunan nasional yang mandiri serta berdaulat.
1. Yudya Pratidina Marhaenis: Fondasi Kebulatan Tekad GMNI
Yudya Pratidina Marhaenis adalah kebulatan tekad GMNI yang tertuang dalam konsensus bersama kader-kadernya. Yudya berasal dari kata Sanskerta yang berarti "berjuang/perjuangan," dan Pratidina berarti "terus." Ini melambangkan semangat perjuangan yang terus menerus, berkelanjutan, dan tak kenal lelah. Di dalam kerangka ini, GMNI memantapkan dirinya sebagai organisasi yang menolak segala bentuk penindasan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, khususnya yang menimpa rakyat kecil, atau yang disebut Soekarno sebagai kaum Marhaen.
Dalam kebulatan tekad tersebut, GMNI menjadikan Marhaenisme sebagai asas perjuangan. Marhaenisme, yang berakar pada pemikiran Bung Karno, menekankan pada perlawanan terhadap imperialisme, kolonialisme, dan kapitalisme yang menindas. GMNI bertekad untuk melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa yang berjiwa kerakyatan, memiliki keberanian moral, dan siap untuk melanjutkan perjuangan Soekarno dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan sejati, yaitu masyarakat yang adil, makmur, dan berdaulat.
2. Marhaenisme: Jiwa dan Landasan Ideologi GMNI
Marhaenisme yang dianut GMNI bukan sekadar ideologi, tetapi panduan hidup dalam setiap gerak juang organisasi. GMNI menegaskan bahwa Marhaenisme bukanlah paham yang kaku, melainkan sebuah prinsip yang dinamis, sesuai dengan perkembangan zaman, namun tetap berpegang teguh pada cita-cita utama yaitu kesejahteraan rakyat. Dalam konteks Marhaenisme, rakyat Indonesia yang sebagian besar merupakan petani, buruh, nelayan, dan pekerja informal adalah kaum Marhaen yang harus dibela dan diperjuangkan hak-haknya.
Dalam perjuangannya, GMNI mendorong nasionalisasi aset-aset vital bangsa yang dikuasai oleh asing, menentang kebijakan ekonomi neoliberal yang hanya menguntungkan segelintir elit dan merugikan rakyat, serta menegakkan kedaulatan bangsa dalam segala aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, budaya, maupun sosial. Marhaenisme yang hidup dalam jiwa setiap kader GMNI mengajarkan bahwa perjuangan sejati bukan hanya di atas kertas atau dalam orasi, tetapi dalam tindakan nyata untuk membebaskan rakyat dari ketidakadilan dan kemiskinan.
3. Program Perjuangan Pokok GMNI: Visi Strategis Untuk Masa Depan Bangsa
Untuk mewujudkan kebulatan tekadnya, GMNI telah merumuskan program-program perjuangan pokok yang menjadi pedoman dalam setiap aktivitas dan gerakan. Program-program ini tidak hanya bersifat retoris, tetapi dirancang dengan visi strategis yang realistis untuk menghadapi tantangan bangsa ke depan. Ada beberapa aspek pokok dalam program perjuangan GMNI yang harus dipahami dan dijalankan oleh setiap kader: